100 Hari Pemerintahan Prabowo, Sumatera Terang Desak Matikan PLTU Batubara

Bengkulu – 100 hari kepemimpinan Prabowo, STuEB mendesak keseriusan pemerintah mematikan pltu di sumatera dan mempercepat transisi energi karena penderitan rakyat akibat proyek listrik energi kotor terus berjatuhan.

Koordinator STuEB, Ali Akbar menyatakan dari 9 PLTU batubara di Sumatera telah berdampak pada kesehatan, ekonomi sosial hingga menimbulkan konflik.

“Tercatat ada 2.803 orang mengalami ISPA, Paru-paru, penyakit kulit” kata Ali.

Selain itu, dampak terjadi di sektor ekonomi nelayan. Nelayan mengalami penurunan pendapatan dikarenakan ikan sudah menjauh. Nelayan mengeluarkan biaya melaut lebih besar dari sebelumnya dan hasilnya hanya sedikit bahkan tidak mendapatkan ikan.

Tidak cukup sampai disitu, warga desa Padang Kuas Kabupaten Seluma Provinsi Bengkulu juga terdampak dari beroperasinya jaringan transmisi Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) yang menghubungkan pembangkit dengan jaringan listrik. Setelah adanya proses uji coba pembangkit pada tahun 2019, fenomena rusaknya barang elektronik warga dimulai. Tercatat ada 165 barang elektronik rusak, 4 orang kesetrum listrik.

Lebih lucu lagi, gugatan LBH Padang yang baru saja diputuskan oleh Hakim PTUN Jakarta yang menggugat KLHK untuk melakukan peningkatan sanksi yaitu pembekuan atau cabut izin lingkungan PLTU Ombilin. Antara tuntutan dengan putusan tidak nyambung!!!

Soal sanksi, beberapa perusahaan pembangkit di Sumatera juga mendapatkan sanksi atas pembuangan limbah FABA, namun upaya peningkatan sanksi ini tidak terlihat.

“Justru yang terlihat adalah pemerintah memberikan karpet merah bagi perusahaan, dengan menghilangkan kategori FABA menjadi limbah non B3” kata Ali.

Ia mencontohkan, PLTU batubara Teluk Sepang, PLTU batubara Pangkalan Susu, PLTU batubara Keban Agung, PLTU batubara Semaran dan PLTU lainnya melakukan pembuangan limbah FABA tidak melakukan berdasarkan aturan dan pengelolaan lingkungan.

BACA JUGA:  Dandim 0105/Abar Silaturahmi Ke Kampus Tertinggi Di Barat Selatan

Koordinator wilayah Lembaga Tiga Beradik Jambi, Deri Sopian mengatakan dampak lainnya yaitu berasal dari transportasi batubara dari tambang hingga ke stokpile yang telah memakan korban.

“Setahun yang lalu, di Jambi terjadi kemacetan selama 20 jam akibat angkutan batubara yang menggunakan jalan umum. Ada 176 kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan 112 orang meninggal ” kata Deri.

Di tempat lainnya, Koordinator Sumsel Bersih, Boni Bangun menyatakan di Sumatera Selatan ada 16 PLTU batubara yang sudah beroperasi, ada 2 PLTU tahap pendirian. Padahal, listrik di Sumsel sudah Surplus.

“Kelebihan daya di Sumsel sebanyak 1,2 GW, sedangkan di Sumatera sendiri, kelebihan daya sebesar 4,6 GW. Sudah sepantasnya pemerintah segera mematikan PLTU batubara” kata Boni.

Sejalan dengan Boni, Presiden Prabowo Subianto menyatakan akan menghentikan PLTU dalam kurun waktu 15 tahun mendatang. Hal itu disampaikannya saat Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Rio de Janeiro, Brasil, pada Selasa (19/11/2024) waktu setempat.

Pernyataan ini lebih ambisius dari rencana kebijakan dan investasi komprehensif (JETP) dengan porsi energi terbarukan sebesar 44% dari bauran energi nasional di tahun 2030, dan mencapai net-zero emission untuk sektor ketenagalistrikan di tahun 2050.

Dari seluruh gambaran tersebut, saatnya Presiden Prabowo sebagai Kepala Negara segera mengevaluasi PLTU batubara di Sumatera sebagai alat legitemasi untuk mematikan PLTU batubara yang terbukti menyengsarakan rakyat.

Jangan Lewatkan