Kembalikan ‘Tanah Lapang’ Sebagai Saksi Diam Sejarah Bengkulu

Catatan Pinggir, Benny Hakim Benardie

Salah satu kekhasan Ibukota Provinsi dan kabupaten tua di Provinsi Bengkulu, dimana di pusat kotanya dibuat ‘Tanah Lapang”, lapangan atau alun-alun.

Maksud dan tujuannya jelas untuk kesenangan masyarakat pendatang atau tempatan. Selain untuk berkumpul, bertamasyah dan dijadikan arena olahraga. Salah satunya seperti yang dapat dilihat di Lapangan Merdeka Bengkulu Kota, dihadapan Gedung Daerah/Balai Semarak Bengkulu atau nama aslinya MOUNT FELIX .

Tanah Lapang Kota Bengkulu. Itulah sebutan anak negeri yang pasca kemerdekaan disebut Lapangan Merdeka. Berjuta kenangan dan ceritera yang berawal dari Tanah Lapang ini. Era Kolonial Inggris lapangan ini digunakan untuk keramaian, pasar malam, areal tamasyah.

Ini terus berlangsung hingga pertukaran wilayah kekuasaan antara Inggris dan Belanda Tahun 1824 dengan Traktat Londonnya. Bahkan saat itu, lapangan digunakan sebagai arena Panjat Pinang dan berkumpulnya Tabot (Tabut), Telong-Telong dan Ikan-ikan. Termasuk digunakan sebagai lapangan sepak bola yang pertama di Bengkulu. Ini berlangsung ratusan tahun nanlalu, hingga pertengahan Tahun 1945 saat masih Kotapraja.

Lapangan Merdeka sebelum tahun 2008

Kenangan lain dari Tanah Lapang ini, Saat masyarakat Negeri Bengkulu beramai-ramai berkumpul, untuk mendengarkan kabar dari Jakarta, tentang detik-detik kemerdekaan dari Radio yang dikeraskan didepan Kantor Pos peninggalan Belanda, (Soal Gedung Kantor Pos bersejarah itu diabaikan, dibiarkan hancur oleh pemerintah, itu soal lain) diseberang Tanah Lapang.

Disanalah mereka kembali mendengar suara Bung Karno berteriak, “MERDEKAAA”. Disanalah juga orang berkumpul saat pertama kali Bendera Merah Putih di Kibarkan di Tiang depan Kantor Pos bersejarah itu. Kini tiang itu di geser kesamping dalam gedung. Karena dianggap menganggu lintas jalan.

BACA JUGA:  Disiram, Suara Rakyat Didapat Pemilu 2024

Tanah Lapang tetap menjadi obyek sentral masyarakat Negeri Bengkulu. Baru di tahun 80-an, dibangunlah Tugu Perjuangan, yang puncaknya mirip Monumen Nasional dI Ibukota Jakarta. Baru Tahun 2018, Tugu Perjuangan itu dihancurkan era Gubernur Agusrin M Najamuddin dan diganti mercusuar View Tower yang notabene gagal fungsi itu.

Sejak adanya tugu itulah, Tanah Lapang mulai terjadi kekacauan atas kebiasaan budaya Tabut besanding. Kian sembraut. Apalagi lapangan di tambahi bagunan-bangunan permanen dan nonpermanen yang tak sedap dipandang mata.

Kini awal Januari 2019. Ada rencana Tugu mercusuar View Tower awal bulan Maret nanti akan diluluhlantakkan kembali. Duit negara akan hilang sia-sia lagi. Mungkin orang Bengkulu di luar Provinsi akan bilang, “Inilah akibat kerjo makai pola MUANCUKLADI”.

Penulis hanya megusulkan kepada pihak Pemerintah Provinsi Bengkulu, pertama jangan lagi menghancur, menghilangkan sejarah yang ada, termasuk tanah lapang yang merupakan kebanggaan kita semua. Kedua, Jadkan Provinsi Bengkulu sebaga Negeri Kenangan. Balikan Tanah Lapang seperti aslinya seperti Tahun 1980, meskipun fungsinya sudah berubah.

Wartawan tinggal Bengkulu Kota.

Posting Terkait

Jangan Lewatkan