Peningkatan Keterampilan Berkomunikasi Anak Usia 4-6 Tahun Dengan Metode Bercerita

Muji Rahayu Ningsih PTK Paud Terpadu Bakti Nusa Desa Tirta Mulya Kecamatan Ipuh
Muji Rahayu Ningsih PTK Paud Terpadu Bakti Nusa Desa Tirta Mulya Kecamatan Ipuh

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERKOMUNIKASI ANAK USIA 4-6
TAHUN MELALUI METODE BERCERITA DI KELOMPOK BERMAIN A PAUD TERPADU BAKTI NUSA

Oleh:

Muji Rahayu Ningsih,S.Pd

(Guru Paud Terpadu Bakti Nusa Desa Tirta Mulya Kecamatan Ipuh Kabupaten Mukomuko Bengkulu)

ABSTRAK 

Search Console : Keterampilan Berkomunikasi, Metode Bercerita 

Publiser On Redaksi Word Pers Indonesia Maret 2021

Keterampilan berkomunikasi adalah kecakapan atau kemampuan seseorang dalam  menyampaikan ide, gagasan, pikiran dan perasaan kepada orang lain menggunakan bahasa lisan dengan jelas, benar dan dapat difahami orang lain.  Keterampilan berkomunikasi dapat diasah melalui berbagai metode, diantaranya adalah  metode bercerita. Bercerita adalah salah satu keterampilan yang sangat imajinatif  dan komunikatif. Oleh sebab itu, bercerita sangat penting digunakan dalam mengasah keterampilan berkomunikasi. 

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan, keterampilan bicara anak kelompok bermain A Paud Terpadu Bakti Nusa rendah. Hal ini disebabkan  pengembangan kegiatan yang menggali keterampilan berkomunikasi sering ditinggalkan,  kurangnya kesempatan untuk mengekspresikan dan mengungkapkan gagasan  yang dimiliki oleh anak. Dan guru juga kurang melakukan inovasi dengan metode  dan media yang lebih menarik. Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini,  yaitu bagaimana peningkatan keterampilan bicara anak melalui bercerita.  Berkaitan dengan masalah tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui  langkah-langkah implementasi peningkatan keterampilan bicara anak melalui  bercerita di Paud Terpadu Bakti Nusa Desa Tanjung Jaya Kecamatan Ipuh Kabupaten Mukomuko.

Metode penelitian ini menggunakan jenis penelitian tindakan kelas.  Penelitian ini termasuk penelitian kualitatif dan kuantitatif. Penelitian ini  dilaksanakan dalam dua tahap, yaitu siklus I dan siklus II. Subjek penelitian ini  adalah siswa Kelompok A usia 4-6 tahun. Hasil analisis data terjadi peningkatan  ketuntasan belajar sebesar 62% pada siklus I dan 85% pada siklus II. Ini berarti  metode bercerita dapat diterapkan untuk meningkatkan  keterampilan bicara anak di Paud Terpadu Bakti Nusa. Dengan adanya peningkatan tersebut, menunjukkan bahwa metode bercerita dapat berhasil dengan baik atau memenuhi batas ketuntasan  yang ditentukan yaitu sebesar 80%. 

Metode Bercerita dengan Gambar foto Dok Muji Rahayu Ningsih
Metode Bercerita dengan Gambar foto Dok Muji Rahayu Ningsih

Latar Belakang

Anak adalah sebuah anugerah yang diciptakan oleh Tuhan Yang Maha  Esa. Mereka memberikan warna dalam kehidupan, pelita di kegelapan, guru  dan simfoni keindahan penyejuk qalbu. Mereka adalah tunas bangsa yang  akan menentukan maju mundurnya sebuah negara. Sebagai generasi  penerus/tunas bangsa, anak merupakan harta paling berharga yang harus  dijaga, disayangi, dan diberi perhatian khusus, agar tercipta seorang generasi  yang beriman, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,  sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang  demokratis serta bertanggung jawab.  

Anak merupakan harta sekaligus cobaan bagi orangtuanya. Allah  berfirman dalam Al-Qur’an Surat Al Anfal ayat 28 (2005: 180) Dan  ketahuilah bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan  sesungguhnya disisi Allah ada pahala yang besar”.

Berkaitan dengan ayat  tersebut anak menjadi tempat untuk belajar melatih kesabaran, pengetahuan,  sekaligus iman seseorang. Anak yang dibesarkan dengan kasih sayang,  perhatian, dan kebaikan akan tumbuh menjadi pribadi yang matang, baik,  cakap, dan mandiri. Orangtua sangat bertanggungjawab atas kesuksesan  belajar anak, potensi yang dimiliki anak akan berkembang dengan baik dan  bermanfaat bagi lingkungannya ketika orangtua dan lingkungannya  memberikan stimulus yang baik. Stimulus yang didapat anak sangat berpengaruh besar pada kehidupannya. Karena Perkembangan yang dialami  anak pada usia dini merupakan proses perubahan individu dari belum matang  menjadi matang, dari sederhana menjadi komplek, serta suatu proses evolusi  manusia dari ketergantungan menjadi manusia makhluk dewasa mandiri, dan  anak akan tumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang baik dan bahagia.  

Anak usia dini berada pada rentang usia antara 0-6 tahun sedang  mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan sangat pesat dan  fundamental bagi kehidupan selanjutnya. Pada tahun-tahun ini anak memiliki  apa yang disebut sebagai periode-periode sensitif (sensitive periode), selama  masa ini anak secara khusus mudah menerima stimulasi. Perkembangan  utama yang terjadi pada masa ini berkisar pada penguasaan dan pengendalian  lingkungan atau biasa disebut sebagai masa penjelajahan. Anak ingin  mengetahui keadaan lingkungannya, bagaimana mekanismenya, bagaimana  perasaannya, dan bagaimana ia dapat menjadi bagian dari lingkungan. Usia  dini juga merupakan masa anak menjadi sangat peka dan menjadi peniru  ulung (imitator) dalam lingkungannya. Proses peniruan atau imitasi yang  didapatkan di masa kanak-kanak, akan menentukan derajat kualitas pribadi,  kesehatan, intelgensi, kematangan sosial, bahasa dan produktivitas anak pada  tahap berikutnya. Proses ini tidak hanya dilakukan anak terhadap perilaku  saja tetapi juga pada bagaimana orang-orang di sekitarnya melakukan  interaksi sosial dan komunikasi. Interaksi dan komunikasi yang baik  dibutuhkan anak agar dapat menjadi bagian dari lingkungan dan kelompok  sosial. 

Pada rentang usia 2-6 tahun ada beberapa aspek perkembangan yang  harus dicapai oleh anak, yaitu aspek perkembangan nilai-nilai agama dan  moral, motorik, kognitif, bahasa dan sosial emosional. Menurut Agnia (2012:  35) dalam penelitiannya menyatakan bahwa anak usia 3-5 tahun memiliki  karakteristik antara lain: berkaitan dengan perkembangan fisik, anak sangat  aktif melakukan kegiatan, perkembangan bahasa juga semakin baik, anak  sudah mampu memahami pembicaraan orang lain dan mampu  mengungkapkan pikirannya, perkembangan kognitif ditunjukkan anak dengan  rasa ingin tahu terhadap lingkungan disekitarnya, sedangkan dalam  perkembangan sosial emosional anak masih bermain individu, walaupun berdampingan. Program pendidikan untuk anak usia 3-4 tahun seharusnya  disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan anak, baik secara fisik,  kognitif, bahasa, maupun perkembangan lainnya. 

Perkembangan bahasa sebagai salah satu aspek perkembangan yang  dikembangkan dalam pendidikan anak usia dini sangat penting dan harus  diperhatikan sejak dini. Karena bahasa seseorang mencerminkan pikirannya,  semakin terampil seseorang berbahasa, semakin cerah dan jelas pula jalan  pikirannya.

Muji Rahayu (2021:5) dalam penelitiannya mengatakan bahwa bahasa merupakan alat penting bagi setiap manusia, melalui bahasa seseorang atau anak akan dapat mengembangkan kemampuan bergaul dengan orang  lain. Keterampilan seseorang dalam berbahasa yang efektif dan baik  mencakup empat segi yaitu keterampilan menyimak, keterampilan berbicara dan berkomunikasi,  keterampilan membaca dan menulis. Setiap keterampilan tersebut erat sekali hubungannya dengan tiga keterampilan lain dengan cara yang berbeda.  Keempat keterampilan tersebut pada dasarnya merupakan satu kesatuan. Bicara sebagai salah satu keterampilan dalam bahasa perlu diperkenalkan dan dilatih kepada anak setiap hari dalam pergaulannya agar berkomunikasi dengan baik dan maksimal, karena anak usia 3-4 tahun melakukan aktivitas berbahasanya baru dalam tahapan menyimak/mendengar dan berbicara. Pada saat berbicara anak  akan belajar mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata, ekspresi,  dan ritme, untuk menyatakan dan menyampaikan pikiran, gagasan serta  perasaannya. Anak juga akan mendapatkan banyak perbendaharaan kosa kata. 

Pemberian stimulasi melalui metode dan media yang menarik, tepat  dan inovatif sangat penting diberikan dalam kegiatan bermain yang  bermakna, khususnya untuk mengembangkan keterampilan bicara anak. Diperlukan sebuah metode dan media yang bisa melatih keterampilan bicara serta berkomunikasi anak, dengan cara mengucapkan kata-kata dan memahami kata yang sudah  diucapkan, mengungkapkan gagasan dan pengalaman yang diperoleh dengan  kalimat sederhana. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk  mengembangkan keterampilan berbicara dan berkomunikasi anak adalah metode bercerita. Muji Rahayu (2021: 5) menyatakan pembelajaran bercerita bukanlah sesuatu yang  menakutkan. Siswa hendaknya sering dilatih bercerita, agar dapat terampil  berbicara  dan berkomunikasi dengan baik tanpa merasa takut, malu, dan grogi. Bercerita  merupakan satu metode yang bertujuan agar anak didik mampu  mengemukakan gagasan secara lisan dengan jelas, urut, dan lengkap sesuai  dengan isi yang dikemukakan.

Hal tersebut di dukung oleh penelitian Belet (2010) dengan judul “The  Use of Storytelling to Develop The Primary School Students Critical Reading  Skill: The Primary Education pre-Service Teachers Opinions”. Bellet  menerapkan konsep bercerita sebelum pelaksanaan pembelajaran oleh guru di  sekolah dasar Turki untuk meningkatkan keterampilan membaca kritis.  Berdasarkan analisis data hasil penelitian, sebagian besar guru menyatakan  bahwa bercerita akan mengembangkan keterampilan siswa untuk berpikir  kritis, meningkatkan kemampuan menganalisis dan menghubungkan suatu  peristiwa dalam bercerita dengan kehidupan nyata. 

Metode-metode pembelajaran yang sesuai untuk diberikan kepada  anak usia dini, akan menentukan kepribadian anak setelah dewasa. Artinya,  bila rangsangan keterampilan bicara diberikan dengan tepat di usia dini, kita  bisa berharap bahwa kelak akan terbentuk manusia dewasa yang juga kreatif. 

Selain metode juga diperlukan sebuah media yang menarik untuk  mengembangkan keterampilan bicara dan berkomunikasi anak. Media tersebut bisa berupa buku,  boneka, CD, kaset, OHP, LCD dan wayang. Wayang sebagai media bercerita bukan lagi hal yang asing bagi keseharian anak. Wayang merupakan warisan  budaya yang harus dilestarikan karena saat ini sudah jarang sekali muncul,  sehingga banyak anak yang tidak mengetahui tentang warisan budayanya. Hal  ini sejalan dengan ungkapan Banung (2014: 40) dalam jurnalnya  “Identification of The Character Figures Visual Style in Wayang Beber of  Pacitan Painting” menyatakan bahwa keberadaan wayang di Indonesia sudah  mulai berkurang, padahal gaya visual artistik wayang beber adalah salah satu 

dari puncak artistik tradisional jawa yang mempunyai pengaruh kuat terhadap  kehidupan masyarakat jawa, wayang beber bagian dari pengetahuan artistik  tradisional yang harus dipelihara dan dikembangkan.  

Penulis menyatakan bahwa menggunakan media sebagai contoh yakni media gambar sebagai alat dalam  pembelajaran akan menjadikan siswa antusias untuk bercerita dan dapat  melatih siswa berbicara dan berkomunikasi dengan lancar dan benar. Begitu pula dengan  wayang. Aktivitas memainkan wayang, mendorong anak untuk  mengungkapkan imajinasi, gagasan dan bahasanya yang dituangkan dalam bentuk bahasa lisan, sehingga akan sangat efektif untuk menggugah  kemampuan bicara anak. Aktivitas bercerita dengan wayang beber, pada  dasarnya mengintegrasikan aktivitas yang sebelumnya secara terpisah  merupakan aktivitas yang akrab dengan keseharian anak, seperti  mendengarkan, berbicara, menggambar, bercerita, dan bermain peran.  

Dalam tulisan Muji Rahayu Ningsih didukung oleh Agnia (2012: 3) dalam penelitiannya  mengatakan bahwa metode bercerita dengan menggunakan alat peraga  berpengaruh terhadap perkembangan berbicara anak. Hal ini dinyatakan  setelah mendapatkan hasil analisis observasi dalam jurnal penelitiannya.  Observasi awal (pretest ) menunjukkan bahwa kemampuan berbicara secara keseluruhan di Sekolah TK masih terlihat sangat kurang. Berbeda dengan  analisis setelah pemberian treatment dengan menggunakan alat peraga  wayang karton yang menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan. 

BACA JUGA:  2,4 Kilo Jalan Provinsi Dirusak, PT. Injatama Harus Ganti Rugi Sesuai Hitungan KJPP

Penelitian tersebut menunjukkan bahwa metode bercerita dengan menggunakan  alat peraga berpengaruh terhadap perkembangan bahasa anak.  Pada masa sekarang ini, kemampuan berbicara menjadi makin krusial.  Pengembangannya harus menjadi pilihan utama bila tak ingin tertinggal di  tengah persaingan global yang sangat ketat. Kenyataan yang terjadi  pengembangan kegiatan yang menggali kemampuan berbicara sering  ditinggalkan. Kebanyakan pendidik dan orangtua hanya fokus pada keterampilan membaca dan menulis. Padahal sebelum keterampilan membaca  dan menulis bisa dilakukan anak, setidaknya anak sudah mampu berfikir dari  hal yang abstrak menuju yang konkrit. Anak sudah mengenal simbol dan  bentuk dengan baik dengan cara mendengar, melihat dan merasakan  kemudian mengkomunikasikan apa yang diperolehnya dengan tepat, baru  anak dapat mengikuti keterampilan menulis dan membaca. 

Berdasarkan dari observasi di lapangan, khususnya di Paud Terpadu Bakti Nusa Desa Tirta Mulya menunjukkan bahwa rangsangan bagi  perkembangan keterampilan bicara atau berkomunikasi anak kurang memadai dan kurang  mempertajam dalam menggali potensi bicara anak. Kegiatan belajar mengajar  yang ada belum secara maksimal mampu mengembangkan keterampilan bicara, dan perbendaharaan kosakata anak. Menurut catatan perkembangan  anak di kelas A yang berjumlah 10 siswa ini  70% sebanyak 6 anak belum mampu berbicara dengan jelas dan runtut, dan  30% dengan jumlah 4 anak mampu berbicara dengan jelas dan runtut. Anak anak belum menemukan cara yang tepat untuk mengeluarkan bunyi suara dan rangkaian kata menjadi kalimat sebagai sarana untuk menyatakan ide, fikiran,  dan kebutuhannya, ada yang ragu, malu untuk mengungkapkan diri baik lewat lisan maupun tulisan/gambar, masih suka meniru atau mengikuti apa  yang dilakukan oleh guru, masih kesulitan bahkan sekedar mengikuti apa yang dicontohkan oleh guru. 

Permasalahan lebih spesifik lagi yang terdapat dalam perkembangan bicara anak PAUD TERPADU BAKTI NUSA adalah pengucapan. 21% sebanyak 3 anak  masih sering menghilangkan satu suku kata seperti kata “makan” untuk kata  “makanan”, dan 28% yaitu 4 anak masih sering mengganti huruf dalam kata  seperti kata “atu” untuk kata “aku”, kata “aya” untuk kata “saya”, dan kata  “tutup” untuk kata “cukup”. Hal ini dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan  keluarga, orangtua dari anak-anak tersebut masih menggunakan kosakata  yang sama seperti yang diucapkan anak atau menirukan kembali tanpa  membenarkan. Seperti ketika anak mengucapkan kata “atan” untuk kata  “makan” dan “inum” untuk kata “minum” orangtua malah mengucapkan  kembali kata tersebut dengan bunyi yang sama. Bagi mereka (orangtua) hal  ini “manis” dan “lucu”, padahal seharusnya harus ada pembetulan secara  terus menerus agar anak menemukan model yang baik untuk dicontoh  sehingga anak dapat melafalkan kata dengan tepat untuk dapat  dikombinasikan dengan kata lain menjadi kalimat dan dapat difahami oleh  orang lain.  

Permasalahan selanjutnya terdapat pada pemberian stimulasi kosakata dan kalimat. Dalam perencanaan pembelajaran yang dibuat oleh guru sudah tertulis waktu untuk menyampaikan dan mengulas kosakata baru pada saat  kegiatan pijakan sebelum main, tetapi pada kenyataannya hal ini tidak  dilaksanakan. Kesempatann anak untuk mendapatkan informasi kosakata baru  menjadi kurang, dan anak tidak dapat menjelajahi daya pikir dan  imajinasinya, hal ini akan berpengaruh besar pada keterampilan bicara anak. Selain itu dukungan untuk memperoleh kosakata dari pihak keluarga juga  masih kurang. Hal ini dilatar belakangi oleh faktor ekonomi orangtua, anak anak yang berasal dari ekonomi menengah ke atas kosakatanya lebih luas dan  bervariasi, orangtua lebih aktif dengan sering mengajak berbicara dan  menyediakan referensi yang bisa dipakai anak seperti buku, kamus, dan kartu  kata agar anaknya lebih awal berbicara dan lebh baik. Sedangkan orangtua  dari kelas ekonomi menengah ke bawah jarang memperhatikan  perkembangan bicara anak. bagi mereka selama tidak ada “kecacatan khusus”  maka itu tidak berpengaruh besarterhadap kehidupan anaknya, orangtua  kurang menyadari pentingnya pemberian stimulasi dan pengawalan pada  perkembangan bicara anak usia 3-4 tahun.

Mengutip  pendapat Smit (1975) mengatakan bahwa pemerolehan kosakata anak ketika  menginjak usia 3 tahun diperkirakan antara 800-900 kata, ketika usia 4 tahun  perbendaharaan kosakatanya sekitar 1000 kata, memasuki 5 tahun susunan  kalimat yang diucapkan anak mulai bervariasi, kata yang diucapkan dalam  bentuk panjang yang rata-rata terdiri dari 4-6 kata. Semakin banyak kosakata  yang dimiliki anak, semakin mudah anak untuk menjelaskan kebutuhan,  keinginan, menyampaikan gagasan, tujuan dan imajiinasinya.

Selanjutnya dalam aktivitas pembelajaran kesempatan yang diperoleh  anak untuk mengekspresikan diri dan menyampaikan gagasan masih kurang.  Guru lebih sering terpancing untuk menempatkan diri sebagai subyek.  Padahal seharusnya guru harus menempatkan diri sebagai fasilitator dan  motivator untuk anak didik dalam mengembangkan kemampuan yang  dimiliki oleh anak. Gejala paling menonjol lagi adalah anak kesulitan untuk  secara runtut mengekspresikan perasaan dan persepsinya dalam bahasa lisan  yang khas mereka sendiri. Selama ini alat permainan edukatif atau alat peraga  pembelajaran dibuat oleh guru, anak didik diposisikan sebagai konsumen,  yang secara pasif tinggal menerima segala sesuatu dalam bentuk “jadi” atau  “hampir jadi”. Anak terbiasa menjadi penerima.  

Guru masih beranggapan bahwa hasil lebih utama dari pada proses.  Padahal dalam proses anak akan berpetualang dan berimajinasi dengan apa  yang dilihat, didengar dan dirasakan, sehingga dapat memberi informasi  terbaru pada otaknya. Penyerapan informasi pada masa usia dini sangat tinggi. Seperti yang di ungkapkan oleh Dryden dan Vospaara dalam  penelitiannya bahwa 50% kemampuan belajar anak ditentukan dalam tahun  pertama, dan 30%nya sebelum usia mencapai 8 tahun. Pada masa 4 tahun  pertama anak membentuk jalur-jalur belajar utama di otaknya. Materi apapun  yang anak pelajari nanti akan meresap di jalur-jalurnya. 

Jika hal seperti ini masih kita biarkan saja, dapat kita bayangkan  proyeksi kedepan, anak lebih suka meniru atau mengulang apa yang sudah  disampaikan pendidik, tanpa keberanian untuk berbicara mengungkapkan  pendapatnya. Padahal kemampuan anak untuk mengkomunikasikan perasaan  dan pikirannya dalam bahasa akan sangat membantu proses sosialisasi  dengan teman sebayanya. Disamping itu, kemampuan berbicara dan berkomunikasi juga  merupakan sarana untuk memperoleh kemandirian. 

Selanjutnya secara sosiologis  Desa Tirta Mulya sebagai lokasi Paud Terpadu Bakti Nusa merupakan sebuah wilayah yang dihuni oleh penduduk yang  bercorak homogen, sebagian besar masyarakatnya memeluk dan meyakini  ajaran Islam. Kehidupan di desa ini bisa dikatakan maju dari segi pendidikan  karena memang Tirta Mulya terkenal dengan sebutan “Muko Muko C” yang memiliki Corak Pendatang atau transmigrasi dengan dua suku yakni jawa dan sunda. Tahun demi tahun kesadaran masyarakat terhadap pelestarian  lingkungan yang islami dan tradisional mulai muncul. Lembaga pendidikan  formal TK/PAUD/MI/SD- SMP mulai mengemas pengenalan tradisi dan agama  islam dengan kegiatan pementasan budaya, yang masih tertanam diantaranya Reog dan Kuda Lumping. Berdasarkan laporan program kerja Pemuda dan Organisasi  Krang Taruna pementasan Kuda Lumping, Reog di  desa Tirta Mulya menyatakan siswa lebih mudah menyerap cerita sejarah dan materi Kebudayaan melalui pentas tersebut. 

Kesadaran semacam inilah, yang mendorong penulis untuk mencari  metode dan media yang tepat, agar dapat digunakan secara maksimal sebagai  media untuk mengembangkan keterampilan bicara anak didik usia 3-4 tahun  di Paud Terpadu Bakti Nusa. Penulis menggunakan metode bercerita dan media apapun untuk memfasilitasi pemberian stimulasi keterampilan bicara anak di Paud. 

Berdasarkan uraian di atas penulis merasa tertarik untuk meneliti  tentang kegiatan bercerita menggunakan Benda atau Gambar sebagai media  pembelajaran untuk mempermudah anak dalam meningkatkan keterampilan  bicara. Penulis mencoba mengadakan penelitian tindakan kelas dengan judul  “Peningkatan Keterampilan Berkomunikasi Anak Usia 4-6 tahun melalui Metode Bercerita di Paud Terpadu Bakti Nusa Desa Tirta Mulya

Usia 4-6 Tahun Kelompok A Paud Terpadu Bakti Nusa Desa Tirta Mulya
Usia 4-6 Tahun Kelompok A Paud Terpadu Bakti Nusa Desa Tirta Mulya

Identifikasi Masalah 

Adapun identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

     1. Kurangnya keterampilan bicara anak Kelompok Bermain A Paud Terpadu Bakti Nusa Desa Tirta Mulya. 

  1. Sebagian besar peserta didik belum mampu mengembangkan  keterampilan bicara dalam dirinya. 
  2. Tenaga pendidik kurang mampu mengembangkan kegiatan bercerita  yang lebih menarik anak dan memberikan kegiatan yang mampu  meningkatkan perkembangan bicara dan berkomunikasi anak.

Pembatasan Masalah 

Pembatasan masalah dalam penelitian ini dilakukan agar pembahasan  tidak terlalu luas. Penelitian ini dibatasi pada permasalahan meningkatkan  keterampilan berkomunikasi anak melalui bercerita di KB A Paud Terpadu Bakti Nusa melalui penelitian tindakan  kelas. 

  1. Rumusan Masalah 

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah tersebut di atas  dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut: bagaimana peningkatan  keterampilan Berkomunikasi anak melalui metode bercerita di  KB A Paud Terpadu Bakti Nusa Desa Tirta Mulya.

  1. Tujuan Penelitian 

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan  keterampilan bicara anak melalui metode bercerita menggunakan Beberapa teknik di KB A Paud Terpadu Bakti Nusa.

Manfaat Penelitian 

Sesuai dengan tujuan penulisan maka manfaat yang diharapkan  dari hasil penelitian ini adalah: 

  • Manfaat teoritis 

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi  kepada lembaga-lembaga yang menangani pendidikan anak usia dini  ataupun masyarakat umum yang membutuhkan informasi tentang  perkembangan bicara dan berkomunikasi anak, metode dan media yang tepat untuk  meningkatkan keterampilan bicara anak usia 4-6 tahun . 

  • Manfaat praktis  

Penelitian diharapkan dapat memberi manfaat bagi semua pihak  baik guru, anak/siswa maupun lembaga PAUD, untuk lebih spesifik  penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat : 

Bagi Guru PAUD  

1) Dapat dijadikan bahan masukan dalam menerapkan kegiatan  untuk meningkatkan keterampilan berkomunikasi pada anak. 

2) Meningkatkan kompetensi guru sehingga pembelajaran lebih  berkualitas. 

3) Memotivasi guru dalam meningkatkan keterampilan bicara  dan berkomunikasi untuk menciptakan pembelajaran menarik, menyenangkan dan  bermakna bagi anak. 

Bagi Anak /Siswa  

1) Menciptakan suasana yang menyenangkan dalam kegiatan  berbahasa, berkomunikasi.  

2) Meningkatkan keterampilan bicara pada anak melalui kegiatan  yang menyenangkan. 

  1. Bagi Lembaga PAUD  

Hasil penelitian diharapkan menjadi sumbangan yang  positif bagi seluruh lembaga PAUD pada umumnya dan bagi Kelompok Bermain(KB) A Paud Terpadu Bakti Nusa Desa Tirta Mulya khususnya  dalam rangka meningkatkan kualitas pembelajaran terutama  meningkatkan keterampilan bicara dan berkomunikasi dengan baik bagi anak.