Masyarakat Sipil Desak RUU Penghapusan Kekerasan Seksual Tetap Jadi Prioritas Prolegnas

Wordpers.id, Nasional – Masyarakat sipil menyampaikan rasa kecewa yang mendalam atas pernyataan Komisi VIII DPR RI terkait akan dikeluarkannya Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU Penghapusan KS) dari daftar Program Legislasi Nasional (PROLEGNAS) Tahun 2020, kemudian dikuatkan dalam Rapat Badan Legislasi (BALEG) DPR bersama dengan Kementerian Hukum dan HAM dan Panitia Perancang Undang-Undang DPR-RI di awal Juli 2020, yang akhirnya memutuskan mengeluarkan RUU Penghapusan KS bersama dengan RUU lainnya.

Dalam kesempatan lain, kami juga mendapatkan informasi bahwa sejak Maret 2020 Komisi VIII telah menyerahkan RUU ini kepada Baleg DPR RI dengan alasan adanya beban penyelesaian agenda RUU yang cukup sulit untuk dipenuhi. Namun, pada saat itu Baleg DPR tidak mengambil alih sebagai RUU Prioritas 2020, sehingga sampai saat ini status RUU Penghapusan KS masih menjadi usulan Komisi VIII.

Kami menilai saat ini sebenarnya terjadi ketidakjelasan status RUU PKS di parlemen. Sejak ditetapkan sebagai proglenas prioritas 2020, sampai bulan Juli 2020 ini belum ada kejelasan siapa yang akan menjadi pengusul RUU ini. Hal ini menimbulkan kebingungan publik mengenai bagaimana posisi kebijakan yang sangat diharapkan untuk melindungi dan memberikan akses keadilan bagi korban kekerasan seksual dan keluarganya. Ketidakjelasan status dan tidak transparannya proses di DPR jelas menyulitkan masyarakat dalam mengawal RUU ini padahal pembahasan RUU sejatinya inklusif dan partisipatif.

Situasi menggantung ini sebenarnya tidak terlalu berbeda dibandingkan Tahun 2019, dimana RUU PKS hanya dijadikan janji yang terusmenerus gagal. Ini membuktikan lemahnya komitmen parlemen sendiri untuk memastikan RUU ini dibahas, seperti yang terjadi pada penutupan periode terakhir DPR-RI 2014-2019, bahwa RUU PKS pun tidak bisa ditindaklanjuti sebagai Carry Over.

Masyarakat sipil yang selama ini mengawal advokasi RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, sangat kaget dan kecewa dengan dikeluarkannya RUU P-KS dari Prioritas Prolegnas. Ditengah meningkatnya kasus kekerasan seksual dalam masa Covid-19. Pidato Ibu Bintang Puspayoga, Menteri Pemberdayaan dan Perlindungan Perempuan dan Anak, dalam diskusi publik, 26 Juni 2020, menyatakan bahwa berdasarkan data SIMFONI, Januari 2020 sampai 19 Juni 2020, terdapat sebanyak 329 kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dewasa dan 1.849 kasus kekerasan seksual terhadap anak baik perempuan maupun laki-laki. Komnas Perempuan mencatat 406,178 kasus kekerasan terhadap perempuan pada 2019, dimana kasus Kekerasan Seksual di ranah publik 2521 kasus dan di ranah privat 2988 kasus. 

Data Forum Pengada Layanan (FPL) yang dihimpun dari 25 organisasi, meyatakan bahwa selama pandemi Covid-19 Maret-Mei 2020, dilaporkan 106 kasus kekerasan yang terdokumentasi. Liputan berita juga menunjukan terjadi begitu banyak kasus kekerasan seksual terhadap anak dan perempuan, seperti korban kekerasan seksual yang menjadi pelaku pembunuhan, isu kawin paksa di Sumba, NTT; meningkatnya kekerasan seksual di kampus dan banyaknya predator seksual yang dilaporkan. Belum lagi kasus terhadap anak-anak laki-laki putra altar yang sudah terjadi selama 20 tahun oleh pembinanya sendiri di Depok. Ini bukti yang sangat jelas bahwa siapapun bisa menjadi korban kekerasan seksual.

Keberadaan kebijakan penghapusan kekerasan seksual ini adalah harapan bagi publik terutama para pendamping korban beserta keluarga korban mengharapkan adanya regulasi yang benarbenar dapat melindungi dan memulihkan korban kekerasan seksual. RUU Penghapusan KS sendiri sebenarnya adalah bukti bahwa negara telah benar-benar memberikan jaminan rasa aman bagi warga negara agar menjalani kehidupan dan aktivitas sehari-hari dalam rasa aman dan terlindungi. Karena berdasarkan data yang dihimpundari berbagai lembaga juga menunjukan adanya pengembangan trend modus dan locus kekerasan seksual yang terjadi baik di ranah privat dan publik.

Dalam memperjuangkan RUU Penghapusan KS ini kami menyadari bahwa proses mengawal telah dilakukan baik oleh komponen masyarakat dan juga rekan-rekan anggota parlemen yang berjuang tak kenal lelah agar RUU Penghapusan KS menjadi kebijakan prioritas. Kami pun mengapreasi bahwa dalam situasi yang tidak menentu terkait nasib RUU Penghapusan KS ini, beberapa rekan anggota legislatif yang bekerja pada periode 2014 – 2019 ini juga melakukan banyak upaya kuat agar kebijakan penghapusan kekerasan seksual tetap diproses.

Berangkat dari situasi ini, kami jaringan masyarakat sipil yang terus mengawal proses RUU PKS tetap memberikan dukungan penuh kepada Anggota DPR-RI agar dapat bersama-sama memperjuangkan RUU PKS menjadi kebijakan yang diprioritaskan, dirumuskan dan disahkan
atas nama kepentingan warga negara dan korban kekerasan seksual di negeri ini yang menanti keadilan dan perubahan baik bagi kehidupan yang aman dan jauh dari kekerasan. Kerja kolaboratif dan koordinatif antar masyarakat sipil, legislatif dan pemerintah juga menjadi harapan untuk memperkuat semua upaya-upaya baik mewujudkan keadilan bagi korban.

Kami sungguh mengapresiasi proses yang berjalan, tanpa mengabaikan anggota DPR yang telah berkomitmen dan bekerja keras mendukung RUU ini, namun butuh dukungan lebih banyak untuk pengesahan RUU ini Dukungan semangat dan kerjasama juga letakkan pada Kaukus Perempuan Parlemen RI (KPPRI) agar menjadi simpul kuat di parlemen dalam mengawal RUU yang berpihak pada pemenuhan hak perempuan dan laki-laki korban kekerasan seksual tetap menjadi perhatian DPR RI. Koalisi kami mendesak DPR begitu pula partai-partai yang wakil-wakilnya ada di DPR untuk mendukung pemberian hak korban melalui dukungan pembahasan RUU Penghapusan KS ini. Besar harapan kami agar Ibu Puan Maharani selaku Pimpinan DPR  perempuan Pertama juga memberikan perhatian kepada Rancangan Undang Undang ini agar segera dibahas dan disahkan.

Untuk itu jaringan masyarakat sipil menyatakan:

1. Mendesak kepada Ketua DPR-RI dan pimpinan segera membahas dan mensahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual yang sudah sangat mendesak, sesuai dengan tuntutanmasyarakat sipil dan keadilan bagi korban.

2. Menuntut kepada Baleg dan semua pimpinan Baleg, untuk memastikan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual masuk Prolegnas Prioritas 2020, dibahas melalui Baleg, sehingga bisa segera disahkan, sesuai harapan dari masyarakat.

BACA JUGA:  Penyerahan SK PPPK di Simeulue, 176 ASN Resmi Dinyatakan Lulus

3. Menuntut semua anggota DPR-RI mendukung pembuatan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual sesuai masukan dan desakan masyarakat sipil, dengan substansi yang sesuai dengan suara dan hak-hak korban baik perempuan, anak, laki-laki dan berbagai kelompok marjinal lainnya.

4. Menuntut DPR membuka akses diskusi, memberikan ruang untuk bersuara dan masukan kelompok masyarakat sipil dalam proses berjalannya pembahasan RUU Penghapusan kekerasan Seksual selalu transparan perkembangannya, sehingga aturannya memang berdasarkan suara masyarakat, juga berpihak kepada hak-hak dan keadilan korban.

5. Meminta Presiden Jokowi melanjutkan komitmen untuk mendukung RUU Penghapusan KS sebagai kebijakan yang menjamin perlindungan korban dengan meminta Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA), Kementerian Hukum dan HAM bekerjasama dan berkoordinasi dengan Komnas Perempuan, Pusat Studi Wanita atau Pusat Studi Gender dan kelompok masyarakat sipil lainnya, agar melakukan upayaupaya strategis memperkuat dibahasnya RUU PKS pada tahun 2020.

Kami menghimbau juga masyarakat sipil di Indonesia untuk selalu menjaga empati dan penghargaan pada korban yang sudah berjuang pada keadilannya. Dan kepada para pendamping dan gerakan masyarakat sipil untuk selalu kuat, bergandeng tangan dan menguatkan untuk
memperjuangkan bersama juga mengawal pembahasan RUU P-KS di parlemen ditengah persoalan-persoalan bangsa lainnya yang juga cukup banyak.

Masyarakat Sipil untuk Pembahasan RUU PKS Prolegnas 2020 Jakarta, 5 Juli 2020

1. Aliansi Jurnalis Independen

2. Aliansi Demokrasi untuk Papua (AiDP)

3. Aliansi Laki-Laki Baru

4. Aliansi Sumut Bersatu

5. AMAN Indonesia

6. Amnesty International Indonesia

7. API Kartini Yogyakarta

8. Ardhanary Institute

9. Asosiasi LBH APIK Indonesia

10. Asosiasi Seni Kreasi Perempuan / ArtsforWomen

11. Bale Perempuan Bekasi

12. Biro Hukum, Perempuan dan Anak – Negeriku Indonesia Jaya

13. Damar Lampung

14. Dian Mutiara

15. Dian Mutiara Malang

16. eLSPA – Kalimantan Tengah

17. Fatayat NU Maluku

18. Flower Aceh

19. Forum Pengada Layanan

20. Gasira Maluku

21. GempaR Papua

22. HAPSARI (Himpunan Serikat Perempuan Indonesia)

23. Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia (HWDI)

24. Hollaback! Jakarta

25. Indonesian Feminist Lawyer Club (IFLC)

26. Mitra Imadei

27. International NGO Forum on Indonesia Development (INFID)

28. Indonesia Rainbow Christian Fellowship

29. Institut KAPAL Perempuan

30. Institut Perempuan

31. Jaringan Seni Perempuan

32. Jaringan Perempuan Perdamaian Indonesia (PWAG Indonesia)

33. JKP3

34. Kalyanamitra

35. Kantor Hukum RSA

36. KePPaK Perempuan (Kelompok Peduli Penghapusan Tindak Kekerasan Terhadap
Perempuan dan Anak)

37. Koalisi Anti Kekerasan Seksual Jayapura

38. Koalisi Perempuan Indonesia

39. Koalisi Ruang Publik Aman

40. Komunitas Koko Jali

41. Komunitas Tuak Pedis – Rote NTT

42. Komunitas Pelangi Kalimantan Selatan

43. Konde.co

44. KONTRAS

45. Konsorsium Permampu

46. KPKB

47. Lambu Ina – Muna

48. LAPPAN Maluku

49. LBH APIK Banten

50. LBH APIK Jakarta

51. LBH APIK Jayapura

52. LBH APIK Medan

53. LBH APIK NTB

54. LBH APIK Sulteng

55. LBH APIK Sumsel

56. LBH APIK Yogyakarta

57. LBH Jakarta

58. LBH Jentera Perempuan Indonesia – Jember

59. LBH Masyarakat

60. Lembaga Pengkajian Pemberdayaan Perempuan dan Anak Papua.

61. Lentera Sintas Indonesia

62. Lokataru Foundation

63. LPP Sekar Jepara

64. LRC-KJHAM

65. Migrant Care

66. Pamflet

67. Papuan Voices Jayapura

68. Pasah Kahanjak

69. Perempuan Berbagi

70. PerEMPUan

71. Perkumpulan Lintas Feminis Jakarta (JFDG)

72. PERUATI – seluruh Indonesia

73. Pergerakan Sarinah

74. Perkumpulan Pendidikan Pendampingan bagi Perempuan dan Masyarakat (PP3M)

75. PEREMPUAN AMAN

76. PESADA

77. PGI

78. PP Fatayat NU

79. Puan Indonesia

80. Puan Mahakam – Kalimantan timur

81. RAHIMA

82. Rifka Annisa Yogyakarta

83. Rumah Baca Hatukau

84. Rumah Faye

85. Rumah Perempuan – Kupang

86. Rumpun Gema Perempuan

87. Sahabat Perempuan Magelang

88. Sapa Institut Bandung

89. SAPUAN (sahabat perempuan anak) Blitar

90. Savy Amira Surabaya

91. Sekolah Damai Indonesia Sekodi – Bandung

92. Semarak Cerlang Nusa- Consultation, Research, and Education for Social Transformation
(SCN-CREST)

93. Spek-Ham Solo

94. Suara Perempuan Desa – Batu, Malang

95. Solidaritas Perempuan Mamut Menteng – Kalimantan Tengah

96. SSP Soe, TTS, Nusa Tenggara Timur

97. Swara Parangpuan – Sulawesi Utara

98. Women’s March Aceh

99. Women Crisis Centre WCC Jombang

100. Women Crisis Centre WCC Mawar Balqis

101. Women Crisis Centre WCC Nurani Perempuan

102. Women Crisis Centre WCC Nurani Perempuan Padang

103. Women Crisis Centre WCC Pasundan Durebang Bandung

104. Women Crisis Centre WCC Palembang

105. Yabiku, Kefa, TTU, NTT

106. Yayasan Budaya Mandiri

107. Yayasan Jurnal Perempuan

108. Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI)

109. Yayasan Pulih

110. Yayasan Pupa Bengkulu

111. Yappika

Individu:

1. Aida Milasari

2. Aquino W. Hayunta

3. Delia Almasari

4. Dolorosa Sinaga, Seniman & Aktivis HAM

5. Ernawati

6. Evi Nureni

7. Flora S. Harto

8. Ika Ardiyani

9. Intan Paramaditha, Penulis

10. Iswardi Lay

11. Juliana Ndolu, Aktivis Perempuan

12. Laila Dwitari

13. Lies Sugondo

14. Mardian Sulistyati

15. Mardiyah Chamim

16. Max Andrew Ohandi

17. Natasya Fila Rais

18. Nico Pongmasaka

19. Ninik Rahayu

20. Nursyahbani Katjasungkana

21. Pudji Tursana

22. Ranty Yustina Dewi, Pekerja Film

23. Rosna Bernadetha

24. Samidar, Aktivis Perempuan & HAM

25. Sita Aripurnami, Aktivis Perempuan

26. Siti Aisah Abubakar

27. Sjamsiah Ahmad

28. Yati Andriyani, Pegiat HAM

29. Yefri Hariani

30. Vitria Lazzarini

31. Wijatnika Ika

32. Zubaidah Djohar.