Nepotisme Merajalela di Pemerintahan Mukomuko: Ketua LSM NCW Serukan Reformasi

Mukomuko, Word Pers Indonesia – Praktik nepotisme telah menjadi masalah serius di beberapa pemerintahan daerah dan desa, di mana kepala desa sering kali memposisikan keluarga dan kerabatnya pada posisi strategis tanpa mempertimbangkan kemampuan dan keahlian yang sesuai. Kondisi ini menciptakan ketidakadilan dan merugikan masyarakat luas.

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, “Nepotisme adalah setiap perbuatan penyelenggara negara secara melawan hukum yang menguntungkan kepentingan keluarganya dan/atau kroninya di atas kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara.”

“Sanksi pidana bagi pelaku tindak nepotisme diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 pada Pasal 22, yang menyebutkan bahwa penyelenggara negara atau anggota komisi pemeriksa yang melakukan nepotisme dapat dipidana dengan penjara paling singkat 2 tahun dan paling lama 12 tahun, serta denda paling sedikit Rp. 200 juta dan paling banyak Rp. 1 miliar,” jelas seorang narasumber yang juga penggiat Lembaga Kemasyarakatan.

Contoh terbaru adalah polemik terkait pergeseran dan pengangkatan perangkat desa di Desa Penarik, Kecamatan Penarik, Kabupaten Mukomuko, yang sarat dengan praktik nepotisme. Meski masalah ini telah disorot oleh media Wordpers.id beberapa waktu lalu, hingga kini belum ada tindakan dari pihak DPMD Mukomuko, Inspektorat Mukomuko, maupun kecamatan setempat. Praktik nepotisme ini tampaknya menjadi hal yang umum dan tidak ditindaklanjuti dengan serius oleh pihak berwenang.

Melihat fenomena yang semakin meresahkan ini, Ketua LSM NCW Mukomuko, Zlatan Asikin, S.Sos., memberikan pernyataan kepada awak media Wordpers.id terkait praktik nepotisme dalam pemerintahan desa dan daerah.

“Nepotisme adalah setiap perbuatan penyelenggara negara secara melawan hukum yang menguntungkan kepentingan keluarganya dan/atau kroninya di atas kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara. Saya prihatin melihat pemerintah daerah dan desa di Mukomuko yang semakin cenderung mempraktikkan dinasti dalam pengangkatan pejabat dan perangkat desa,” ujar Zlatan Asikin.

BACA JUGA:  Demokrasi di Indonesia Menuntut Perempuan Harus Aktif Terlibat Politik

Lebih lanjut, Zlatan menambahkan, “Saya berharap pihak-pihak terkait tidak menutup mata terhadap masalah ini. Desa Penarik jelas-jelas mempraktikkan nepotisme, namun belum ada tindakan nyata dan pembinaan. Selain Desa Penarik, mungkin ada desa-desa lain yang melakukan praktik serupa. Ini harus segera ditindaklanjuti.”

Sementara itu, Kepala Dinas DPMD Mukomuko melalui Kepala Bidang Pemerintahan Desa, Wagimin, memberikan tanggapan singkat melalui pesan WhatsApp. “Perekrutan calon perangkat desa harus fair dan tidak boleh hanya formalitas. Hasil tes perlu dilihat dulu, bagaimana mekanisme dan SDM calon perangkat desa tersebut. Evaluasi dan rekomendasi dari camat juga penting, dan tentu camat harus selektif terhadap hal itu,” ujarnya.

Fenomena ini menunjukkan perlunya tindakan tegas dari pemerintah dan lembaga terkait untuk memastikan bahwa praktik nepotisme tidak merusak tata kelola pemerintahan yang seharusnya mengutamakan kepentingan masyarakat luas.(Red/Bbg)