Menuntut Spirit Kesetiakawanan Jurnalis Bengkulu, Kritisi Pemda

Mana esprit de corps (setia kawan), Ayo mana Semangat Jurnalis Brotherhood (Persaudaraan) Organisasi Pers Bengkulu PWI, JMSI, SMSI dan AMBO, MOI dll. Untuk berdiri tegak perjuangkan membela hak-hak media-media asuhan mereka yang belum terverifikasi. Jadi alasan Pemda kerdilkan Junalis.

Untuk apa ada uji kompetensi wartawan (UKW) kalau media harus terjebak aturan Pemda menuntut terverifikasi Dewan Pers jadi alasan penting Media terhalang juga di Pemda?

Menanti tantangan Ketua SMSI Pusat untuk SMSI Prov Bengkulu. PTUN Pemda Prov, Kota dan Kabupaten di Provinsi Bengkulu baca https://poroskeadilan.com/2023/03/22/saran-ketum-smsi-ptun-kan-pemda-yang-syaratkan-kerjasama-harus-terverifikasi-dewan-pers/

Artinya Pemda Justru membangkang pernyataan Ketua Dewan Pers. Dewan Pers Nyatakan Tidak Perlu terverifikasi, Lucunya, justru Pemda Paksakan Terverifikasi Dewan Pers, ini logika apa? gagal mikir ia.
Narasi sesat pikir dari Pemda di Bengkulu (pembodohan) mengambil alih kekuasaan Dewan Pers untuk membungkam Jurnalis di Bengkulu.
Baca Link https://wordpers.id/ketua-dewan-pers-tegaskan-perusahaan-media-tidak-perlu-mendaftar-ke-dewan-pers/

Pers Watch Dog Pemerintah, Penjaga Kedaulatan Rakyat ?

“Biarkanlah Pers Mengatur Dirinya Sendiri Sedemikian Rupa, Sehingga Tidak Ada Lagi Campur Tangan Birokrasi”

Pers adalah anjing penjaga (watch dog) demokrasi, penjaga kedaulatan rakyat, untuk menggongong (me-bark) pemerintah atau “penguasa,” mengawal supaya tidak mengeluarkan kebijakan publik yang justru mencederai dan menekan publik (rakyat/masyarakat).

Jika pers kemudian menjadi corong pemerintah atau penguasa, tanpa melakukan check dan balance, maka kemerdekaan pers perlu dipertanyakan? karena kedaulatan rakyat yang melahirkan Kemerdekaan pers pastinya sudah tergadai. Pers akan menjadi alat penguasa (cendrung otoritarian) untuk menekan rakyat dengan kebijakan yang tidak memihak kepada rakyat. Jika demikian sudah seharusnya Rakyat berhak mempertanyakan, mencabut dan mengugat lembaga pers yang terindikasi mencederai Kedaulatan Rakyat yang berpihak menjadi alat kekuasaan pemerintah.

Sebagai contoh ! seringkali dalam prakteknya di lapangan, lembaga Pers akan tertekan, jika disentil oleh pemerintah soal “kerjasama” pencitraan pemerintah lewat iklan dan berita advertorial di lembaga “Pers” tertentu. Alasan tersebut membuat pekerja di perusahaan tertentu menjadi limbung. Belum lagi ada penekanan dari Pemilik Korporasi Pers untuk “berpihak” kepada Pemerintah (berjiwa penguasa otoritarian) yang mencoba melindungi kebijakan yang notabenenya merugikan rakyat.

Harus diingat bahwa anggaran iklan dan berita advetorial yang dianggarkan oleh pemerintah kepada perusahaan pers bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara( APBN) dan Anggaran Pendapatandan Belanja Daerah (APBD), bukan dari kantong pribadi pejabat pemerintah.

APBN dan APBD itu berasal dari rakyat pemilik kedaulatan atas anggaran tujuannya untuk memakmurkan rakyat, dan bukan sarana menekan rakyat lewat pencitraan “membuai rakyat” dengan memanfaat lembaga Pers.

Untuk itu pers harus tetap berdiri dan berpihak pada Rakyat sebagai penjaga Kedaulatan Rakyat. Check and Balance sebagai roh Kemerdekaan pers harus dijalankan atas nama kedaulatan Rakyat. Beritakan program-program pemerintah yang benar-benar berpihak pada rakyat, sekaligus mengawal dan mengkritis program-program pemerintah yang terindikasi merugikan rakyat (menindas rakyat/meng-ekploitasi rakyat).

Pers ?

Pers adalah badan yang membuat penerbitan media massa secara berkala. Secara etimologis, kata Pers (Belanda), atau Press (inggris), atau presse (prancis), berasal dari bahasa latin, perssare dari kata premere yang berarti “Tekan” atau “Cetak”, definisi terminologisnya adalah “media massa cetak” atau “media cetak”.

Media massa, menurut Gamle & Gamle adalah bagian komunikasi antara manusia (human communication), dalam arti, media merupakan saluran atau sarana untuk memperluas dan memperjauh jangkauan proses penyampaian pesan antar manusia.

Dalam UU pers no 40 tahun 1999, Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan meyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik dan segala jenis saluran yang tersedia.

BACA JUGA:  Rohidin: Media Punya Peran Signifikan dalam Menopang Pembangunan Daerah

Lahirnya Kemerdekaan Pers di Indonesia

Kemerdekaan pers berasal dari kedaulatan rakyat dan digunakan sebagai perisai bagi rakyat dari ancaman pelanggaran HAM oleh kesewenang-wenangan kekuasaan atau uang. Dengan kemerdekan pers terjadilah chek and balance dalam kehidupan bangsa dan bernegara. Kemerdekaan pers berhasil diraih, karena keberhasilan reformasi yang mengakhiri kekuasan rezim Orde Baru pada tahun 1998.
Kemerdekaan pers dalam arti luas adalah pengungkapan kebebasan berpendapat secara kolektif dari hak berpendapat secara individu yang diterima sebagai hak asasi manusia.

Masyarakat demokratis dibangun atas dasar konsepsi kedaulatan rakyat, dan keinginan-keinginan pada masyarakat demokratis itu ditentukan oleh opini publik yang dinyatakan secara terbuka. Hak publik untuk tahu inilah inti dari kemerdekaan pers, sedangkan wartawan profesional, penulis, dan produsen hanya pelaksanaan langsung.Tidak adanya kemerdekaan pers ini berarti tidak adanya hak asasi manusia (HAM).

Berdasarkan Pembahasan RUU pers terakhir 1998 dan awal 1999 yang kemudian menjadi UU no. 40 Tahun 1999 tentang pers sangat gencar. Independensi pers, dalam arti jangan ada lagi campur tangan birokrasi terhadap pembinaan dan pengembangan kehidupan pers nasional juga diperjuangkan oleh kalangan pers. Komitmen seperti itu sudah diusulkan sejak pembentukan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) tahun 1946.

Pada saat pembahasan RUU pers itu di DPR-RI, kalangan pers dengan gigih memperjuangkan independensi pers. Hasil perjuangan itu memang tercapai dengan bulatnya pendirian sehingga muncul jargon “biarkanlah pers mengatur dirinya sendiri sedemikian rupa, sehingga tidak ada lagi campur tangan birokrasi”. Aktualisasi keberhasilan perjuangan itu adalah dibentuknya Dewan Pers yang independen sebagaimana ditetapkan dalam UUD No. 40 tahun 1999 tentang Pers.

Kutipan undang-undang Pers

UU No. 40 /1999 menggantikan Undang-Undang No. 11 Tahun 1966 mengenai Ketentuan-Ketentuan Pokok Pers, yang ditambah dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1967, dan kemudian diubah dengan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1982. UU No. 40/1999 menegaskan tidak ada sensor dan pembredelan terhadap pers.

Pasal-pasal yang menegaskan kemerdekaan, fungsi dan pentingnya pers dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 adalah

Pasal 2 : Kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum.

Pasal 3 ayat (1): Pers nasional mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial.

Pasal 6 : Pers nasional melaksanakan peranannya:

1. memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui

2. menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum dan hak asasi manusia, serta menghormati kebhinnekaan.

3. mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat, dan benar

4. melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum, dan

5. memperjuangkan keadilan dan kebenaran.

Kemerdekaan pers diatur dalam:

Pasal 4 ayat (1) : Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara,

Pasal 4 ayat (2) : Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran

Pasal 4 ayat (3) : Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.

Undang-Undang tentang Pers memberi sanksi kepada mereka yang menghalang-halangi kerja wartawan. Pasal 18 Undang-Undang tentang Pers menyatakan, “Setiap orang yang secara melawan hukum berkaitan menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat 2 dan ayat 3 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun atau denda paling banyak Rp 500 juta.”

Penulis: Freddy Watania
Editor: Agus.A

Posting Terkait

Jangan Lewatkan