wordpers.id– RUU Cipta Kerja (Omnibus Law) kini sedang dibahas oleh DPR RI. Dari 11 klaster yang ada dalam RUU Omnibus Law, terdapat kluster tentang panas bumi.
“Azas manfaat lebih ditekankan terutama agar pengembangan panas bumi sebagai #energiterbarukan berenergi besar (selain minyak dan batubara) kita terus meningkat.” Begitu tulisan admin grup WhatsApp “Mineru” Ditjen Energi Baru Terbarukan Konservasi Energi (EBTKE), Kementerian ESDM, Selasa (5/5/2020) mengenai RUU Ciptaker.
Ditjen EBTKE mengimbau agar masyarakat luas memberikan masukan terhadap perbaikan atau penyesuaian RUU Ciptaker yang sedang dibahas tersebut.
Ditjen EBTKE memaparkan, ada penyesuaian beberapa pasal di dalam UU No 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi melalui RUU Ciptaker. Penyesuaian tersebut dititikberatkan dalam tiga hal, yakni pertama penyederhanaan perizinan, kedua peningkatan investasi dan lapangan kerja yang berkualitas, serta ketiga pemberdayaan UMKM dan koperasi.
Di bidang penyederhanaan perizinan misalnya, di dalam UU No 21/2014 pemanfaatan langsung panas bumi disyaratkan wajib memiliki izin pemanfaatan langsung yang diberikan oleh pemerintah daerah (pemda), sementara dalam UU Ciptaker izin pemanfaatan langsung dihapuskan dan diganti dengan kewajiban pemenuhan Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria (NSPK) yang diatur oleh pemerintah pusat.
Untuk pemanfaatan tidak langsung, Izin Panas Bumi (IPB) dalam UU No 21/2014, dalam RUU Ciptaker diganti dengan Izin Berusaha di Bidang Panas Bumi. Namun kewenangan pemberiannya, seperti halnya dalam UU No 21, dalam RUU Ciptaker juga masih ada di pemerintah pusat.
Sementara tentang sanksi, di dalam UU 21/2014 terdapat sejumlah sanksi pidana baik untuk pemanfaatan langsung maupun tidak langsung, sedangkan di dalam RUU Ciptaker diutamakan sanksi administrasi. Sanksi pidana dalam UU Ciptaker memang masih ada, akan tetapi bila berdampak negatif bagi keamanan, keselamatan dan lingkungan hidup.
Inilah rincian penyesuaian UU 21/2014 tentang Panas Bumi melalui RUU Ciptakerja:
Sumber: PanasBuminews