Pemuda Muhammadiyah Desak Penindakan Mafia Sawit: ‘Negara Jangan Kalah di Mukomuko!

“Ribuan Hektare Hutan Mukomuko Dirusak: Mafia Sawit Bermain, Aparat Dinilai Tutup Mata”

Mukomuko, Word Pers Indonesia — Skandal perusakan hutan di Kabupaten Mukomuko kian mengemuka. Ribuan hektare kawasan hutan produksi dan hutan lindung yang seharusnya menjadi benteng ekologi kini berubah menjadi kebun sawit ilegal. Ironisnya, aktivitas tersebut berlangsung terang-terangan tanpa ada tindakan tegas dari aparat penegak hukum.

Ketua Pemuda Muhammadiyah Kabupaten Mukomuko, Saprin Efendi, S.Pd, mengecam keras pembiaran yang terjadi. Ia menilai praktik alih fungsi hutan tanpa izin bukan sekadar pelanggaran hukum, tetapi juga bentuk penghancuran masa depan rakyat dan lingkungan hidup.

“Kalau sawit ditanam secara ilegal, negara tidak menerima Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang seharusnya dibayarkan oleh pemegang izin resmi. Kerugiannya bukan hanya uang, tapi juga lingkungan yang hancur,” tegas Saprin saat dihubungi, Rabu (5/11/2025).

Menurutnya, PNBP seperti Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) dan Dana Reboisasi (DR) merupakan jaminan keberlanjutan lingkungan. Namun, mekanisme itu lumpuh total akibat maraknya perkebunan sawit ilegal.

“Bom Waktu” Bencana Alam Mengancam Mukomuko

Saprin memperingatkan, alih fungsi kawasan hutan secara masif di Mukomuko ibarat bom waktu bagi bencana ekologis.

“Longsor, banjir bandang, erosi di bantaran sungai, bahkan konflik satwa dengan warga—semua itu sudah mulai terjadi. Kalau dibiarkan, penderitaan rakyat akan semakin parah,” ujarnya.

Kejahatan Luar Biasa, Tapi Dibiarkan

Praktisi hukum asal Mukomuko, Muslim Chaniago, SH, MH, menyebut perusakan hutan sebagai extraordinary crime alias kejahatan luar biasa. Dampaknya, kata dia, bukan hanya sosial dan ekonomi, tapi juga menyentuh dimensi politik dan kedaulatan negara.

“Kalau maling motor hanya rugikan satu orang. Tapi kalau hutan dijarah, generasi bangsa ikut hancur. Ini kejahatan lintas batas,” tegas Muslim.

Ia mengingatkan, UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan UU Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, yang kini diperkuat dengan UU Cipta Kerja Nomor 6 Tahun 2023, sudah memberikan dasar hukum kuat bagi aparat.

“Aturan sudah ada, pasal demi pasal jelas. Tapi faktanya, di lapangan mafia sawit lebih berkuasa daripada negara. Regulasi hanya jadi kertas yang bisa dirobek oleh kepentingan segelintir orang,” kata Muslim dengan nada kecewa.

Aparat Hanya Menonton?

Kepala KPHP Mukomuko, Aprin Sialoho, S.Hut, mengakui adanya perkebunan sawit di kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) Air Ipuh I dan II. Ia bahkan sempat dipanggil Polda Bengkulu untuk memberikan klarifikasi.

BACA JUGA:  DPRD Mukomuko Siap Anggarkan Gaji Tenaga Honorer Guru Di APBD P

“Memang ada kebun sawit luas di HPT Air Ipuh I dan II. Tapi soal kepemilikan kami tidak tahu karena tidak ada dokumen sah,” ujarnya.

Namun, meski polisi telah memanggil sejumlah pihak, termasuk anggota DPRD Mukomuko dan pengusaha ternama di Kecamatan Penarik, hingga kini belum ada tindakan nyata seperti penyitaan lahan atau penetapan tersangka.

Mafia Jual-Beli Lahan Hutan Bermain Terang-Terangan

Selain alih fungsi, praktik jual-beli lahan hutan juga kian marak di Mukomuko. Warga hingga spekulan tanah memperdagangkan lahan negara dengan surat keterangan palsu.

Padahal, Pasal 94 UU 18/2013 menyebutkan, “Setiap orang yang memperjualbelikan, menguasai, atau memiliki hasil perusakan hutan dapat dipidana penjara hingga 15 tahun dan denda maksimal Rp10 miliar.”

Data menunjukkan, Mukomuko memiliki kawasan hutan seluas lebih dari 80.000 hektare, meliputi:

  • HP Air Rami: 5.068 Ha
  • HP Air Teramang: 4.780 Ha
  • HP Air Dikit: 2.260 Ha
  • HPT Air Ipuh I: 22.260 Ha
  • HPT Air Ipuh II: 16.748 Ha
  • HPT Air Manjunto: 25.970 Ha
  • HPK Air Manjunto: 2.891 Ha

Namun, lebih dari separuh kawasan itu kini sudah berubah menjadi kebun sawit. Sejumlah nama elit politik dan pengusaha lokal disebut-sebut terlibat, tetapi belum satu pun diproses hukum.

KLHK Temukan Lima Titik Dugaan Perusakan Hutan

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI telah memetakan lima titik dugaan pembukaan hutan ilegal di Mukomuko, meliputi kawasan Hutan Produksi (HP), Hutan Produksi Terbatas (HPT), dan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS).

Menanggapi temuan itu, Saprin mendesak aparat penegak hukum segera bertindak tegas.

“Para pelaku harus diadili dan dikenakan sanksi hukum berat. Mereka juga wajib mengembalikan kerugian negara dan memperbaiki lingkungan yang telah mereka rusak,” tegasnya.

Rakyat Menunggu Nyali Penegak Hukum

Kasus ini kini menjadi ujian keberanian aparat penegak hukum di Bengkulu. Masyarakat menunggu langkah nyata, bukan sekadar klarifikasi.

“Kalau aparat serius, mafia hutan di Mukomuko bisa diberantas. Tapi kalau tidak, sejarah akan mencatat mereka ikut jadi bagian dari perusakan hutan,” pungkas Muslim Chaniago.

Reporter: Bambang
Editor: Redaksi

Posting Terkait

Jangan Lewatkan