Merdeka Belajar Nadiem, Benarkah Merdeka? Sebuah Renungan

Foto/Dok Ekslusif Bagus SLE
Foto/Dok Ekslusif Bagus SLE

[ Oleh Bagus SLE ]

Kata Nadiem, bukan dari kantornya instruksi PJJ. PJJ dilakukan karena menyiasati situasi pandemi Corona yang gembar-gembornya telah melumpuhkan ekonomi, melemahkan UMKM dan membuat kacau dunia pendidikan Indonesia bahkan dunia.

Belajar daring ini merupakan bagian dari program ‘merdeka belajar’ yang digagas oleh Nadiem setelah pelantikannya sebagai mendikbud. Merdeka belajar ini benar-benar membuat murid merasa bebas dengan cara belajarnya. Termasuk mungkin ‘bolos’, membuka link pelajaran ‘alamiah’ yang sangat banyak di internet, atau malah bermain game dengan sangat bebas. Suatu ketakutan yang sangat beralasan.

Kita berharap, merdeka belajar ini dimanfaatkan oleh siswa untuk mencari materi pelajaran yang memang menunjang minat dan bakatnya. Bukan seperti yang ditakutkan pada alinea di atas.

Dalam masa wabah yang ‘menakuti’ ini, program ‘kemerdekaan’ ini malah membuat ‘penjajahan’ pada dunia pendidikan. Secara kasat mata, program ini telah ‘memaksa’ banyak orang untuk menggunakan sesuatu, yang tidak dia butuhkan.

‘Penjajahan’ lainnya sangat terasa pada anak-anak dari kalangan yang ‘dipaksa’ miskin. Mereka tidak bisa mengakses program ‘merdeka’ ini, walaupun mereka berada pada wilayah perkotaan sekalipun.

Bagaimana akan mengakses pelajaran, jika saja telepon pintar yang menjadi media menuju ‘kemerdekaan’ saja tidak berani mereka angankan untuk dimiliki? Karena, uang yang dibawa orang tuanya bahkan tidak cukup untuk hanya sekedar membeli beras, dan itu jauh lebih penting karena harus dibayar, sebab berasnya sudah dimakan kemarin.

Merdeka belajar, apapun itu maksudnya, tidak akan terlaksana dengan baik, jika kemerdekaan Indonesia saat ini ‘hanya’ seperti ini.

Bagi masyarakat miskin, penduduk wilayah pedesaan, warga Indonesia di pedalaman, anak-anak negeri di pulau-pulau terpencil, mungkin malah tidak tahu Indonesia ini sudah merdeka atau masih dalam cengkeraman penjajahan yang super kejam? Bagi mereka semakin hari, kehidupan semakin sadis menghempaskan mereka dan harapan anak-anak mereka.

‘Penakutan’ yang dihebohkan melalui wabah corona ini semakin membuyarkan angan untuk hidup lebih baik di masa yang akan datang, terutama melalui pendidikan. Jika saja pendidikan sistim daring akan dilanjutkan, maka banyak anak bangsa akan kehilangan masa depan.

Bukan karena mereka malas, tapi negara ‘mendisain’ mereka untuk menghilangkan masa depan mereka melalui kebijakan-kebijakan politik yang ‘meniadakan’ keberadaan mereka, yang bisa jadi salah satunya, adalah mutiara yang sangat berkilau.

Belajar daring ini adalah salah satu contoh negara mengenyampingkan orang-orang yang belum beruntung dalam finansial dan geografis. Sebab, ketidakmerataan fasilitas yang disediakan pemerintah belum selaras dengan kebutuhan mencapai kemerdekaan belajar tersebut.

Dalam agama Islam, belajar adalah yang diutamakan. Hal itu dicerminkan melalui perintah pertama Sang Pencipta bagi makhluk manusia dengan perintah ‘Bacalah!’. Dan perintah tersebut telah dilakukan nyata oleh yang berakal.

Semua situasi yang tercipta ataupun ‘sengaja diciptakan’ ini, patut dicurigai bahwa ini adalah disain besar dalam menghilangkan keberadaan satu generasi Indonesia, ataupun menghilangkan insan-insan berharga yang berada pada level bawah ekonomi atau yang berada jauh di pelosok dalam hutan pegunungan sana.

Mari kita berharap, bahwa kecurigaan ini hanya menjadi kecurigaan. Mari kita berbuat, apapun itu, untuk mendukung Indonesia menjadi jauh lebih baik, yang bersatu, berdaulat, adil dan makmur.

Semangat berjuang Indonesia!
“”””””””””””””””””””””””””””””””””””””””””””””””

Penulis selain sebagai Tukang seduh Kopi di Pantai Panjang yang menjadikan tempat usahanya sebagai rumah singgah dan ‘kampus terbuka’, juga sebagai traveler, youtuber, bloger, seniman dan sastrawan, juga beberapa kali mengisi materi dalam seminar-seminar di kampus.