Tapak Dara, Swastika, dan Padma dalam Hindu

wordprs.id – Dalam Agama Hindu, ada tiga hal yang secara umum sering digunakan dalam melaksanakan ritual/upacara agama, yakni: Mantra, Yantra, dan Tantra. Selain itu, ada ada tiga simbol yang sering digunakan umat Hindu, yaitu: Tapak Dara, Swastika, dan Padwa. Ketiganya, satu dengan lainnya, berkaitan dalam filosofisnya.

Tapak Dara

Tapak dara atau sering juga disebut Tampak dara atau Tatorek, merupakan simbol umum yang digunakan di Bali. Ini adalah simbol sederhana dari swastika yang digambarkan dengan tanda tambah, biasanya ditulis dengan media bahan kapur mentah atau dalam bahasa Bali disebut “Pamor” (limestone) sehingga warnanya menjadi putih. Tapak Dara merupakan simbol penyatuan dualitas kehidupan (Rwabhineda).

Lambang saling menyilang ini di Bali dikenal dengan tanda Tapak Dara, tanda tambah (+). Gambar tapak dara di Bali biasanya digunakan untuk menolak marabahaya atau memberi ketenangan kepada seseorang setelah terjadi sesuatu yang mengejutkan.

Tapak Dara biasanya digunakan saat melaksanakan suatu upacara keagamaan dan juga dipasangkan atau dituliskan pada rumah, digoreskan di beberapa tiang rumah dengan pamor, tentunya ketika dilaksanakan upacara pemlaspas (ritual selametan untuk rumah yang baru dibangun).

Tapak Dara  yang digunakan dalam banten Pejati  sebagai sarana yajna, merupakan simbol dari keseimbangan  antara alam makro  dan mikrokosmos. Tapak Dara juga sering digunakan untuk menghilangkan wabah  yang disebut dengan Gering, Sasab, dan Merana. Gering adalah  wabah  yang menimpa manusia. Sasan adalah penyakit yang menimpa ternak. Sedang Merana adalah  wabah yang menimpa tumbuh-tumbuhan.

Sebelum wabah itu muncul, umat Hindu di Bali Umumnya mengenakan simbol Tapak Dara  di depan pintu masuk rumah masing-masing  yang disertai juga dengan daun pandan berduri (pandan wong). Selain itu, disertai juga dengan benang tri dhatu yaitu benang merah, putih dan hitam yang dililitkan menjadi satu.

Dalam pengobatan tradisional, tanda Tapak Dara dari pamor atau  kapur  sirih  sering digoreskan oleh balian pada bagian tubuh yang dirasakan sakit. Tujuannya, untuk memperoleh kesembuhan, dan kembalinya keseimbangan fungsi tubuh sebagaimana mestinya.

Selain itu, Tapak Dara juga merupakan salah satu simbol dalam agama Hindu  yang selalu mengingatkan kita untuk selalu menjaga keseimbangan dalam hidup dan kehidupan kita.

Swastika

Swastika adalah dasar kekuatan, keselamatan, dan kebahagiaan seluruh alam semesta. Sebagai simbol agama Hindu, Swastika juga memiliki makna perputaran dunia yang dijaga oleh manifestasi kemahakuasaan Tuhan di delapan penjuru mata angin (asthadala) dan berpusat pada Siwa di titik tengah. Kesembilan manifestasi Kemahakuasaan Tuhan itu kemudian disebut  Dewata  Nawa Sanga.

BACA JUGA:  Ombak Geloro dan Akibatnya

Swastika simbol suci agama Hindu, sebagai dasar kekuatan dan kesejahteraan Bhuana Agung dan Bhuana Alit. Swastika sebagai lambang keselamatan, kebahagiaan, dan kesejahteraan seluruh alam semesta.

Sebagai lambang keselamatan, kebahagiaan, dan kesejahteraan alam semesta, swastika dalam sastra-sastra di Bali ditumpngi dengan ajaran-ajaran etika yang mengarah pada makna swastika itu sendiri. Makna simbol swastika adalah catur dharma, yaitu: empat tugas yang patut didharmabhaktikan, baik untuk kepentingan pribadi maupun umum, demi terciptanya kesejahteraan, kebahagiaan, dan kedamaian alam dan manusia itu sendiri.

Padma

Padma sebagai sthana yang suci dari Ida Sang Hyang Widhi dengan semua manfestasinya. Menurut lontar Dasanama Padma atau Dasanama Bunga, kata Padma berasal dari bahasa Kawi yang artinya tunjung atau bunga teratai.

Bunga teratai adalah rajanya bunga. Sebab, bunga ini dapat hidup dalam tiga alam, yaitu: tanah, air, dan udara sebagai simbol Triloka Stana Ttuhan Yang Maha Esa. Kelopak bunga teratai berjumlah sembilan atau yang lazim disebut dengan Dewata Nawasanga. Dan masih banyak hal lainnya kalau dikaji secara spiritual.

Dalam agama Hindu, bunga teratai dipilih sebagai simbol yang tepat untuk menggambarkan kesucian dan keagungan Ida Sang Hyang Widhi  karna memenuhi unsur-unsur :

Pertama, helai daunnya yang berjumlah 8, sesuai dengan jumlah manifestasi Ida Sang Hyang Widhi  di arah delapan penjuru mata angin  sebagai kedudukan horizontal.

Kedua, puncak mahkota sebagai sari bunga  yang menggambarkan kedudukan Ida Sang Hyang Widhi  secara vertikal  dalam berbagai manifestasi-Nya. Demikianlah dari konsep catur lawa (Tapak Dara) dan  asta dala (asta eswarya), Ida Sang Hyang Widhi berdiri di atas bunga Padma dengan segala shaktinya, memutar alam semesta beserta isinya, sehingga semua makhluk berbahagia. Hal ini lebih sering disebut Cakra prawartana, atau cakra gilingin.

Jadi, Tapak Dara, Swastika, dan Padma adalah suatu rangkaian proses. Pertama Tapak Dara, lalu Swastika, dan terakhir menjadi Padma. Dalam pengamalan ajaran Hindu, Padma dapat diamati dalam berbagai bentuk seperti: bangunan, lukisan, sesajen, puja/mantra, dan juga mudra.

Ida Pedanda Gede Made Putra Kekeran (Rohaniwan Hindu)