Lubang Galian Jalan Nasional Renggut Nyawa di Seluma: Antara Kelalaian Proyek dan Keselamatan Publik

Seluma, Wordpers.id – Sebuah kecelakaan maut mengguncang warga Kabupaten Seluma, Bengkulu, Senin malam (8/9/2025). Jalan Lintas Barat (Jalinbar) di kawasan Kelurahan Babatan, Kecamatan Sukaraja, kembali memakan korban jiwa. Nuraini (34), seorang ibu rumah tangga asal Desa Sidoluhur, tewas seketika setelah motor yang ditumpanginya terperosok lubang galian jalan nasional yang dibiarkan menganga. Suaminya, Nurhadi (39), mengalami luka berat dan kini dirawat intensif di salah satu rumah sakit di Kota Bengkulu.

Peristiwa tragis itu terjadi sekitar pukul 22.00 WIB. Pasangan suami-istri tersebut melaju dengan sepeda motor Yamaha Vega ZR bernomor polisi BD 5127 PJ dari arah Kota Bengkulu menuju Sukaraja. Saat sampai di depan gang masuk Perumahan Kodim, mereka berusaha menghindari galian tambal sulam di tengah jalur utama. Kondisi jalan licin seusai hujan membuat motor oleng, kehilangan kendali, lalu terserempet truk Hino dari arah berlawanan.

“Truk langsung menyenggol bagian belakang motor hingga keduanya terpental keras ke jalan. Sang istri meninggal di lokasi,” terang Kapolsek Sukaraja, Iptu Catur Teguh, mewakili Kapolres Seluma AKBP Bonar Ricardo P. Pakpahan.

Kecelakaan ini bukan sekadar peristiwa tunggal. Warga sekitar menyebut kondisi perbaikan jalan di titik tersebut memang sudah lama dikeluhkan. Lubang galian tidak ditutup rapat, rambu peringatan minim, sementara lalu lintas Jalinbar dikenal padat dengan percampuran kendaraan berat, angkutan umum, hingga motor warga.

“Kalau malam sangat berbahaya. Banyak galian dibiarkan terbuka tanpa lampu peringatan. Sudah sering hampir terjadi kecelakaan,” ungkap salah seorang warga Sukaraja yang ditemui Selasa pagi (9/9/2025).

Menanggapi kecelakaan ini, Suwarno, Satker II Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) Bengkulu, menegaskan bahwa pihaknya telah melakukan prosedur standar. Menurutnya, pekerjaan yang dilakukan adalah pemeliharaan rutin jalan nasional yang memang berlangsung sepanjang tahun.

BACA JUGA:  Akibat Main HP Berkendara, Pemotor Hantam Mobil Xenia

“Kami sudah memasang rambu-rambu peringatan, meski tidak di setiap titik galian karena jumlah kerusakan banyak. Kalau setiap lubang diberi rambu justru mengganggu lalu lintas,” jelas Suwarno.

Ia menambahkan, Jalinbar dirancang dengan kecepatan rata-rata 40 km/jam. Dengan demikian, pengguna jalan diharapkan tidak memacu kendaraan melebihi batas tersebut. Selain itu, ia menyinggung soal pentingnya kelengkapan lampu kendaraan pada malam hari.

“Artinya bukan kami menyalahkan warga. Kami pun tidak ingin ada korban. Kami juga membayangkan bagaimana kalau yang celaka itu keluarga kami sendiri. Tapi mohon pengertian masyarakat, agar lebih berhati-hati karena jalan sedang dikerjakan,” tambahnya.

Pernyataan pihak Balai Jalan memunculkan pertanyaan kritis: sejauh mana tanggung jawab negara dalam memastikan keselamatan publik di proyek jalan nasional? Apakah cukup dengan memasang rambu di beberapa titik, lalu keselamatan sepenuhnya dibebankan pada kehati-hatian pengendara?

LSM Garda Rafflesia, Freddy Watania mengkritisi insiden kecelakaan ini adalah cerminan lemahnya manajemen keselamatan proyek jalan.

“Kalau pekerjaannya rutin, harusnya ada standar pengamanan berlapis. Bukan hanya rambu, tapi juga penerangan, penutup sementara, hingga pengawasan intensif. Jalan nasional itu urat nadi pergerakan masyarakat. Setiap kelalaian sekecil apa pun bisa berakibat fatal,” tegasnya.

Tragedi di Sukaraja membuka tabir besar: perbaikan jalan nasional kerap berjalan tanpa standar keselamatan maksimal, dan masyarakatlah yang menjadi korban. Pertanyaan publik kini sederhana namun tajam: apakah nyawa manusia hanya sebanding dengan sebuah rambu kecil di pinggir jalan?

Writer: Alfridho Ade Permana
Editor: Anasril

Posting Terkait

Jangan Lewatkan