Jakarta, Word Pers Indonesia – Sebanyak 22 yayasan pendidikan Katolik di seluruh Indonesia yang mengelola 23 perguruan tinggi Katolik yang tergabung dalam Asosiasi Perguruan Tinggi Katolik (APTIK) mengadakan kongres ke-41 di Jakarta. Salah satu sorotan utama kongres ini adalah paradigma baru yang muncul, dikenal sebagai “BANI” (Brittle, Anxiety, Non-Linear, dan Illusion of predictability).
Menurut Ketua APTIK, Kusbiantoro, “Selain membahas fenomena era disrupsi terbaru, kita juga harus mengatasi masalah serius lainnya seperti kerapuhan mental yang semakin meluas di lingkungan kampus.” Fenomena ini menjadi perhatian bersama karena dampak signifikan terhadap kurikulum pengajaran dan kesejahteraan mahasiswa.
Kongres yang berlangsung dari 21 hingga 23 Maret 2024, dipandu oleh Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya Jakarta sebagai tuan rumah, bertepatan dengan perayaan HUT APTIK ke-40 yang dibuka oleh Uskup Agung Jakarta, Ignatius Kardinal Suharyo.
Dalam kaitannya dengan paradigma BANI, Linus M. Setiadi, Ketua Yayasan Atma Jaya, menekankan pentingnya kolaborasi dalam skala yang lebih luas, melibatkan pemerintah, dunia industri, dan internal APTIK sendiri. “Kolaborasi dan pengembangan identitas Katolik sebagai respons terhadap perubahan masyarakat harus menjadi fokus kita,” ungkap Linus.
Di sisi lain, Rektor Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, Yuda Turana, menyoroti pentingnya kolaborasi dalam meningkatkan daya saing dan keunggulan keilmuan lintas perguruan tinggi. “Menghadapi tantangan masa depan, kolaborasi adalah kunci untuk menghasilkan generasi muda yang berkarakter tangguh dan berdaya saing global,” tambahnya.
Menyikapi masalah kesehatan mental, Kusbiantoro menegaskan perlunya upaya bersama untuk mencegah kerapuhan mental yang semakin meluas di lingkungan kampus. “Kerjasama antara institusi pendidikan dan lembaga konseling sangat penting dalam mengatasi masalah kecemasan, depresi, dan bunuh diri di kalangan mahasiswa,” ujarnya.
Dalam upaya menjawab tantangan global, APTIK juga merencanakan pendirian perguruan tinggi di Ibu Kota Negara (IKN) di Kalimantan Timur, sebagai bagian dari orientasi Pembangunan Indonesia Emas 2045.
Dengan semangat untuk bersinergi dan berkolaborasi, APTIK berkomitmen untuk menyumbangkan yang terbaik bagi bangsa dan negara, serta menghasilkan lulusan yang tidak hanya cerdas secara akademik, tetapi juga profesional dan memiliki kepedulian sosial yang tinggi.
Sebagai asosiasi yang terdiri dari 22 perguruan tinggi, APTIK menegaskan komitmennya untuk terus berkolaborasi dalam memajukan pendidikan tinggi Katolik di Indonesia.
Dalam kata-kata Yuda Turana, “Kolaborasi lintas perguruan tinggi dengan kesamaan misi dan visi di lingkungan APTIK diharapkan akan menghasilkan inovasi revolusioner dan meningkatkan daya saing APTIK secara global.”(*)