Penulis: Rustam Efendi, SH
Jurnalis, Aktivis Nasional Anti Korupsi Sebagai Ketua Umum LSM Front Pembela Rakyat.
Sistem penegakkan hukum prioritas kasus, dalam prespektif strategi asimetris dalam penegakan hukum, Strategi asimetris pengalihan prioritas penanganan kasus antara Kasus KUR BSI dan Korupsi Jalan Tol di Bengkulu, menuntut tanggungjawab moral dan etika jabatan publik, pejabat publik di bidang hukum. Terkait integritas, transparansi, akuntabilitas dan keadilan hukum
Penanganan Kasus KUR BSI dan Korupsi Jalan Tol di Bengkulu silahkan baca selengkapnya di link di bawah ini;
1.https://bengkulu.antaranews.com/berita/275868/kejati-terapkan-pembuktian-ilmiah-terkait-korupsi-jalan-tol-bengkulu
2.https://bencoolentimes.com/soal-dana-kur-diusut-kejati-diduga-permainan-oknum-bsi/
Sistem penanganan prioritas kasus, atau dikenal sebagai strategi asimetris dalam penegakan hukum, adalah pendekatan di mana penegak hukum memprioritaskan penanganan kasus-kasus yang dianggap memiliki dampak besar atau strategi terhadap masyarakat atau sistem hukum. Dalam strategi ini, sumber daya dan upaya penegakan hukum dipilih dengan tidak proporsional untuk mengatasi kasus-kasus yang dianggap paling penting.
Prinsip dasar di balik strategi asimetris adalah bahwa sumber daya yang terbatas dalam penegakan hukum harus diarahkan dengan cerdas untuk menghasilkan jalur terbesar. Dalam banyak kasus, jumlah pelanggaran hukum melebihi kapasitas sistem peradilan untuk menanganinya secara efisien. Oleh karena itu, menambahkan kasus menjadi penting untuk memastikan bahwa kasus-kasus yang paling penting atau berdampak besar mendapatkan perhatian yang tepat.
Dalam asimetris strategis penegak hukum melakukan penilaian risiko terhadap kasus-kasus yang ada. Mereka mempertimbangkan faktor-faktor seperti tingkat kejahatan, potensi bahaya bagi masyarakat, kerugian ekonomi, atau mengungkapkan strategi yang lebih luas. Berdasarkan penilaian ini, mereka memutuskan untuk mengalihkan sumber daya mereka secara selektif ke kasus-kasus yang paling signifikan.
Dalam beberapa situasi, ini bisa berarti mengabaikan atau menunda penanganan kasus-kasus yang lebih kecil atau kurang penting secara relatif. Tujuannya adalah untuk mencapai efek pencegahan yang lebih besar dan memastikan bahwa upaya penegakan hukum konsentrasi pada kejahatan yang memiliki dampak paling merugikan atau merusak masyarakat.
Meskipun strategi ini dapat membantu memaksimalkan dampak penegakan hukum dengan sumber daya yang terbatas, ada juga kekhawatiran terkait ketidakadilan potensi. Prioritas kasus-kasus tertentu dapat menyebabkan fokus dalam perlakuan hukum dan mengabaikan kasus-kasus yang sebenarnya juga memerlukan penanganan.
Oleh karena itu, penting untuk menjaga keseimbangan yang baik antara strategi asimetris dan perlakuan adil terhadap semua pelanggaran hukum. Pengambilan keputusan harus berdasarkan prinsip-prinsip hukum yang objektif dan transparan, dan mempertimbangkan kepentingan masyarakat secara keseluruhan.
Strategi asimetris dalam penegakan hukum bukanlah pendekatan tunggal yang dapat diterapkan di semua konteks. Setiap sistem peradilan harus mempertimbangkan kondisi lokal, hukum yang berlaku, dan tujuan penegakan hukum yang ingin dicapai untuk memutuskan apakah pendekatan ini sesuai dan efektif.
Apakah penegakkan asimetris, penanganan Kasus KUR BSI dan Korupsi Jalan Tol di Bengkulu adalah upaya tukar tambah kepentingan berpotensi korupsi pelanggaran moral dan etika jabatan publik?
Penanganan Kasus KUR BSI dan Korupsi Jalan Tol di Bengkulu silahkan baca selengkapnya di link di bawah ini;
1.https://bengkulu.antaranews.com/berita/275868/kejati-terapkan-pembuktian-ilmiah-terkait-korupsi-jalan-tol-bengkulu
2.https://bencoolentimes.com/soal-dana-kur-diusut-kejati-diduga-permainan-oknum-bsi/
Secara ideal penegakkan hukum prioritas kasus KUR BSI dan Korupsi Jalan Tol di Bengkulu atau strategi asimetris dalam penegakan hukum seharusnya bukanlah upaya tukar menambah kepentingan korupsi secara inheren. Namun, seperti dalam setiap sistem atau strategi penegakan hukum, terdapat risiko potensi korupsi yang perlu diwaspadai, dicegah dan diperangi.
Pengalihan kasus atau strategi asimetris dalam penegakan hukum, pada dasarnya, adalah pendekatan untuk mengoptimalkan penggunaan sumber daya dan upaya penegakan hukum dengan fokus pada kasus-kasus yang memiliki dampak besar atau strategi terhadap masyarakat atau sistem hukum. Tujuannya adalah untuk mencapai efek pencegahan yang lebih besar dan menangani kasus-kasus yang paling signifikan.
Namun, seperti yang disebutkan sebelumnya, ada kekhawatiran terkait dengan ketidakadilan potensi tukar tambah kepentingan dan penyalahgunaan kewenangan (abuse of power) dalam penggunaan strategi asimetris prioritas penanganan kasus ini. Jika memprioritaskan penanganan kasus dilakukan dengan tidak transparan, tanpa dasar hukum yang jelas, atau dipengaruhi oleh faktor-faktor korupsi seperti suap atau nepotisme, maka dapat memperkuat kekuasaan untuk tambahan kepentingan yang merugikan kepentingan umum.
Oleh karena itu, penting untuk memastikan bahwa pengambilan keputusan terkait prioritas penanganan dia perkara tetap berpegang teguh pada prinsip-prinsip hukum yang objektif, transparan, dan terbebas dari pengaruh korupsi. Penerapan mekanisme pengawasan, lembaga independensi penegak hukum, dan pengawasan publik yang efektif dapat membantu mengurangi risiko korupsi dalam strategi asimetris.
Kesimpulannya, strategi asimetris dalam penegakan hukum tidak dianggap sebagai upaya tukar tambah kepentingan korupsi secara langsung. Namun, keberhasilan dan strategi integritas tersebut sangat bergantung pada kepatuhan terhadap prinsip-prinsip hukum, keterbukaan, dan pengawasan yang efektif untuk mencegah penyelewengan kewenangan, berpotensi terjadi tukar tambah kepentingan untuk korupsi.
Pengertian Umum Asimetris Penanganan Hukum
Asimetris penanganan hukum mengacu pada perbedaan atau ketidaksamaan dalam perlakuan atau penanganan kasus hukum oleh pihak yang terlibat dalam proses hukum. Ini bisa terjadi dalam berbagai konteks, seperti proses peradilan, penegakan hukum, atau negosiasi antara pihak-pihak yang terlibat.
Dalam konteks proses peradilan, asimetris handling law dapat merujuk pada situasi di mana salah satu pihak memiliki akses yang lebih besar terhadap sumber daya hukum, penasihat hukum yang berkualitas tinggi, atau pengaruh politik yang lebih besar. Ini dapat menyebabkan ketidakadilan dalam sistem peradilan, di mana pihak yang memiliki sumber daya lebih besar memiliki keuntungan yang tidak adil dibandingkan dengan pihak lain.
Selain itu, asimetris penanganan hukum dapat terjadi dalam konteks penegakan hukum, di mana pihak-pihak yang terlibat dalam pelanggaran hukum mungkin menghadapi perlakuan yang berbeda berdasarkan faktor-faktor seperti status sosial, kekayaan, atau kekuasaan. Hal ini dapat menyebabkan pembuktian dalam penegakan hukum dan dapat memberikan kesan bahwa hukum tidak ditegakkan secara adil.
Selanjutnya, dalam negosiasi antara pihak-pihak yang terlibat, asimetri penanganan hukum dapat terjadi ketika salah satu pihak memiliki kekuatan tawar yang lebih besar, pengetahuan hukum yang lebih mendalam, atau akses yang lebih baik terhadap informasi yang relevan. Hal ini dapat menyebabkan pertengkaran dalam negosiasi dan dapat menguntungkan pihak yang lebih kuat secara hukum.
Dalam semua kasus ini, asimetris penanganan hukum mencerminkan ketidakadilan atau ketidaksamaan dalam sistem hukum di mana beberapa pihak memiliki keuntungan yang tidak adil atau perlakuan yang tidak setara dibandingkan dengan pihak lain.
Editor: Freddy W