Pringsewu – WordPers.id – Ketika pendidikan seharusnya menjadi pintu gerbang masa depan, sebuah kisah miris justru muncul dari SMK Ma’arif Banyumas, Kecamatan Banyumas, Kabupaten Pringsewu. Seorang alumni bernama Sahrulkhan, warga Pekon Fajar Mulia, diduga tak kunjung menerima ijazahnya lantaran belum melunasi sejumlah biaya administrasi. Parahnya, ketika diminta penjelasan resmi, pihak sekolah memilih diam seribu bahasa. Ada apa dengan SMK ini?
Redaksi WordPers.id telah melayangkan surat konfirmasi resmi bernomor 007/Red-WP/V/2025 kepada kepala sekolah SMK Ma’arif. Isinya sangat jelas meminta klarifikasi terkait dugaan penahanan ijazah akibat tunggakan SPP sebesar Rp500.000, uang perpisahan Rp900.000, dan uang bangunan senilai Rp1.000.000. Namun hingga berita ini diturunkan, tidak ada sepatah kata pun jawaban dari pihak sekolah.
Sikap bungkam ini menimbulkan tanda tanya besar. Mengapa institusi pendidikan yang seharusnya menjunjung nilai keterbukaan dan tanggung jawab justru menghindari konfirmasi publik? Apakah ini bentuk pembiaran terhadap praktik yang patut diduga melanggar hak-hak dasar siswa?
Lebih jauh, masyarakat mempertanyakan, apakah pendidikan kini menjadi barang dagangan? Jika siswa dari keluarga kurang mampu tak bisa menebus ijazahnya karena biaya, lalu ke mana arah kebijakan inklusivitas dan keadilan sosial di lembaga pendidikan?
Sampai kapan sekolah akan berlindung di balik kebijakan internal yang tidak pernah dibuka secara transparan ke publik?
Kami dari Redaksi WordPers.id akan terus menelusuri kasus ini. Karena pendidikan bukan untuk dijual. Dan ijazah bukan alat tawar-menawar, melainkan hak mutlak seorang siswa setelah menyelesaikan masa studinya.
SMK Ma’arif Banyumas, publik menunggu suara dan tanggung jawab Anda.
(Vit/red)