Pemimpin Narsistik Gangguan Kepribadian Megalomania, Ancaman Bagi Demokrasi di Indonesia

Catatan Demokrasi Jelang Pemilu 2024: Pemimpin Megalomania Narsistik Hancurkan Demokrasi

Megalomania.
Kata “megalomania” berasal dari dua kata Yunani : “μεγαλο” (megalo-), yang berarti besar atau hebat, dan “μανία” (mania), yang berarti kegilaan atau kegilaan.

Naarsistik.
Narcissistic personality disorder atau Gangguan kepribadian narsistik.
Gangguan kepribadian berupa merasa diri sangat penting.
Gangguan kepribadian narsistik lebih sering ditemukan pada pria. Penyebabnya tidak diketahui, tetapi kemungkinan merupakan kombinasi faktor genetik dan lingkungan.

Sementara Narsistik Megalomania merupakan salah satu gangguan kejiwaan yang membuat pengidapnya sulit membedakan kenyataan dan khayalan. Atau, seseorang yang haus akan kekuasaan. Hal ini bisa disebabkan oleh gangguan kejiwaan yang disebut dengan narsistik megalomania.

Dilansir dari Medical News Today, delusion of grandeur atau megalomania adalah salah satu jenis delusi yang dimiliki oleh seseorang yang bisa menjadi gejala dari beberapa penyakit gangguan mental lainnya.

Seseorang dengan gangguan megalomania akan merasa bahwa dirinya lebih hebat dan lebih berkuasa daripada orang lain.

Meskipun terdapat beberapa fakta dan pandangan orang lain yang menunjukkan bahwa penderita megalomania bukan orang yang hebat, namun kedua hal tersebut cenderung diabaikan.
Pemimpin megalomania merujuk pada sifat berlebihan dalam keinginan untuk memiliki kekuatan dan pengaruh yang besar, seringkali diiringi dengan pandangan diri yang sangat tinggi dan kepercayaan diri yang berlebihan. Pemimpin atau pejabat yang menderita megalomania cenderung merasa bahwa mereka memiliki hak istimewa/privilege dan di atas hukum, seringkali mengabaikan kebutuhan dan pandangan orang lain.

Ciri-ciri pemimpin atau pejabat yang megalomania termasuk perilaku otoriter, meremehkan pendapat dan masukan orang lain, mengabaikan kritik, dan kecenderungan untuk memperbesar pencitraan diri mereka sendiri/narsisitik. Mereka juga mungkin berusaha untuk memperluas kekuasaan mereka tanpa batas dan memanipulasi situasi untuk memenuhi ambisi pribadi mereka, seringkali tanpa mempedulikan konsekuensi yang mungkin timbul.

Tambahan lainnya, pemimpin atau pejabat yang menderita megalomania cenderung memiliki dorongan untuk membangun citra diri yang megah dan mengesankan, sering kali dengan menggunakan propaganda atau tindakan yang dramatis. Mereka mungkin merasa bahwa mereka adalah satu-satunya yang mampu mengatasi masalah atau mengambil keputusan yang tepat, bahkan dalam hal-hal yang berada di luar bidang keahlian mereka.

Pengidap megalomania bisa jadi punya gangguan kepribadian. Pendiri aliran psikoanalisis Sigmund Freud (1856-1939) mengatakan bahwa megalomania termasuk narcissistic (narsisistik), mengagungkan diri sendiri secara berlebihan.

Rita L. Atkinson dkk dalam buku Pengantar Psikologi (1993:281) menyebutkan bahwa megalomania termasuk narcissistic personality disorder (gangguan kepribadian narsisistik).

Gangguan kepribadian ini menggambarkan pengidap megalomania sebagai orang yang mempunyai ambisi pribadi yang melambung tinggi yang dipenuhi dengan khayalan-khayalan sukses. Selain itu, selalu mencari pujian dan perhatian. Tidak peka terhadap kebutuhan orang lain, malahan sering mengeksploitasinya.

Ciri ciri megalomania adalah kemegahan ekstrim, ketidakpedulian terhadap kebenaran (post-truth), ketidakmampuan untuk menerima kritik (anti-kritik) atau melihat orang lain yang mendorong dorongan untuk melindungi entitas sosial (etnosentris) dan meremehkan semua orang yang tidak setuju. Megalomania juga gangguan mental ketika seseorang cenderung melebih-lebihkan kemampuan mereka sendiri. Dalam psikiatri, kondisi ini dianggap bukan penyakit independen tetapi merupakan kondisi gelaja patologis lain yang terkait dengan kejiwaan.

BACA JUGA:  Dewan Pers Tetapkan Pembentukan Gugus Tugas dan Tim Seleksi Komite Perpres No. 32 Tahun 2024

Pemimpin Megalomania vs Demokrasi?

Pemimpin megalomania cenderung memiliki obsesi berlebihan terhadap kekuasaan dan dominasi pribadi, seringkali mengabaikan hak dan kepentingan rakyat. Demokrasi, di sisi lain, melibatkan partisipasi warga dalam pengambilan keputusan politik dan memberi mereka kendali atas pemerintahan. Dalam konteks ini, pemimpin megalomania cenderung bertentangan dengan prinsip-prinsip demokrasi karena cenderung mengabaikan aspek partisipatif dan kebebasan berpendapat yang diperlukan dalam sistem demokrasi.

Tindakan-tindakan pemimpin megalomania sering kali mencakup mengekang kebebasan berbicara, penekanan pada propaganda yang memuji diri sendiri, penggunaan aparat keamanan untuk membungkam lawan, dan pemusatan kekuatan dan kekuasaan segelintir orang dalam lingkaran kekuasaan.
Pemimpin yang megalomania sangat mungkin mengambil langkah-langkah untuk membatasi kebebasan berbicara, menentang, dan mengabaikan prinsip-prinsip demokrasi dan hak asasi manusia.

Pemimpin megalomania sudah setiap kebijakannya pasti akan berlawanan dengan prinsip-prinsip demokrasi yang justru mendorong politik pluralisme, perlindungan hak asasi manusia, transparansi, dan akuntabilitas pemerintah.

Dalam sistem demokrasi, keputusan penting dibuat melalui dialog dan diskusi, dengan partisipasi warga dalam pemilihan umum dan proses pengambilan keputusan lainnya. Tujuan utama demokrasi adalah memastikan keadilan, kesejahteraan masyarakat, dan penghormatan terhadap hak-hak individu. Dengan demikian, konsep pemimpin megalomania dan demokrasi berada dalam dua ujung spektrum yang berbeda dalam hal pengelolaan kekuasaan dan partisipasi warga negara.

Pemimpin Megalomania Dalam Sejarah

1. Aleksander Agung, pemimpin besar dunia lampau dari Kekaisaran Makedonia, konon mengalami goncangan mental hebat setelah sahabat karibnya Hephaistion meninggal. Dia masa-masa akhir kehidupannya itu, Aleksander mengalami fase megalomania akut. Dalam keadaan ini, Aleksander selalu merasanya dirinya sebagai titisan Dewa Zeus dan ditakdirkan untuk mashyur dan jaya.

2. Adolf Hitler adalah salah satu dari sekian banyak pemimpin dunia—tidak berlebihan disebut sebagai sang megalomaniak. Dalam tindak-tanduknya, kehidupan dan kepribadian Hitler tertuang jelas dalam catatan-catatan agitatif dan bukunya Mein Kampf (Perjuanganku). Jika dibaca, ada sesuatu keinginan untuk menguasai kelewat batas, merasa superior dan akhirnya memicu holocaust (pemusnahan terhadap ras lain).

3. Megalomania Mantan Presiden Donald Trump pernah dianggap mengancam demokrasi Amerika, Slogan “Make America Great Again menyiratkan Amerika tidak pernah hebat. Ia sangat yakin Amerika akan menjadi bangsa yang besar dibawah kepemimpinannya kelak

4. Pimpinan Pondok Pesantren Al Zaytun, Indramayu, Panji Gumilang diduga mengidap penyakit sindrom megalomania. Hal itu yang kemudian membuatnya kerap kali melontarkan pernyataan kontroversi di depan para santrinya dan media sosial.

Namun, penting untuk diingat bahwa tidak semua pemimpin atau pejabat yang menunjukkan sifat-sifat ini pasti menderita megalomania. Terkadang, perilaku ini bisa menjadi hasil dari keadaan atau tekanan tertentu. Di sisi lain, pengakuan dini dan koreksi atas perilaku tersebut dapat mencegah dampak negatif yang lebih besar dalam lingkungan pemerintahan atau kepemimpinan.

Penulis: Freddy Watania

Sumber Pendukung:
1.https://simple.wikipedia.org/wiki/Megalomania
2.https://www.halodoc.com/artikel/7-fakta-narsistik-megalomania-yang-haus-kekuasaan
3.https://health.kompas.com/read/22L29180000268/mengenal-apa-itu-megalomania-gejala-dan-penyebabnya
4.https://nasional.kompas.com/read/2019/04/21/08402361/megalomania
5.https://analisadaily.com/berita/arsip/2019/5/18/738907/megalomania-politik/
6.https://jatim.viva.co.id/kabar/5261-panji-gumilang-diduga-idap-sindrom-megalomania-ini-kata-pakar-komunikasi