Tanggamus, WordPers.ID — Jika ada penghargaan untuk lembaga yang paling tenang menghadapi laporan masyarakat, mungkin Inspektorat Tanggamus pantas masuk nominasi. Betapa tidak?, laporan dugaan KKN dan maladministrasi di Pekon Gunung Tiga sudah dilayangkan sejak Februari 2025. Tapi sampai Juni, yang datang bukan tim audit, melainkan… angin lalu.
Warga sudah teriak. Mantan Ketua BHP, Madroni, bahkan memilih resign lebih cepat dari jabatan demi bisa teriak lebih lantang. Katanya, Kepala Pekon Gunung Tiga, HJH (inisial), diduga asyik “kocok bekam” alias main-main dengan dana ADD dan ADP dari 2022 hingga 2024. Tapi yang bikin heran, laporan ini seperti dilempar ke sumur, masuk, tapi hilang suara.
Inspektorat? Awalnya diam seribu bahasa. Mungkin mereka sedang cari sinyal. Atau mungkin juga lagi sibuk rapat koordinasi internal membahas menu rapat selanjutnya. Yang jelas, setelah media mulai melempar sorotan, barulah muncul suara dari Bu Ning, Inspektur Pembantu wilayah V.
“Kami sudah panggil beberapa orang dan sudah diagendakan audit pekonnya tanggal 11 Juni,” katanya, sok tenang. Bahkan katanya surat sudah dikirim sejak tanggal 5 Juni ke kecamatan. Wow, kecepatan yang luar biasa… kalau ini masih tahun 2005.
Publik tentu bertanya-tanya: apakah sistem pengawasan di Tanggamus berjalan dengan prinsip ‘tunggu viral dulu baru kerja’? Atau ini bagian dari SOP tak tertulis: laporan masuk → abaikan dulu → kalau ribut, baru pura-pura sibuk?
Yang lebih lucu, masyarakat diminta bersabar seolah-olah ini antrean sembako gratis. Padahal yang dipertaruhkan adalah kepercayaan publik dan potensi kerugian negara hingga ratusan juta rupiah. Tapi sayangnya, yang didapat warga hanyalah janji manis… tanpa gula.
Bu Ning juga menyebut semua unsur aparatur dari 2022-2024 akan dipanggil, termasuk juru tulis, linmas, kadus, BHP, sampai penyedia konsumsi. Semoga yang diselidiki bukan cuma menu konsumsi yang enak-enak tapi gak ada kuitansinya.
Ini bukan sinetron. Ini nyata. Rakyat punya harapan, tapi malah disuguhi drama slow motion ala birokrasi. Kalau begini caranya, jangan salahkan kalau masyarakat mulai mikir: “Jangan-jangan yang harus diaudit dulu itu malah Inspektoratnya.”
Warga butuh keadilan, bukan alasan. Butuh tindakan nyata, bukan surat edaran. Dan yang paling penting, butuh Inspektorat yang melek, bukan ngantuk berkepanjangan.
Ayo Inspektorat Tanggamus, bangun dari tidur panjangnya. Jangan tunggu warganya bikin konten TikTok sambil bawa spanduk di depan kantor kalian. Karena kalau rakyat sudah muak, jangan harap bisa diam lagi. ( */team)