YLBH-KI Aceh Barat menyesalkan atas putusan Mahkamah Syar’iyah Meulaboh yang membebaskan terdakwa pelaku pelecehan seksual terhadap anak SD

 

Aceh Barat, Word press Indonesia – Ketua YLBH-KI (Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Keadilan Indonesia) Perwakikan Aceh Barat, menyesalkan atas putusan Mahkamah Syar’iyah Meulaboh yang membebaskan terdakwa pelaku pelecehan seksual terhadap anak SD yang dilakukan oleh tetangga daripada korban itu sendiri.

Pihaknya mengatakan bahwa putusan bebas yang diberikan kepada pelaku pelecehan seksual terhadap anak SD tersebut telah menciderai dan melecehkan rasa keadilan terhadap korban dan publik.

Pihaknya mendorong agar Kejaksaan Negri Meulaboh, melalui jaksa penuntut umum untuk dapat lebih maksimal dalam menyiapkan memori kasasi terhadap putusan bebas oleh majelis hakim Mahkamah Syariah, sehingga dapat memberikan keadilan bagi korban pada tingkat upaya hukum kasasi.

“Kita mendorong agar Kejaksaan Negeri Meulaboh harus mengupayakan tindakan semaksimal mungkin dalam menyiapkan memori kasasi demi tercapainya keadilan bagi korban dan tercapainya pemulihan psikis terhadap korban yang sejak kelas 5 SD telah dilecehkan oleh terdakwa”.

“Dalam hal ini, Kejaksaan Negeri Meulaboh masih bisa melakukan upaya hukum kasasi berdasarkan Pasal 244 KUHAP jo, Putusan Mahkamah Konstitusi nomor 114/PUU-X/2012”. Ungkap rudi

Selain itu, pihak YLBH-KI juga menyayangkan Atas tuntutan oleh JPU yang hanya menuntut terdakwa 20 bulan, sehingga mungkin mengakibatkan kurang maksimal. Kita sangat menyayangkan atas tuntutan JPU yang hanya menuntut 20 bulan dalam kasus pelecehan seksual terhadap anak dengan nomor perkara 17/JN/2022/MS.Mbo tersebut, karena hal tersebut tidak memberikan keadilan bagi korban”

Namun dalam hal ini, kita sangat mendukung dan berharap atas nama keadilan agar pihak Kejaksaan Negri Meulaboh dalam melakukan upaya hukum lainnya secara maksimal, jika hal tersebut tidak dilakukan maka akan menambah angka tidak percayanya publik terhadap penyelesaian kasus pelecehan anak terhadap aparat penegak hukum ”. Tegas rudi (Wak rimba)