Maaf Bung, Desa Tanjung Alam Bukan Kaleng-Kaleng.

Penampakan Gapura di Desa Tanjung Alam Foto/Dok Eklusif Bagus Republik SLE
Penampakan Gapura di Desa Tanjung Alam Foto/Dok Eklusif Bagus Republik SLE

Oleh Bagus [ Presiden Republik SLE ]

Mendengar obrolan pemuda dan kepala pemerintahan desa Tanjung Alam, merasa bagai berada di lingkungan yang memacu adrenalin. Emosi meletup-letup.

Wajar jika merasa kekaguman yang luar biasa pada aset-aset yang dimiliki oleh sebuah desa yang ada di pelosok ini. Karena, obrolan yang didengar malam ini adalah obrolan-obrolan daerah yang berada di daerah maju seperti kota besar.

Banyak pemuda desa di luar sana sudah tidak lagi bisa diajak untuk bercerita tentang nasionalisme dan harapan ke depan, dan akan sangat antusias berbicara urusan perut ke bawah ataupun masalah game tapi gagap pada rencana masa depan.

Dan ketika berusaha berbicara kepada pemerintah desa, hanya membicarakan program semasa mereka memerintah, tanpa menciptakan regenerasi untuk aset di masa depan, yang kita dengar.

Entah bagi yang lain, ketika melihat pemuda dan remaja berswadaya untuk memperindah aset desa mereka dalam menjaga lambang perjuangan daerah mereka, ada rasa kagum luar biasa. Ada rasa haru dan bangga, padahal tidak ada ikatan secara emosional pada desa Tanjung Alam yang memiliki harta karun yang tak terhingga, yang siap memberikan kebahagiaan secara finansial pada penduduknya ini.

Menggunakan alat ala kadarnya, hasil imajinasi liar mereka, seperti filter bekas rokok yang dijadikan kuas pada ruang sempit bidang yang akan dicat, membuat pemimpin gerilya menghadapi penjajah Belanda dan Jepang, Lettu M. Jafri Sidik semakin gagah.

Bercerita tentang peringatan ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia di desa Tanjung Alam, dengan pemuda desa ini, bagai diskusi dengan para seniman yang pemikiran liar dan di luar nalar dan pemahaman orang umum.

BACA JUGA:  Nadiem, EMak - emak Menyerah, Sudah Tidak Kuat Lagi

Di saat rasa nasionalisme pemuda lain mulai terkikis oleh dihilangkannya pelajaran sejarah di sekolah, pemuda desa ini malah semakin memupuk rasa kebangsaan mereka.

Saat tangan mereka memainkan kuas dalam memperindah informasi pada kaki patung yang jadi maskot desa ini, Anak-anak muda yang masih remaja belia ini semakin mematangkan konsep acara pendamping acara utama.

Acara yang sarat dengan patriotisme dan menimbulkan semangat enterpreneur menjadi perbincangan itu. Perbincangan anak desa yang ada di pedalaman.

Anda-anda yang katanya adalah warga kota yang merasa maju dan berpendidikan tinggi, tapi hanya bisa berasumsi dan beretorika, maaf, kalian kelas pecundang di desa ini.

Penulis selain sebagai Tukang Kopi di Pantai Panjang, juga sebagai traveler, youtuber, bloger, seniman dan sastrawan, kontributor beberapa media on line, juga beberapa kali mengisi materi dalam seminar-seminar di kampus