Mukomuko, Word Pers Indonesia – Isu dugaan perampasan ribuan hektare lahan Hutan Produksi Konservasi (HPK) di wilayah Sei Betung, Kecamatan Penarik, Kabupaten Mukomuko, kembali mencuat. Sebuah perusahaan perkebunan kelapa sawit yang lumayan besar yakni PT Agro Muko Palm Oil Mill (MMPOM) diduga kuat telah menyulap kawasan hutan konservasi menjadi perkebunan komersial.
Padahal, Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan secara tegas mengancam pelaku alih fungsi kawasan konservasi dengan hukuman pidana maksimal 10 tahun penjara dan denda hingga Rp 5 miliar. Selain itu, sanksi administratif seperti pencabutan izin usaha dan penghentian operasional juga dapat diberlakukan.
Kepala Desa Sidomulyo, Muhsinun, mengakui bahwa pihaknya telah lama mendengar isu pengalihfungsian hutan konservasi tersebut. Ia menegaskan dukungan penuh agar kasus ini diusut hingga tuntas.
“Kalau itu diusut kami sangat siap mendukung. Harapan kami, HPK dan HPT yang tidak ada izinnya harus dikembalikan menjadi hutan kembali. Bagaimanapun juga keseimbangan ekosistem alam harus tetap kita pikirkan dan jaga bersama,” tegas Muhsinun saat ditemui awak media.
Namun ketika kembali dikonfirmasi beberapa waktu lalu melalui pesan singkat, Muhsinun hanya menyebutkan singkat bahwa persoalan itu “belum deal”.
Kecaman juga datang dari Ketua Pemuda Muhammadiyah Mukomuko, Saprin. Ia menyoroti lemahnya penegakan hukum terhadap praktik perambahan hutan di Bengkulu, khususnya di Mukomuko.
Saprin menegaskan bahwa Presiden RI telah menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 5 Tahun 2025 tentang Penertiban Kawasan Hutan pada 21 Januari 2025. Dengan payung hukum tersebut, seharusnya kejaksaan dan aparat penegak hukum di daerah bergerak cepat.
“Seharusnya setiap Kejaksaan di daerah sudah bergerak. Apalagi di Mukomuko ini, perambahan hutan oleh korporasi, oknum masyarakat, hingga pejabat sudah terang benderang,” ujar Saprin.
Ia mendesak agar Satgas Penertiban Kawasan Hutan segera menindaklanjuti dugaan perusakan hutan di Mukomuko.
“Kami berharap Satgas segera melirik Provinsi Bengkulu, khususnya Mukomuko. Karena hutan di sini sudah dijarah secara besar-besaran oleh oknum corporate, pemodal, bahkan individu serakah. Selama ini mereka seperti kebal hukum, sementara masyarakat kecil selalu jadi korban,” kecamnya.
Saprin juga menyoroti sikap Pemerintah Provinsi Bengkulu yang dinilainya belum menunjukkan keseriusan dalam melindungi hutan.
“Kami belum melihat adanya action nyata dari Gubernur Bengkulu maupun tim Satgas kehutanan. Padahal kasus ini sudah kompleks, tapi tindakan tegas tidak kunjung terlihat. Setiap hektare hutan yang dikorbankan untuk korporasi rakus adalah pengkhianatan terhadap generasi yang akan datang,” pungkasnya.
Kasus dugaan alih fungsi lahan konservasi ini kini menjadi sorotan publik. Apabila benar terbukti, maka perusahaan terkait tidak hanya menghadapi ancaman hukum berat, tetapi juga kehilangan kepercayaan masyarakat dan pemangku kepentingan.
Reporter: Bambang.S
Editor: Agus.A