Word Pers Indonesia – Jelang Tahun Politik 2024 media online dan media sosial masih dipenuhi jualan narasi pencitraan Rezim incumbent. Menjual produk kebijakan-kebijakan yang pro keadilan sosial.
Soal apakah produk jualan itu benar-benar kebijakan mensejahterahkan rakyat memperkaya harapan dan isi dompet rakyat membangun sumber daya manusia (SDM) atau sekedar Kebijakan pembangunan fisik proyek, orientasi kepentingan pribadi semata yang dinarasikan sebagai sebagai jualan produk kebijakan yang memperkaya isi dompet masyarakat.
Meminjam istilah kawan Ketua JMSI Provinsi Bengkulu, Riki Susanto, apakah kebijakan para pemimpin, bisa laku dibelanjakan ke Indomaret dan Alfamaret.
Seperti menegaskan statement MenPAN/RB, 500 Triliun Anggaran APBN juga mengukur ke APBD untuk mengatasi kemiskinan, justru habis untuk rapat, akomodasi hotel, penerbangan dan uang saku perjalanan dinas pejabat. Lewat rapat-rapat kemiskinan yang justru mengambil uang rakyat.
Ironisnya rakyat tetap miskin. Tapi pejabat pemerintahan terus membangun narasi manipulatif katanya, berjuang untuk kesejahteraan rakyat. Tonton link kritikan Menteri PAN/RB kepada pejabat pemerintahan.
https://m.youtube.com/watch?v=LeTe1Y3BARg&feature=youtu.be
Artinya rakyat bisa menggugat semua kebijakan incumbent, apakah benar-benar semua kebijakan memperkecil kesenjangan sosial antara yang miskin dan yang kaya.
Atau sebaliknya semua kebijakan justru makin memperlebar dan memperdalam jurang kemiskinan dan makin tinggi akumulasi kekayaan yang dimiliki pejabat dan oligarki.
Apakah pembangunan infrastruktur fisik ada kolerasi langsung membawa kesejahteraan bagi rakyat amanat UUD 1945.
Apakah kebijakan-kebijakan Incumbent Gubernur, Walikota dan Bupati justru “kebijakan kolonialisme modern” Membuat rakyat tidak merdeka secara ekonomi. Jika rakyat masih kesulitan mengisi dompet.
Artinya kebijakan-kebijakan Incumbent menindas dan menghalangi kemerdekaan ekonomi rakyat.
Yang selalu bahagia memainkan kebijakan manipulatif, merasakan kucuran langsung keran APBD adalah pejabat dan oligarki, sebaliknya saluran APBD justru untuk rakyat tersumbat. Rakyat isi dompet terkuras dicuri lewat kebijakan atas nama kesejahteraan rakyat.
Saat ini pun belum terlihat pergerakan calon-calon Kandidat Gubernur, Walikota dan Bupati. Belum ada keberanian muncul di permukaan membangun narasi menawarkan ide dan gagasan mengembalikan kesejahteraan rakyat, kemerdekaan ekonomi kerakyatan.
Rakyat menunggu narasi perubahan Kandidat Calon Pemimpin untuk bertarung ide “menantang” Semua ide dan gagasan pencitraan Incumbent.
Sehingga rakyat tidak memilih “kucing garong dalam karung” Tanpa mengenal dan menguji cara berpikir dan strategi mensejahterahkan rakyat.
Sehinga rakyat punya pertimbangan nalar sehat. Apakah incumbent harus dipertahankan untuk memimpin atau harus ada perubahan, pengantian Pemimpin Baru dari Kandidat Calon Gubernur, Walikota dan Bupati baru di masa depan. (Red)