PUPA Gelar Pendampingan Relawan SAPA di Empat Desa Model DRPPA di Bengkulu

Bengkulu, Wordpers.id – Deputi Perlindungan Anak Kondisi Khusus, bekerja sama dengan Yayasan Pusat Pendidikan dan Pemberdayaan untuk Perempuan dan Anak (PUPA), kembali mengadakan pendampingan bagi Relawan SAPA (Sistem Perlindungan Anak) di Provinsi Bengkulu. Kegiatan ini berlangsung di empat desa model DRPPA yang terletak di Kabupaten Mukomuko dan Bengkulu Utara.

Direktur Yayasan PUPA Bengkulu, Susi Handayani, menjelaskan bahwa kegiatan ini didasari oleh komitmen Pemerintah Indonesia yang telah meratifikasi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW) melalui Undang-undang Nomor 7 Tahun 1984.

“CEDAW adalah rujukan utama dalam upaya menghapus segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan. Implementasi pemberdayaan perempuan ini diperkuat melalui Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarustamaan Gender (PUG) dalam Pembangunan Nasional,” ujar Susi.

Lebih lanjut, Susi menekankan bahwa pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak harus diterapkan hingga tingkat desa atau kelurahan. “Desa atau kelurahan merupakan wilayah paling potensial dalam menyelenggarakan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak. Untuk itu, diperlukan program yang dapat memfasilitasi terwujudnya Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak (DRPPA) dengan fokus pada pemenuhan 10 indikator serta menyesuaikan tujuh isu Anak Memerlukan Perlindungan Khusus (AMPK),” tambahnya.

Program DRPPA ini mengintegrasikan perspektif gender dan hak anak dalam tata kelola penyelenggaraan pembangunan desa secara terencana, menyeluruh, dan berkelanjutan. Setelah pelaksanaan awal pada tahun 2021 di lima provinsi dengan 10 desa, program ini terus berkembang hingga mencakup 142 desa di seluruh provinsi pada tahun 2023. Empat desa di Kabupaten Muko-Muko dan Bengkulu Utara menjadi proyek percontohan di Provinsi Bengkulu.

Pada tanggal 27-29 Juni 2024, telah dilaksanakan penguatan kapasitas dan pendampingan bagi desa-desa ini, khususnya terkait dengan tujuh isu AMPK.

“Hasil dari kegiatan ini menunjukkan bahwa fasilitator desa (fasda) memahami dan memiliki keterampilan untuk mencapai 10 indikator utama DRPPA, terutama yang berkaitan dengan tujuh isu AMPK. Selain itu, mereka juga memahami strategi untuk mengadvokasi penggunaan dana desa demi keberlanjutan program DRPPA di wilayah mereka,” jelas Susi.

Pendampingan ini bertujuan untuk berbagi capaian, tantangan, dan hambatan dalam pelaksanaan DRPPA di empat desa pilot project, meningkatkan pengetahuan tentang konsep DRPPA dan isu AMPK, serta memberikan dukungan psikologis awal bagi korban kekerasan di desa. Dengan demikian, diharapkan relawan SAPA dapat meningkatkan kapasitas mereka dalam melaksanakan program DRPPA secara efektif dan berkelanjutan.

Dengan total peserta mencapai 40 orang per desa, kegiatan ini mengusung pendekatan metode Pembelajaran Orang Dewasa (POD), yang memastikan setiap peserta dapat berkontribusi secara aktif dalam mencapai tujuan program.

Pendampingan ini menjadi langkah penting dalam mewujudkan desa-desa di Bengkulu yang ramah perempuan dan peduli anak, sekaligus mendukung upaya pemerintah dalam mencapai kesetaraan gender dan perlindungan anak hingga ke tingkat desa.