BPK Ungkap 14.501 Maslah Dengan Total Mencapai Rp. 8.37 Triliun

BPK RI

Wordpers Indonesia – Dalam sidang Paripurna Badan Pemeriksa Keuangan Repoblik indonesia (BPK RI) mengungkapkan 14.501 permasalahan dengan nilai Rp. 8.37 triliun, Dalam pemeriksaan selama Semester-I tahun 2021. Jumlah tersebut meliputi 6.617 “kelemahan sistem pengendalian intern (SPI)”, dan 7.512 “ketidak patuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, serta 372 “permasalahan ketidak hematan, ketidak efisienan, dan ketidak efektifan”  sehingga total permasalahan mencapai angka 14.501 dengan nominal Rp. 8.37 triliun.

Dari permasalahan ketidak patuhan tersebut mengakibatkan kerugian senilai Rp. 1.94 triliun, potensi kerugian senilai Rp. 776.45 miliar, dan kekurangan penerimaan senilai Rp. 5.55 triliun. Hal ini di ungkap dalam Ikhtisar hasil pemeriksaan semester-I (IHPS) tahun 2021 yang di sampaikan oleh ketua BPK Agung Firman Sampurna, kepada Dewan Pimpinan Rakyat di Jakarta, Senin (7/12).

“atas permasalahan tersebut, terdapat beberapa lembaga dan badan usaha yang telah menyerahkan aset atau menyetor kedalam khas Negara/Daerah/Perusahaan pada saat pemeriksaan sebesar Rp. 967.08 miliar (11,7%) di antaranya Rp. 656.46 miliar merupakan penyetoran dari entitas Pemerintah Pusat, BUMN, dan Badan lainnya. Selain itu terdapat 2.738 permasalahan ketidak patuhan yang berupa penyimpangan administrasi.” Jelas ketua BPK.

Pada semester-II tahun 2020 BPK melakukan pemeriksaan tematik atas penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC-PEN). Selanjutnya, pada semester-I tahun 2021 BPK mengawal pelaksanaan atas laporan keuangan baik pada tingkat Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah. BPK menerangkan beberapa permasalahan yang signifikan, di muat dalam hasil pemeriksaan atas LKPP tahun 2020 yang telah di serahkan kepada DPR pada 22 Juni 2021 dan tidak mempengaruhi kewajaran penyajian LKPP tahun 2020.

Permasalahan PC-PEN yang mempengaruhi kewajaran penyajian laporan keuangan terjadi pada Kementrian Sosial yaitu beban bantuan sosial tidak di dukung dengan bukti kewajaran harga dari penyedia dan tidak di dukung dengan penjelasan atas penyaluran Bansos Program Keluarga Harapan (PKH). Serta penyajian piutang bukan pajak kepada Keluarga Penerima Manfaat (KPM) Bansos dengan setatus kartu keluarga sejahtera tidak terdistribusi dan tidak di dukung dengan proses rekonsiliasi antara data By name By Addres dan data Rekening Koran.

BACA JUGA:  Serah Terima Jabatan Kepala Perwakilan BPK Provinsi Bengkulu

Di ungkapkan bahwa hasil pemeriksaan kepatuhan atas pengelolahan subsidi/kewajiban pelayanan publik pada 13 objek pemeriksaan terkait subsidi energi, subsidi pupuk, subsidi bunga kredit, dan KPP di bidang angkutan umum dengan kesimpulan telah di laksanakan sesuai kereteria dengan pengecualian.

Permasalahan yang perlu mendapatkan perhatian antara lain :

  1. PLN (Persero) belum melakukan evaluasi menyeluruh atas efesiensi biaya, serta kurang mengakui dan memperhitungkan non-biaya pokok penyedian (BPP)tenaga listrik dalam dalam pengajuan subsidi kepada pemerintah.
  2. Pertamina (Persero) dan PT. AKR Corporindo belum menyetorkan pajak bahan bakar kendaraan bermotor (PBBKB)yang terkandung dalam kompensasi BBM yang di terima dari pemerintah, masing-masing sebesar Rp. 1.96 triliun dan Rp. 28.67 miliar.
  3. Sedangkan pemeriksaan kepada kepatuhan atas pelaksanaan proyek pada SKK Migas dan KKKS BP telah sesuai kriteria dengan pengecualian, pemerintah belum menerima tambahan bagian negara atas kelebihan pembebanan cost recovery total sebesar Rp. 994.51 miliar.

 

Dalam kurun waktu 16 tahun terakhir yaitu sejak tahun 2005 sampai dengan 30 Juni 2021, BPK telah menyampaikan 621.453 rekomendasi hasil pemeriksaan kepada entitas yang diperiksa sebesar Rp282,78 triliun. Secara kumulatif sampai dengan 30 Juni 2021, rekomendasi BPK atas hasil pemeriksaan periode 2005-semester I 2021 telah ditindaklanjuti entitas dengan penyerahan aset dan/atau penyetoran uang ke kas negara/ daerah/perusahaan sebesar Rp113,83 triliun.

 

Dengan melaksanakan rekomendasi BPK, diharapkan pengendalian intern yang dilakukan pemerintah/perusahaan menjadi semakin efektif, program dapat dilaksanakan secara lebih ekonomis, efektif, dan efisien, kerugian segera dipulihkan, serta penerimaan negara/daerah/perusahaan dapat ditingkatkan. Dan mengurangi permasalahan pada intern pemerintahan/daerah/perusahaan.

 

Editor : Taufik Hidayat

Posting Terkait

Jangan Lewatkan