Rabu, 10 April 2025, Balai Raya Semarak Bengkulu bukan hanya dipenuhi suara langkah dan ketikan keyboard para HRD, tetapi juga dipenuhi harapan. Ribuan pencari kerja, sebagian besar dari mereka kaum muda yang kerap dijuluki “Kaum Mager”, memadati arena Job Fair yang digelar Pemerintah Provinsi Bengkulu. Mereka hadir bukan sekadar untuk melihat-lihat, tapi untuk bertaruh masa depan.
Mereka ingin memutus hubungan dengan status lama sebagai pengangguran.
Job Fair ini merupakan tindak lanjut dari program Loker Merah Putih yang diluncurkan Gubernur Helmi Hasan pada Maret lalu. Sebuah program ambisius yang menyodorkan ribuan lowongan kerja sebagai bagian dari visi besar bertajuk “Bantu Rakyat”. Di atas kertas, program ini memang tampak menjanjikan. Tapi seperti biasa, tantangan justru dimulai ketika janji turun ke jalan.
Angka pengangguran di Bengkulu bukan lagi sekadar statistik yang menjadi bahan presentasi di forum-forum resmi. Ia adalah wajah resah para lulusan baru yang menumpuk ijazah di lemari. Ia adalah bapak rumah tangga yang kehilangan pekerjaan karena PHK, atau ibu rumah tangga yang diam-diam berharap bisa ikut menopang ekonomi keluarga. Pengangguran adalah krisis yang punya wajah, nama, dan cerita.
Itulah sebabnya, Job Fair ini bukan sekadar acara seremonial, tapi harus menjadi titik balik. Harus ada keseriusan untuk memastikan bahwa lowongan yang dibuka bukan sekadar angka di atas baliho, tapi betul-betul relevan dengan kebutuhan pasar dan kompetensi para pencari kerja. Pelatihan kerja dan sertifikasi harus berjalan seiring, bukan jadi program tambahan yang dibiarkan setengah jalan.
Perlu juga disadari, bahwa tidak semua masalah pengangguran selesai dengan membuka ribuan lowongan. Kadang, jurangnya terletak pada minimnya keterampilan, kurangnya informasi, hingga rendahnya kepercayaan diri anak muda lokal terhadap potensinya sendiri. Untuk itu, pendekatan program ketenagakerjaan seharusnya tidak hanya bersifat ekonomi, tetapi juga menyentuh aspek pendidikan, mentalitas, dan ekosistem wirausaha.
Kita berharap “kaum mager” yang kemarin memadati Balai Raya Semarak bukan hanya datang karena euforia, tapi benar-benar dibimbing menjadi “kaum gerak cepat” yang membawa Bengkulu keluar dari jebakan bonus demografi tanpa arah.
Kepada pemerintah, ini bukan saatnya memoles narasi. Ini saatnya membuktikan bahwa tagline “Bantu Rakyat” bukan hanya kampanye, tetapi komitmen nyata.
Dan kepada para pencari kerja, ini saatnya membuktikan bahwa kalian bukan sekadar menunggu. Tapi siap bekerja, belajar, dan berkontribusi.
Ngeri,,,, Karena pengangguran bukan takdir. Tapi tantangan bersama yang harus diselesaikan—dengan kerja nyata, bukan hanya kata-kata.