Oknum Kades Diduga Aniaya Warga Hingga Keguguran, Kini Panik dan Bolak-Balik Minta Damai

Bengkulu Utara, Wordpers.id – Kasus dugaan penganiayaan yang menyeret seorang oknum Kepala Desa di Kabupaten Bengkulu Utara, Provinsi Bengkulu, terus menuai perhatian publik. Seorang warga desa yang tengah mengandung, Fika (30), melaporkan sang Kades ke Polres Bengkulu Utara setelah menjadi korban kekerasan hingga mengalami keguguran.

Informasi yang dihimpun menyebutkan, oknum Kades yang semula terkesan arogan kini justru terlihat panik. Ia dikabarkan beberapa kali berupaya mendatangi keluarga korban untuk meminta jalan damai, bahkan dengan menurunkan tuntutan “denda adat” yang sebelumnya diajukannya.

Paman korban, saat ditemui wartawan, mengungkapkan bahwa dirinya sempat mengajak orang tua korban untuk meminta maaf sehari setelah peristiwa naas itu terjadi. Namun, niat baik tersebut tak mendapat tanggapan.

“Awalnya kami yang berinisiatif datang, tetapi justru oknum Kades yang meminta uang denda adat sebesar Rp25 juta. Bahkan, ia menuntut agar keponakan kami pindah keluar dari desa dan mencabut laporan di Polres Bengkulu Utara,” ujar paman korban, Kamis (4/9/2025).

Menurutnya, permintaan tersebut dianggap berlebihan dan tak masuk akal. “Keponakan saya membeli rumah di desa itu dari hasil penjualan tanah warisan orang tuanya. Tidak mungkin dia meninggalkan rumah begitu saja hanya karena tekanan Kepala Desa,” tambahnya.

Fika, korban penganiayaan, juga menegaskan bahwa dirinya justru yang kini didekati oknum Kades untuk berdamai.

“Dulu awalnya saya yang bingung, apakah harus minta maaf atau tidak. Tapi sekarang justru pihak Kades yang berulang kali datang menghubungi saya, minta damai. Tuntutan yang tadinya Rp25 juta, turun jadi Rp20 juta, lalu Rp10 juta, sampai terakhir hanya Rp5 juta. Tapi saya tidak bisa menerima, karena janin saya gugur akibat penganiayaan itu,” kata Fika dengan suara bergetar.

BACA JUGA:  Aktivis Perempuan Tri Wulandari Ajak Generasi Muda Lebih Sadari Isu Kekerasan pada Anak dan Perempuan

Ia juga menyebut Ketua Adat kerap mendatanginya untuk menengahi. “Ketua Adat bolak-balik datang, bilang kalau saya mau damai, tidak usah bayar denda adat, nanti masalah di Polres biar diselesaikan Kades. Tapi bagaimana mungkin saya bisa berdamai, sementara anak saya yang dikandung harus hilang karena kekerasan itu,” jelasnya.

Fika menegaskan, dirinya tidak ingin mengambil keputusan sendiri. Semua langkah hukum telah dia serahkan sepenuhnya kepada kuasa hukumnya.

“Saya ikut arahan kuasa hukum. Kalau Ayuk Julisti, kuasa hukum saya, bilang berdamai ya saya ikuti. Kalau beliau bilang lanjut, maka saya juga siap lanjut. Semua saya serahkan kepada jalur hukum,” pungkasnya.

Kasus ini menimbulkan reaksi keras dari masyarakat. Banyak warga menilai, seorang Kepala Desa seharusnya menjadi panutan dan pelindung warganya, bukan justru terlibat dalam tindak kekerasan yang mengakibatkan korban kehilangan janin.

Aktivis hukum dan adat setempat mendesak agar aparat kepolisian bersikap transparan serta tidak terpengaruh oleh upaya perdamaian yang berbau intimidasi. Publik juga meminta agar kejadian ini dijadikan pelajaran penting bagi para pejabat desa agar lebih berhati-hati dalam bertindak.

Kasus dugaan penganiayaan oleh oknum Kades Bengkulu Utara ini kini masih dalam proses penyelidikan di Polres Bengkulu Utara. Publik menanti langkah tegas aparat penegak hukum demi memastikan keadilan bagi korban.(*)

Reporter: Bay
Editor: Anasril

Posting Terkait

Jangan Lewatkan