Penilaian Kepatuhan Standar Pelayanan Publik Perlu Komitmen Kepala Daerah

Jaka Andhika (Asisten Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Bengkulu)
Jaka Andhika (Asisten Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Bengkulu)

Ombudsman Republik Indonesia sebagai Lembaga Negara Pengawas Penyelenggaraan Pelayanan Publik yang diamanahkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah pada Bulan Desember 2021 kembali memberikan penganugerahan predikat Kepatuhan Standar Pelayanan Publik bagi Instansi Pemerintah Penyelenggara Pelayanan Publik

Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia memberi mandat kepada Ombudsman RI untuk berperan sebagai lembaga pengawas eksternal pelayanan publik baik yang dilakukan oleh pemerintah termasuk BUMN, BUMD dan BHMN serta Badan Swasta atau Perorangan yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan publik tertentu yang seluruhnya atau sebagian dananya berasal dari APBN atau APBD, berdasarkan mandat, tugas, fungsi, dan wewenang Ombudsman RI bekerja terus-menerus mendorong pemerintah selalu hadir dengan membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis dan terpercaya, memperkuat dan membangun transparansi dan akuntabiltas kinerja pemerintah, serta pengawasan terhadap aksesibilitas dan kualitas pelayanan publik yang diberikan sebagai hak yang harus dipenuhi kepada masyarakat. Dalam rangka menjalankan fungsi pengawasan tersebut setiap tahun Ombudsman Republik Indonesia melakukan penilaian dan pemeriksaan tingkat kepatuhan kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah terhadap standar pelayanan publik.

Hal ini sejalan dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2020 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, yang menempatkan langkah-langkah Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah untuk mematuhi Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan pubik dalam peningkatan kualitas pelayanan publik sebagai bagian dari proses penyempurnaan dan peningkatan kualitas Reformasi Birokrasi Nasional (RBN), yang salah satunya menempatkan kepatuhan terhadap standar pelayanan publik sebagai salah satu target capaian RPJMN tersebut.

Fokus penilaian tersebut dipilih karena standar pelayanan publik merupakan ukuran baku yang wajib disediakan oleh penyelenggara pelayanan sebagai bentuk pemenuhan asas-asas transparansi dan akuntabilitas. Sebagaimana dinyatakan secara tegas dalam Pasal 54 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik terdapat sanksi mulai dari sanksi pembebasan dari jabatan sampai dengan sanksi pembebasan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri bagi pelaksana dan penyelenggara pelayanan publik yang tidak memenuhi kewajibannya menyediakan standar pelayanan publik yang layak.

Pengabaian terhadap standar pelayanan potensial mengakibatkan memburuknya kualitas pelayanan. Hal ini bisa diperhatikan dari indikator-indikator kasat mata, misalnya jika tidak terdapat maklumat pelayanan yang ditampilkan atau dipublikasikan, maka potensi ketidakpastian hukum dan maladministrasi terhadap pelayanan publik akan sangat besar. Jika tidak terdapat standar biaya yang dipublikasikan, maka potensi pungli, calo, dan suap menjadi lumrah di kantor tersebut.

Jika tidak terdapat standar dan prosedur pelayanan, maka potensi ketidakjelasan waktu pelayanan terjadi di unit pelayanan publik tersebut. Pengabaian terhadap standar pelayanan publik juga akan mendorong terjadinya potensi perilaku maladministrasi dan perilaku koruptif Dalam jangka panjang pengabaian terhadap 2 standar pelayanan publik potensial mengakibatkan menurunnya kredibilitas peranan pemerintah sebagai fasilitator, regulator, dan katalisator pembangunan pelayanan publik.

Penilaian terhadap pemenuhan standar pelayanan tersebut dilakukan oleh Ombudsman Republik Indonesia dengan berpedoman pada kewenangannya yang secara tegas disebutkan dalam Pasal 8 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia. Dalam penilaian kepatuhan, Ombudsman Republik Indonesia memposisikan diri sebagai masyarakat pengguna layanan yang ingin mengetahui hak-haknya dalam pelayanan publik, seperti ada atau tidaknya persyaratan pelayanan, kepastian waktu dan biaya, prosedur dan alur pelayanan, sarana pengaduan, pelayanan yang ramah dan nyaman, dan lain-lain. Ombudsman Republik Indonesia tidak menilai bagaimana ketentuan terkait standar pelayanan itu disusun dan ditetapkan, sebagaimana telah dilakukan oleh lembaga lain.

Penilaian ini juga tidak untuk menilai efektivitas dan kualitas pelayanan, serta kepuasan masyarakat terhadap pelayanan publik, melainkan hanya memfokuskan pada atribut standar layanan yang wajib disediakan pada setiap unit pelayanan publik. Penilaian kepatuhan ini untuk mengingatkan kewajiban penyelenggara negara agar memberikan layanan terbaik kepada masyarakat berbasis evidence, bukti-bukti, dan metodologi yang kredibel (evidence based policy).

Penilaian yang menggunakan variabel dan indikator berbasis pada kewajiban penyelenggara pelayanan negara memenuhi komponen standar pelayanan publik sebagaimana diatur dalam Pasal 15 dan Bab V Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik dan mengukur hasil dengan menggunakan traffic light system (zona merah, zona kuning dan zona hijau) menemukan tingkat kepatuhan kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah masih jauh dari harapan.

Implementasi di Provinsi Bengkulu

Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Provinsi Bengkulu telah melaksanakan Penilaian Kepatuhan Pelayanan Publik ini dengan menggunakan traffic light system kategorisasi hijau (tingkat kepatuhan tinggi), kuning (tingkat kepatuhan sedang) dan merah (tingkat kepatuhan rendah), untuk zona penilaian Kepatuhan di Daerah (Provinsi, Kota, dan Kabupaten) nilai 0 – 50 masuk dalam kategori rendah di zona merah, nilai 51 – 80 masuk dalam kategori sedang di zona kuning, dan nilai 81 – 100 masuk dalam kategori tinggi di zona hijau, penilaian kepatuhan ini mengambil data dari Laporan Hasil Penilaian Kepatuhan Pelayanan Publik yang dikeluarkan oleh Ombudsman Republik Indonesia tahun 2021, dan untuk penilaiannya dilaksanakan serentak terhadap 24 Kementerian, 15 Lembaga, 34 Pemerintah Provinsi, 98 Pemerintah Kota, dan 416 Kabupaten, dilaksanakan pada rentang bulan Juni-Oktober 2021.

Rincian Penilaian Kepatuhan 2021 di Provinsi Bengkulu yaitu Pemerintah Provinsi Bengkulu berada pada urutan 4 dari 34 Pemerintah Provinsi, dan mendapatkan nilai 91,91 (Zona Hijau), Kota Bengkulu berada pada urutan 14 dari 98 Pemerintah Kota, dan mendapatkan nilai 89.05 (Zona Hijau), Pemerintah Kabupaten Lebong berada pada urutan 8 dari 416 Pemerintah Kabupaten, dan mendapatkan nilai 97,65 (Zona Hijau), Pemerintah Kabupaten Kepahiang berada pada urutan 45 dari 416 Pemerintah Kabupaten, dan mendapatkan nilai 88,74 (Zona Hijau), Pemerintah Kabupaten Bengkulu Utara berada pada urutan 94 dari 416 Pemerintah Kabupaten, dan mendapatkan nilai 83,51 (Zona Hijau), Pemerintah Kabupaten Bengkulu Selatan berada pada urutan 180 dari 416 Pemerintah Kabupaten, dan mendapatkan nilai 72,21 (Zona Kuning), Pemerintah Kabupaten Rejang Lebong berada pada urutan 222 dari 416 Pemerintah Kabupaten, dan mendapatkan nilai 65,99 (Zona Kuning), Pemerintah Kabupaten Seluma berada pada urutan 251 dari 416 Pemerintah Kabupaten, dan mendapatkan nilai 62,71 (Zona Kuning), Pemerintah Kabupaten Kaur berada pada urutan 279 dari 416 Pemerintah Kabupaten, dan mendapatkan nilai 57,99 (Zona Kuning), Pemerintah Kabupaten Mukomuko berada pada urutan 297 dari 416 Pemerintah Kabupaten, dan mendapatkan nilai 54,79 (Zona Kuning), Pemerintah Kabupaten Bengkulu Tengah berada pada urutan 328 dari 416 Pemerintah Kabupaten, dan mendapatkan nilai 51,05 (Zona Kuning)

BACA JUGA:  Lingkungan Rusak, Bencana Bagi Manusia

Dari Hasil Penilaian Kepatuhan Pemerintah Daerah di Provinsi Bengkulu Tahun 2021 tersebut, hasilnya 5 Pemerintah D aerah memperoleh zona hijau (kepatuhan tinggi) ialah antara lain Pemerintah Provinsi Bengkulu, Pemerintah Kota Bengkulu, Pemerintah Kabupaten Lebong, Pemerintah Kabupaten Kepahiang dan Pemerintah Kabupaten Bengkulu Utara, sedangkan 6 Pemerintah Kabupaten memperoleh zona kuning (kepatuhan sedang) diantaranya Pemerintah Kabupaten Bengkulu Selatan, Pemerintah Kabupaten Seluma, Pemerintah Kabupaten Kaur, Pemerintah Kabupaten Rejang Lebong, Pemerintah Kabupaten Mukomuko dan Pemerintah Kabupaten Bengkulu Tengah.

Dampak Penilaian Kepatuhan Pelayanan Publik

Pengabaian atau tidak patuhnya terhadap publikasi standar pelayanan berpotensi pada kurangnya kualitas pelayanan dan terjadinya perilaku maladministrasi. Apabila indikator-indikator standar pelayanan tidak terpampang atau tidak terpublikasikan pada ruang pelayanan, misalnya maklumat pelayanan, persyaratan, alur/mekanisme pelayanan, jangka waktu pelayanan dan biaya/tarif layanan maka potensi terjadinya ketidakpastian hukum terhadap pelayanan publik akan sangat besar, dan dalam Pasal 54 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik terdapat sanksi mulai dari sanksi pembebasan dari jabatan sampai dengan sanksi pembebasan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri bagi pelaksana dan penyelenggara pelayanan publik yang tidak memenuhi kewajibannya menyediakan standar pelayanan publik yang layak.

Membuat komponen standar pelayanan sesuai Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik tentu saja bukan tanpa hambatan misalkan kurangnya anggaran untuk memenuhi sarana prasarana komponen standar pelayanan sampai kurang luasnya ruang pelayanan untuk mempublikasi semua komponen standar pelayanan adalah beberapa hal kendala dalam memenuhi komponen standar pelayanan publik ini, serta komitmen dari Pimpinan Instansi Pemerintah Daerah yang masih perlu di tingkatkan dalam hal perbaikan dan peningkatan kualitas kepatuhan terhadap Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik

Melihat hasil penilaian kepatuhan Standar Pelayanan Publik di beberapa Pemerintah Daerah di Provinsi Bengkulu tahun 2021 maka ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk menjadi pertimbangan perbaikan yaitu :

Penyelenggara layanan (Organisasi Pemerintah Daerah) membuat program secara sistematis dan mandiri untuk mempercepat implementasi standar pelayanan publik sesuai Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, dan Peraturan Menteri PAN/RB Nomor 15 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan karena Penyelenggara layanan wajib mempublikasikan standar pelayanan kepada pengguna layanan.
Kepala Daerah dan Pimpinan penyelenggara layanan terlibat aktif dalam memantau konsistensi peningkatan kepatuhan dalam pemenuhan standar pelayanan publik. Terdapat lebih dari 10 komponen standar pelayanan yang harus dipenuhi penyelenggara pelayanan publik berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, dan Peraturan Menteri PAN/RB Nomor 15 Tahun 2014 tentang Pedoman Standar Pelayanan dalam rangka terciptanya kualitas pelayanan publik untuk kesejahteraan masyarakat.
Kita tentu yakin penyelenggara pelayanan mampu melakukan perbaikan- perbaikan komponen standar pelayanan mengingat komponen standar pelayanan adalah salah satu pilar dari terciptanya kualitas pelayanan yang baik.

Komitmen Kepala Daerah

Komitmen kepala daerah untuk memenuhi Undang-Undang 25 Tahun 2009 tentang pelayanan publik ini salah satunya dimanifestasikan dengan pembentukkan tim/kepanitiaan peningkatan kualitas pelayanan publik di lingkungan internalnya yang dimandatkan untuk memberikan pendampingan, monitoring dan evaluasi pemenuhan standar pelayanan publik. Tim/kepanitiaan tersebut dituangkan melalui Surat Keputusan Kepala Daerah sehingga tim memiliki legal formal menjalankan tugasnya dalam rangka memenuhi kewajiban Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.

Tentunya tim/kepanitiaan ini memiliki tantangan dalam menjalankan amanah tersebut, yang utama adalah mindset penyelenggara negara dalam pelayanan yang masih belum memiliki kesepahaman mengenai pentingnya standar pelayanan publik sebagai upaya reformasi birokrasi. Beberapa dari abdi negara ini namun demikian mengingat komitmen kepala daerah yang memiliki kewenangan secara masif dalam mengambil kebijakan, keputusan melalui tim/kepanitiaan yang telah dilegalisasi oleh kepala daerah, berangsur mindset tersebut mulai terbuka untuk melakukan perbaikan pelayanan publik.

Sebagai bentuk evaluasi terhadap pemenuhan standar pelayanan tim bentukan kepala daerah melakukan penilaian pada Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dan Unit pelayanan. Hasil evaluasi kemudian disampaikan kepada Kepala Daerah, untuk nantinya diberikan arahan. Bila mana diperlukan evaluasi dilakukan beberapa kali guna penjaminan mutu ketersediaan standar pelayanan publik.

Melalui upaya lain, komitmen kepala daerah tersebut hampir selalu digaungkan dalam apel bersama ataupun kegiatan tertentu yang melibatkan OPD di daerah tersebut. Sebagai bentuk apresiasi kepada penyelenggara pelayanan, kepala daerah memberikan reward dan sanksi kepada penyelenggara pelayanan. Reward disesuaikan dengan kemampuan daerah masing-masing. Ada yang berinisiatif memberikan penambahan anggara pada OPD atau Unit Pelayanan ataupun piagam penghargaan. Sedangkan bagi penyelenggara pelayanan yang lalai atau mengabaikan ketersediaan standar pelayanan oleh kepala daerah diberikan sanksi. Pemberian sanksi sebagaimana amanat Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik dan Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang- Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik antara lain berupa pengenaan teguran tertulis, pembebasan dari jabatan, penurunan gaji sebesar satu kali keanaikan gaji berkala paling lama 1 (satu) tahun, penurunan pangkat, pembebasan dari jabatan, pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri, pemberhentian tidak dengan hormat.

Penulis Jaka Andhika (Asisten Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Bengkulu)

Posting Terkait

Jangan Lewatkan