Koalisi Indonesia Memantau telah menemukan fakta terkait aktivitas perusahaan di wilayah hutan di Provinsi Bengkulu, khususnya di hutan produksi Air Rami, Air Ipuh I, dan Lebong Kandis, serta kawasan konservasi Taman Wisata Seblat. Aktivitas usaha tersebut, yang merambah 261,19 hektare kawasan hutan, diduga terjadi tanpa perizinan di sektor kehutanan. Berdasarkan penyelidikan, perusahaan perkebunan sawit yang diduga terlibat adalah PT Alno Agro Utama (AAU) dan PT Mitra Puding Mas (MPM), keduanya terafiliasi dengan Anglo Eastern Plantations PLC (AEP) yang mengembangkan perkebunan di Indonesia dan Malaysia. Penemuan lain adalah penurunan signifikan habitat gajah di Bentang Seblat akibat perluasan usaha perkebunan.
Informasi ini diungkapkan dalam laporan investigasi yang diterbitkan oleh enam organisasi, yaitu Kanopi Hijau Indonesia, Lingkar Inisiatif Indonesia, Genesis Bengkulu, Auriga Nusantara, WALHI, dan GREENPEACE Indonesia, dengan judul “MERAMBAH RUMAH GAJAH; Konversi hutan menjadi sawit oleh Anglo Eastern Plantation dan perusahaan lainnya di Kawasan Seblat, Bengkulu.”
Mengancam Habitat Gajah di Bentang Seblat
Bentang Alam Seblat, seluas 323.000 hektare, menjadi rumah bagi habitat gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus). SK Menteri Kehutanan Nomor 784 Tahun 2012 menetapkan wilayah ini sebagai kawasan konservasi dan hutan produksi. Namun, habitat gajah di wilayah ini terusik oleh ekspansi perkebunan. Menurut survei Forum Kolaborasi Pengelolaan Kawasan Ekosistem Esensial Koridor Gajah Lanskap Seblat Bengkulu (periode 2018-2022), tanda-tanda keberadaan gajah hanya ditemukan dalam wilayah seluas 80.987 hektare, padahal dokumen konservasi sebelumnya mencatat kawasan dengan gajah seluas 144.499 hektare.
Pengurangan luas habitat gajah di Bengkulu terjadi karena perubahan peruntukan kawasan hutan dan pelepasan lahan, termasuk untuk perkebunan. Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencatat pelepasan kawasan ini untuk perkebunan mencapai 4.500 hektare. Grup usaha perkebunan milik Anglo Eastern Plantation (AEP), terutama PT Alno Agro Utama dan PT Mitra Puding Mas, diduga terlibat dalam kegiatan perkebunan tanpa izin di dalam kawasan hutan, yang berkontribusi pada penyempitan habitat gajah di Bengkulu.
AEP Group di Bentang Seblat
Penelusuran oleh Koalisi menemukan tanaman sawit, jalan produksi, dan plang perusahaan yang diduga anak usaha AEP, yaitu PT Alno Agro Utama dan PT Mitra Puding Mas, di kawasan hutan. Dugaan kegiatan usaha tanpa izin ini diperkuat oleh masuknya PT AAU dan PT MPM dalam SK MenLHK nomor SK.1143/MenLHK/Setjen/KUM.1/10/2023 pada 30 Oktober 2023, yang mencatat data dan informasi kegiatan usaha yang telah terbangun di dalam kawasan hutan tanpa perizinan di bidang kehutanan tahap XVI. Aktivitas ini kontras dengan komitmen keberlanjutan Anglo, terutama terkait kebijakan pembangunan yang bertanggung jawab, perlindungan lingkungan, konservasi keanekaragaman hayati, emisi, dan etika bisnis.
Di Bengkulu, AEP memiliki tiga unit kebun, yaitu PT Alno Agro Utama, PT Mitra Puding Mas, dan PT Riau Agrindo Agung di Kabupaten Bengkulu Utara dan Mukomuko. Ketiga unit ini mengembangkan komoditas kelapa sawit dengan total luas kebun mencapai 25.725 hektare. Grup AEP memiliki saham di unit-unit tersebut melalui korporasi Anglo Indonesia Oil Palm Limited. Selain kebun, PT Mitra Puding Mas memiliki pabrik dengan kapasitas 80 ton TBS/jam yang beroperasi sejak 2004, serta Pabrik Kelapa Sawit Unit Sumindo dengan kapasitas 60 ton TBS/jam.
Berdasarkan data trase, produksi minyak kelapa sawit perusahaan ini tinggi, mencapai 66.323 ton pada tahun 2019 dan 64.698 ton pada 2020. Produksi PT Alno Agro Utama pada tahun 2020 sebesar 30.682 ton, sementara PT Mitra Puding Mas mencapai 34.012 ton. Dari jumlah ini, sekitar 36.953 ton di antaranya dibeli dan diekspor oleh Wilmar Nabati Indonesia, dengan tujuan utama pasar China dan Pakistan.
Perkebunan dalam Kawasan Hutan: Pelanggaran dan Ancaman Pidana
Analisis tutupan lahan yang ditumpang susunkan dengan izin Hak Guna Usaha (HGU) PT AAU dan PT MPM menunjukkan adanya tumpang tindih areal tanaman kelapa sawit pada kawasan hutan di Bentang Seblat. Luasan tumpang tindih tersebut mencakup PT AAU Air Ikan Estate (42,26 hektare), PT AAU Sapta Buana Estate (27,93 hektare), PT AAU Sumindo Estate (60,00 hektare), dan PT MPM (131,00 hektare). Jika dikalkulasikan untuk AEP Group, total tumpang tindih mencapai 261,19 hektare.
Adanya tanaman sawit dalam kawasan tanpa izin berusaha tidak hanya berpotensi dikenai sanksi administrasi, sesuai Pasal 110 A dan 110B, tetapi juga dapat dikenai tindak pidana sesuai UU No. 18 Tahun 2003 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (UU P3H) karena melanggar Pasal 17 ayat (2) huruf a dan b UU P3H, yang melarang kegiatan perkebunan tanpa izin di dalam kawasan hutan dan membawa alat berat atau alat transportasi di dalam kawasan hutan tanpa izin.
Selain dugaan pelanggaran administrasi dan pidana, perlu dilakukan penyelidikan lebih lanjut terkait kemungkinan pelanggaran hukum oleh perusahaan perkebunan di dalam kawasan tersebut, apakah memberikan keuntungan bagi korporasi, serta dampak finansial negatif pada keuangan negara. Keterlibatan pihak berkepentingan juga perlu ditelusuri lebih lanjut karena keberlangsungan usaha ilegal ini patut diduga tidak mungkin tanpa campur tangan mereka.
Rekomendasi untuk Tindakan Lebih Lanjut
Berdasarkan temuan-temuan di atas, kami memberikan beberapa rekomendasi:
- Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK):
- Menteri Lingkungan Hidup melalui KSDAE harus melakukan pemeriksaan lapangan dan memberikan sanksi kepada BKSDA yang mengabaikan tugas, sehingga terjadi perambahan TWA Seblat oleh anak usaha AEP Group.
- BKSDA Bengkulu harus mengambil tindakan hukum terhadap kejahatan kehutanan yang dilakukan oleh Anglo Eastern Plantation (AEP) Group melalui PT Alno Agro Utama dan PT Mitra Puding Mas.
- Gakkum KLHK harus menyelidiki kasus pembangunan kebun sawit dalam kawasan hutan yang dilakukan oleh PT Alno Agro Utama dan PT Mitra Puding Mas.
- Pemerintah Daerah, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Bengkulu, dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Mukomuko:
- Melakukan evaluasi terhadap perizinan usaha perkebunan yang telah diberikan kepada PT Alno Agro Utama dan PT Mitra Puding Mas.
- Lembaga Sertifikasi PT Mutuagung Lestari:
- Melakukan evaluasi dan peninjauan ulang atas sertifikat keberlanjutan, ISPO (Indonesia Sustainable Palm Oil), dan ISCC (International Sustainability and Carbon Certification) yang telah diberikan kepada PT Alno Agro Utama dan PT Mitra Puding Mas.
- Anglo Eastern Plantation (AEP):
- Melakukan evaluasi terhadap aktivitas PT Alno Agro Utama dan PT Mitra Puding Mas yang tidak sesuai dengan komitmen berkelanjutan AEP Group.
Rekomendasi ini diajukan untuk menegakkan keadilan, melindungi lingkungan hidup, serta memastikan bahwa kebijakan pembangunan dan kegiatan perusahaan sesuai dengan norma keberlanjutan dan etika bisnis yang bertanggung jawab.
Reporter: Erin
Editor: Anasril