Word Pers Indonesia – Takut memakan makanan yang haram tapi mengambil uang secara besar-besaran dengan cara korup mereka merasa lazim dan tidak apa-apa, rasa hati nurani sudah dikuasai nafsu dan dibutakan dengan kemewahan membuat mereka tak bisa membedakan yang haq dan batil.
Makanan yang halal dan baik tak hanya dari substansi makanan itu sendiri, tetapi juga dari bagaimana orang mendapatkannya atau cara memperolehnya. Makanan yang halal dan baik bisa jadi menjadi buruk bila cara mendapatkannya buruk, misalnya dengan mencuri, menipu, merampok, suap, dan korupsi.
Korupsi adalah bentuk pencurian, bahkan perampokan. Namun, berbeda dengan pencurian konvensional, pencuri mengambil barang secara sembunyi-sembunyi tanpa sepengetahuan yang punya barang, koruptor terkadang mengambilnya secara terang-terangan. Misalnya, dengan melakukan mark-up atau meminta jatah sekian persen dari nilai proyek.
Berbeda juga dengan perampokan konvensional, perampok memaksa pemilik harta menyerahkan hartanya dengan ancaman senjata tajam. Sedangkan, koruptor merampok dengan ancaman halus, misalnya, tidak akan memenangkannya dalam tender atau memberinya proyek bila tak diberi jatah sekian persen.
Pencurian dan perampokan dalam Islam sangat dilarang, maka korupsi yang mengandung dua unsur itu, sudah pasti juga dilarang. Dalam hadis disebutkan, “Allah melaknat pencuri yang mencuri sebutir telur, lalu di lain waktu ia dipotong tangannya karena mencuri seutas tali.” (HR al-Bukhari).
Bisa dibayangkan, mencuri sebutir telur saja dilaknat oleh Allah, dan mencuri seutas tali diancam hukuman potong tangan, lalu bagaimana dengan besarnya laknat Allah dan ancaman hukuman yang berat bagi koruptor yang mencuri harta ratusan juta hingga miliaran rupiah?
Para pejabat Publik saat ini memiliki kehidupan yang glamor, harta yang melimpah ruah dan ternyata hal itu tak membuat mereka sadar akan hak-hak yang harus mereka lakukan. Memberi santunan dan mencitrakan diri dengan uang rakyat sendiri, kemudian disulap seakan-akan menjadi lembaga, instansi atau individu yang sangat perduli.
Seharusnya para pejabat publik memiliki rasa takut, takut kepada tuhan, dan takut hukum (baik hukum secara undang-undang maupun hukum alam). Namun, akhir-akhir ini para pejabat publik tidak takut akan tuhan (sumpah yang mereka ikrar kan atas nama tuhan) dan hukum secara perundangan. Sebab, mereka bisa membeli hukum dari penegak hukum.
Tapi sangat disayangkan mereka lupa akan karma alam yang akan tuhan berikan terhadap apa yang telah mereka lakukan, seperti kata pepatah “sepandai-pandainya tupai melompat, pasti jatuh juga.”
Dirangkum dari berbagai sumber
Penulis : Anasril A
Editor : Freddy Watania