Anggaran Fantastis, Air Tak Mengalir: DPRD Minta Proyek SPAM Desa Fajar Baru Dievaluasi Total

Bengkulu Utara, Word Pers Indonesia Proyek Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) di Desa Fajar Baru, Kabupaten Bengkulu Utara, kembali menjadi perhatian publik. Proyek bernilai miliaran rupiah itu dinilai belum menunjukkan manfaat nyata bagi masyarakat, meski telah menelan anggaran negara dalam jumlah besar.

Anggota DPRD Bengkulu Utara, Agus Tanto, meminta agar pelaksanaan proyek tersebut dievaluasi secara menyeluruh. Menurut dia, tujuan utama program SPAM adalah memastikan ketersediaan air bersih bagi warga, bukan sekadar menyerap anggaran.

“Saya secara pribadi tidak mengetahui detail regulasi teknisnya. Tapi yang memahami itu tentu kepala desa dan perangkatnya. Program ini jelas untuk masyarakat, namun sampai hari ini belum dirasakan manfaatnya,” kata Agus Tanto saat dimintai tanggapan.

Agus menegaskan, apabila dalam pelaksanaan proyek ditemukan indikasi pelanggaran atau penyalahgunaan, aparat penegak hukum harus bertindak tegas dan profesional.

“Kalau memang ada pelanggaran atau penyalahgunaan program, silakan diproses sesuai hukum. Harus jelas di mana kesalahannya dan apa bentuk pelanggarannya. Jangan dibiarkan menggantung seperti ini,” ujarnya.

Ia juga menyoroti besarnya anggaran proyek SPAM Desa Fajar Baru yang disebut mencapai sekitar Rp5 miliar, dengan rincian tahap pertama lebih dari Rp3 miliar dan tahap kedua sekitar Rp2 miliar.

“Anggaran Rp5 miliar itu uang negara, bukan jumlah kecil. Saya minta kepada Dinas PUPR agar dalam merancang program tidak asal-asalan. Jangan hanya mengejar penyerapan anggaran, tapi pastikan fungsi dan aksesnya benar-benar bermanfaat bagi masyarakat,” kata Agus.

Lebih lanjut, Agus mengingatkan pemerintah desa agar tidak menambah pembiayaan proyek dari sumber lain, seperti Dana Desa (DD) maupun Alokasi Dana Desa (ADD), untuk menutup kebutuhan yang seharusnya sudah termasuk dalam anggaran proyek.

BACA JUGA:  Distribusi 140 Ribu SPPT PBB Tahun 2024 di Bengkulu Utara Ditunda hingga Pasca Lebaran

“Kalau proyeknya Rp3 miliar, maka seluruh kebutuhan harus masuk dalam perhitungan itu. Misalnya biaya listrik Rp100 juta, ya ambil dari anggaran proyek SPAM, jangan dibebankan ke DD atau ADD. Kalau dicampur, perhitungannya jadi tidak sinkron dan rawan temuan,” jelasnya.

Menurut Agus, penambahan anggaran dari luar skema proyek justru berpotensi menimbulkan persoalan baru, khususnya dalam pencatatan dan penghitungan aset desa.

“Desa seharusnya jangan mau menambah anggaran untuk program yang sudah dibiayai negara. Itu berisiko. Asetnya nanti bisa bermasalah. Kasus listrik di SPAM ini bisa menjadi bom waktu,” ujarnya.

Ia menegaskan bahwa pengadaan KWH listrik seharusnya menjadi bagian dari tanggung jawab proyek SPAM, bukan dibebankan kepada pemerintah desa.

“Listrik itu masih tanggungan SPAM. Anggaran Rp3 miliar lebih seharusnya cukup. Kepala desa jangan sampai mengeluarkan dana desa hanya untuk membeli KWH listrik. Kalau nilainya Rp150 juta, ya ambil dari anggaran SPAM itu,” katanya.

Agus mengingatkan, jika persoalan tersebut tidak diselesaikan secara tepat sejak awal, potensi masalah baru akan terus bermunculan di kemudian hari.

“Kalau muncul persoalan baru, itu berarti kesalahan berikutnya. Ini yang saya khawatirkan,” pungkas Agus Tanto.

Reporter: Am
Editor: Agus

Posting Terkait

banner 2000x647

Jangan Lewatkan