Material Asal-asalan dan Solar Subsidi, Proyek Jalan Puluhan Miliar di Mukomuko Disorot Tajam

“Proyek Jalan Rp14 Miliar di Mukomuko Diduga Sarat Penyimpangan: Material Buruk hingga BBM Subsidi untuk Alat Berat”

Mukomuko, Word Pers Indonesia – Proyek konstruksi peningkatan ruas Jalan Mukomuko Pondok Batu–Simpang Yamaja (Pondok Kopi) yang menelan anggaran Rp14,43 miliar dari APBD Provinsi Bengkulu 2025 kini menjadi sorotan tajam publik. Pasalnya, proyek yang dikerjakan oleh CV. Catur Pilar Cakrawala itu diduga kuat menyalahi spesifikasi teknis dan menggunakan BBM subsidi untuk operasional alat berat di lokasi pekerjaan.

Temuan tersebut terungkap setelah sejumlah awak media melakukan investigasi langsung ke lapangan, Sabtu (4/10/2025). Hasilnya, ditemukan bahwa material yang digunakan untuk menimbun badan jalan hanya berupa pasir campur tanah (sirtu galian C) dengan sedikit batu koral — jauh dari standar material konstruksi jalan provinsi.

“Ini uang rakyat, jangan dipakai mencari keuntungan pribadi atau perusahaan semata. Kami melihat langsung kualitas materialnya sangat rendah dan bisa membahayakan ketahanan jalan,” ujar Hendra, salah satu jurnalis investigasi di lokasi.

Kejanggalan lain muncul ketika tim media menemukan jeriken berisi solar di gudang proyek tanpa adanya tangki solar industri resmi. Dugaan kuat, alat berat proyek tersebut menggunakan BBM subsidi jenis solar yang disalurkan secara manual menggunakan jeriken.

“Proyek bernilai puluhan miliar seharusnya tidak boleh menggunakan solar subsidi. Itu pelanggaran hukum dan bisa dikenai sanksi pidana,” tegas Hendra.

“Kami minta aparat penegak hukum (APH) turun ke lokasi dan menindak tegas sesuai Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi,” tambahnya.

Nada serupa disampaikan Edi, warga Desa Pondok Batu yang merasa kecewa dengan mutu pekerjaan jalan tersebut.

“Tolong pengawas bekerja profesional. Materialnya jangan asal-asalan. Kalau begini, hasilnya tidak akan bertahan lama. Kami khawatir jalan ini rusak lagi hanya dalam hitungan bulan,” keluh Edi.

BACA JUGA:  Tak Lagi Terisolir, Jembatan Lubuk Silandak Mukomuko Akan Segera Terwujud Tahun Ini

Edi juga mendesak agar penggunaan dana proyek Rp14 miliar itu diaudit secara terbuka karena mencium adanya “aroma penyimpangan anggaran”.

Investigasi juga menemukan kejanggalan lain, tidak adanya kantor direksi keet di area proyek. padahal itu merupakan bagian penting dalam manajemen pelaksanaan pekerjaan konstruksi pemerintah.

Ketua LSM LIRA Kabupaten Mukomuko, Salman Alfarizi, dengan tegas menyoroti absennya fasilitas tersebut.

“Direksi keet itu wajib ada. Dalam proyek pemerintah, keberadaan keet adalah indikator manajemen proyek yang baik dan transparan,” jelas Salman kepada wartawan melalui pesan WhatsApp.

“Tanpa keet, tidak ada pusat koordinasi antara kontraktor, konsultan, maupun pengawas. Ini bisa jadi celah penyimpangan karena tidak ada tempat komunikasi dan pengawasan resmi di lapangan,” tambahnya.

Salman menegaskan, proyek yang tidak dilengkapi dengan keet patut dipertanyakan karena bisa mengabaikan standar operasional dan akuntabilitas anggaran publik.

Kasus proyek jalan Pondok Batu–Yamaja ini menambah daftar panjang dugaan penyimpangan proyek infrastruktur di Bengkulu. Dengan nilai proyek Rp14 miliar lebih, masyarakat menuntut Kejaksaan dan Polda Bengkulu segera turun tangan untuk memastikan penggunaan dana negara tidak diselewengkan.

“Kami berharap aparat hukum bergerak cepat. Jangan biarkan proyek besar seperti ini jadi bancakan oknum,” tutup Salman.

Reporter: Bambang.S
Editor: Agus.A

Posting Terkait

Jangan Lewatkan