Jambi, WOrd Pers Indonesia — Dalam momentum peringatan Hari Kebangkitan Nasional yang jatuh pada 20 Mei 2025, Guru Besar Psikologi Pendidikan, Prof. Iskandar Nazari, S.Ag., M.Pd., M.S.I., M.H., Ph.D, menyerukan pentingnya restorasi ruhani dalam sistem pendidikan nasional. Menurutnya, kebangkitan sejati hanya dapat dicapai jika pendidikan kembali menyentuh dimensi ruhani sebagai fondasi utama pembentukan manusia Indonesia yang utuh.
“Selama ini kita terlalu sibuk membenahi struktur dan sistem pendidikan, tetapi lupa merawat jiwanya. Pendidikan tanpa ruh akan kehilangan arah dan makna,” ujar Prof. Iskandar dalam refleksi Hari Kebangkitan Nasional di Jambi, Selasa (20/5).
Ia menilai sistem pendidikan dewasa ini terlalu didominasi oleh pendekatan teknokratis, di mana logika angka, akreditasi, dan persaingan menjadi orientasi utama. Sementara itu, aspek pembentukan karakter, kesadaran ilahiah, dan nilai-nilai spiritual mulai terpinggirkan.
Untuk menjawab tantangan itu, Prof. Iskandar menawarkan pendekatan Ruhiologi (Ruhiology Quotient/RQ), yakni paradigma pendidikan berbasis lima kecerdasan utama: IQ (intelektual), EQ (emosional), SQ (spiritual), AI (Artificial Intelligence), dan RQ (ruhiologi). Menurutnya, ruh menjadi pusat penyatu sekaligus penggerak dari seluruh potensi kecerdasan manusia.
“Kami ingin pendidikan tidak hanya mencerdaskan, tetapi juga menyucikan,” tegas Prof. Iskandar.
Model pendidikan ini kini mulai diterapkan di Lembaga Pendidikan Islam Modern Diniyyah Al Azhar Jambi, tempat Prof. Iskandar menjadi pembina kurikulum. Di lembaga tersebut, pendekatan ruhani dijalankan secara sistematis untuk mencetak generasi yang tangguh secara intelektual dan tahan terhadap degradasi moral.
Direktur Pendidikan Diniyyah Al Azhar Jambi, Ust. H. Al Hafiz El Yusufi, S.Pd., MM, menyatakan bahwa konsep Ruhiologi diterapkan dalam seluruh jenjang pendidikan yang mereka kelola.
“Dari ruang kelas, anak-anak kami tempa menjadi generasi yang cerdas, berakhlak, dan memiliki kesadaran ruhani yang kuat. Ini penting agar mereka siap menghadapi tantangan zaman tanpa kehilangan jati diri,” ujarnya.
Konsep Ruhiologi mendapat dukungan sejumlah tokoh nasional. Prof. H. Amin Abdullah, filsuf muslim Indonesia dan mantan Rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, menilai pendekatan ini menjawab krisis nilai dalam sistem pendidikan.
“Kita merasakan adanya krisis dalam pendidikan. Ruhiologi memberikan sumbangan penting dalam pengembangan pendidikan Islam masa depan,” ujar Amin.
Senada, Prof. H. Fasli Jalal, mantan Wakil Menteri Pendidikan dan Rektor Universitas Yarsi, menilai pendekatan ini dapat menjadi model nasional pendidikan holistik di Indonesia.
“Ruhiologi akan menjadi basis pengembangan baru pendidikan Islam, baik untuk masa kini maupun masa depan,” kata Fasli.
Sementara itu, Prof. H. Imam Suprayogo, mantan Rektor UIN Maliki Malang, menyebut Ruhiologi sebagai “ruh yang hilang dari sistem pendidikan kita.”
“Ini pendekatan baru yang mengubah perspektif dari sekadar neurologi menuju ruhiologi,” tegas Imam.
Meskipun berakar dari nilai-nilai Islam, Ruhiologi bersifat universal dan dapat diterapkan oleh siapa pun yang percaya bahwa pendidikan harus membentuk manusia secara menyeluruh—berakal, berperasaan, dan berjiwa.
“Restorasi ruh pendidikan adalah panggilan sejarah. Kita bangkit bukan karena kuat, tapi karena tercerahkan. Dan cahaya itu datang dari dalam—dari ruh yang hidup dan sadar,” tutup Prof. Iskandar.(*)