Lebih jujur lagi pada diri kita sendiri, yakinkah bahwa anda dan saya pun ketika terpilih jadi kepala daerah tidak akan korupsi?
Sebagai Rakyat Bengkulu yang mencintai daerah ini, apakah kita masih yakin Kepala Daerah kita pilih bebas dari Korupsi
Sebuah refleksi diri pembelajaran dari mantan Bupati Meranti M. Adil di operasi tangkap tangan (OTT) KPK.
Sedihnya di OTT saat bulan suci Ramadhan. Ironisnya lagi terkait kasus korupsi dana penyelenggaraan Ibadah Umroh Pula. Bulan puasa bukan berjuang perangi hawa nafsu, justru makin berani korupsi.
Sangat menyedihkan jika uang yang dikorupsi adalah uang rakyat, bertahun-tahun dikumpulkan dengan suar lelah, banting tulang dan jerit tangis untuk orang Ibadah Umroh?
Gila nga? Dana untuk Ibadah ke Tanah Suci salah satu bukti ketaatan beribadah menghadap TUHAN, tanpa rasa takut dengan berani dikorupsi juga.
Apalagi cuma kerjaan “duniawi” proyek-proyek fisik jalan, jembatan, sungai, bangunan untuk melayani kebutuhan umat (manusia/rakyat) pasti lebih berani dikorupsi?
Baca link berita, Mantan Bupati Meranti, dulu berani bilang Kementrian Keuangan Sarang Iblis, eh…dijaring OTT KPK.
https://www.kompas.tv/article/396115/pernah-sebut-kemenkeu-isinya-iblis-bupati-meranti-muhammad-adil-terjaring-ott-kpk
Apakah hanya mantan Bupati Kabupaten Meranti, M. Adil yang tidak adil dan manipulatif? Seperti maling teriak maling?
Ataukan justru banyak lagi Kepala Daerah lagi antri untuk ditangkap, atau sengaja dijadikan ATM oleh aparat penegak hukum (APH) menunggu tidak punya jabatan dan kekuasaan mengkorupsi APBD, eh dipenjara juga.
Untuk semangat mengkritisi Kemenkeu, Bupati M Adil, harus diapresiasi harapan rakyat ada perubahan paradigma kepemimpinan, dan mungkin juga teriakan M Adil menjadi salah satu Trigger/Pemicu selain kasus pemukulan oleh Anak Rafael Alun T, seorang mantan pegawai pajak yang dipecat. Sehingga PPATK, Menkopolhukam dan MenKeu Koordinasi sehingga mencuat dugaan kasus ratusan trilyunan di Dirjen Pajak dan Dirjen Bea Cukai.
Semangat Mantan Bupati M Adil Kritis kemenkeu memang menjadi viral dan timbul semangat nasionalis rakyat nitizen menuntut perubahan di Kementrian Yang dipimpin Ibu Sri Mulyani.
Sayangnya Kemenkeu diminta berubah, Mantan Bupati tidak move on juga dari keinginan korupsi.
Pertanyaanya ketika Gubernur, Bupati dan Walikota keluarkan Duit puluhan hingga tatusan miliar untuk ongkos politik pilkada. Jika mereka terpilih yakin tidak akan korupsi APBD?
Biaya Partai dan Money Politics “serangan fajar” Bagi rakyat jelang hari pencoblosan harus dibayar calon kepala daerah.
Partai dan rakyat secara tidak jujur dan tidak mau disalahkan justru menyuruh Kepala Daerah harus Korupsi, supaya Gubernur, Bupati dan Walikota balik modal dan harus untung banyak, untuk modal lagi pilkada ke-dua. Sehingga ada istilah susah melawan Incumbent karena banyak sumber keluasaan dan uang ?
Apakah dalam lima tahun menjabat gaji dan tunjangan Kepala Daerah bisa terkumpul puluhan miliar hingga ratusan miliar bahkan triliunanan?
Pertanyaanya dengan sistem demokrasi rusak demo-crazy haus akan uang yang dibangun partai (bayar perahu partai) dan bayar kepala rakyat (money politics). Apakah kita masih yakin kepala daerah Bersih, Transparan dan Akuntabel dalam memimpin.
Masih yakinkah kita kepala daerah tidak korupsi?
Uji saja setiap Kebijakan-kebijakan Kepala Daerah apakah pro rakyat atau pro proyek lewat kebijakan-kebijakan mendapatkan duit dari menguras APBD atas nama rakyat ?
Kepada Mendagri Tito Karnavian, Jaksa Agung ST Burhanuddin yakin tak ada daerah di Indonesia yang bebas dari korupsi. Menegaskan Pemda (Gubernur, Bupati dan Walikota) pasti tidak bebas dari korupsi.
Baca link berita https://news.detik.com/berita/d-6534390/jaksa-agung-di-depan-tito-saya-yakin-sekali-tak-ada-pemda-yang-tak-korupsi
Pengakuan jujur mantan Bupati Banjarnegara Budhi Sarwono, kebutuhan banyak gaji kecil, seorang Bupati wajib dan harus korupsi. Tonton reel https://youtube.com/shorts/Yca2oa4lkkw?feature=share
Dari hasil penelitian, di ketahui Banyak faktor-faktor penyebab Kepala Daerah pasti melakukan korupsi, dikutip dari Link Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).https://www.bpkp.go.id/puslitbangwas/konten/2674/16.050-Faktor-Faktor-Penyebab-Kepala-Daerah-Korupsi
1. Monopoli kekuasaan
Berdasarkan wawancara dengan beberapa informan tentang monopoli kekuasaan di simpulkan bahwa kepala daerah memiliki kekuasaan yang sangat besar dalam pengelolaan anggaran APBD, perekrutan pejabat daerah, pemberian ijin sumber daya alam, pengadaan barang dan jasa dan pembuatan peraturan kepala daerah, dan adanya dinasti kekuasaan, hal ini menyebabkan kepala daerah melakukan tindak pidana korupsi melalui suap dan gratifikasi
2. Diskresi kebijakan.
Berdasarkan pernyataan dari informan bahwa hak diskresi melekat pada pejabat publik, khususnya kepala daerah, artinya diskresi di lakukan karena tidak semua tercakup dalam peraturan sehingga diperlukan kebijakan untuk memutuskan sesuatu, sehingga apa yang ditarget itu bisa terpenuhi tanpa harus menunggu adanya aturan yang tersedia, masalahnya kemudian diskresi ini dipahami secara sangat luas, padahal diskresi itu sangat terbatas, dia hanya bisa diberi ruangnya ketika tidak ada aturan main dan itu dalam situasi yang sangat mendesak, APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam satu tahun anggaran yang merupakan rencana pelaksanaan Pendapatan Daerah dan Belanja Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi dalam tahun anggaran tertentu. Pemungutan penerimaan daerah bertujuan untuk memenuhi target yang ditetapkan dalam APBD.
Demikian pula pengeluaran daerah dan ikatan yang membebani daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi dilakukan sesuai jumlah dan sasaran yang ditetapkan dalam APBD. Dalam pelaksanaannya kepala daerah sering dihadapkan pada kenyataan untuk membiayai suatu kegiatan yang tidak dianggarkan dalam APBD. Informan 1 menjelaskan adanya situasi dimana seorang kepala daerah mengeluarkan biaya yang tidak ada dalam APBD, oleh sebab itu kepala daerah mencari celah untuk menciptakan pengeluaran fiktif untuk menutupi biaya tersebut sehingga kepala daerah cenderung melakukan korupsi untuk kepentingan dinas maupun untuk kepentingan pribadi.
3. Lemahnya Akuntabilitas.
4. Kolusi Eksekutif dan Legislatif dalam Pembuatan Kebijakan yang Koruptif.
Dalam wawancara dengan Informan menyatakan kondisi pada saat ini adanya kolusi antara kepala daerah dengan DPRD terkait dengan kebijakan yang dibuat oleh kepala daerah misalnya masalah pembuatan perda dan perijinan. termasuk dalam lemahnya akuntabilitas adalah kurang nya transparansi dalam pengelolaan anggaran, pengelolaan asset dan dalam pengadaan barang dan jasa, sehingga menyebabkan kepala daerah melakukan tindak pidana korupsi.
5. Faktor Lainya
Beberapa faktor penyebab kepala daerah melakukan korupsi lainnya antara lain karena biaya pemilukada langsung yang mahal, kurangnya kompetensi dalam pengelolaan keuangan daerah, kurang pahamnya peraturan, dan pemahaman terhadap konsep budaya yang salah.
Dari beberapa faktor penyebab korupsi kepala daerah di atas, perlu di lakukan pencegahan dan pengawasan yang efektif yaitu dengan meningkatkan pembinaan terhadap SPIP di pemerintah daerah. BPKP sebagai Pembina SPIP telah melakukan sosialisasi dan pembinaan SPIP, bekerjasama dengan KPK, telah melakukan pencegahan korupsi. BPKP telah melakukan kerjasama dengan aparat penegak hukum dalam pencegahan dan pengawasan tindak pidana korupsi, namun hasilnya belum optimal, sehingga harus di tingkatkan di waktu yang akan datang. Dirangkum dari berbagai sumber
Penulis: Jurnalis dan Pengamat Kebijakan Publik, Freddy Watania
Editor: Redaksi