
BENGKULU UTARA, WORD PERS INDONESIA – Terkait kasus oknum Ustad AS di Kabupaten Bengkulu Utara, yang disebut-sebut diduga telah melakukan tindakan yang dinilai kurang terpuji atas titel yang disandangnya sebagai tokoh agama. Yakni, melakukan diduga perbuatan yang dilarang agama (Persetubuhan maaf,red), terhadap wanita yang bukan muhrimnya. Oknum Ustad dinilai telah menkerdilkan serta melakukan diskriminasi terhadap pers, atas tindakan yang diambilnya melayangkan somasi melalui kuasa hukumnya ke dua media online di Kabupaten Bengkulu Utara. Pasalnya, kedua media online ini berhasil mengangkat fakta pengakuan dari narasumber subjek-objek yang bisa dipertanggungjawabkan, atas dugaan perbuatan tercela yang dilakukannya.
Dimana, somasi yang dilayangkannya menuding kedua media online telah menggiring opini serta tidak memblurkan gambarnya. Kemudian, memaksa kedua media online ini 3X24 jam untuk meminta maaf, dan juga mengancam kedua media online yakni Kilasbengkulu.com dan Penarakyat.id dengan menyebut-nyebut akan membawa masalah ini ke penegak hukum. Hal ini jelas, telah melecehkan dan mendiskriminasi pers atas produk jurnalis dari kedua media online tersebut. Padahal, pemberitaan kedua media online tersebut sudha sesuai dengan kaedah jurnalistik.
Menanggapi hal ini, Pimpinan Media Online KilasBengkulu.com Ediyanto dan Roni selaku pimpinan Media Online Penarakyat.id, mengambil langkah melayangkan surat balasan somasi dari kuasa hukum oknum Ustadz yang diduga melakukan perbuatan tercela. Kepada media ini ketika dikonfirmasi terkait surat balasan somasi yang mereka lakukan kepada pihak oknum ustadz As, menerangkan. Kedua pimpinan ini mengaku, menerima surat somasi pada Kamis 29 Apr 2021, setelah melalui kajian yang mendalam bersama penasehat hukumnya, didapati kesimpulan apa yang dilakukan oleh oknum Ustadz As bersama kuasa hukumnya, sudah terkesan mendiskriminasi produk jurnalistiik. Dalam hal ini, apa yang dilakukan oleh oknum Ustadz cabul berinisial As tersebut, tidak berdasar. Mengingat, produk jurnalistik yang di terbitkan kedua media ini, ditandaskannya sudah sesuai dengan kaedah Jurnalistik dengan merujuk Undang-undang Pers Nomor 40 Tahun 1999.
“Setelah kami pelajari isi somasi, kami nilai ini sudah sikap diskriminasi dengan produk kami. Pasalnya, didalam somasi ini oknum ustad cabul ini mengkritik gambarnya yang tidak di blur, menurut kami oknum ustadz ini bukanlah anak dibawah umur, sehingga tidak ada arahan maupun larangan untuk penerbitan gambar. Kemudian, mengenai benar atau tidaknya kasus dugaan persetubuhan, yang dilakukan oknum Ustad cabul, itu bukan kapasitas kami untuk pembuktiannya. Kami sifatnya, hanya penulis, berdasarkan data, fakta serta hasil wawancara dan pengakuan dari narasumber kami, yang terpercaya dan bisa dipertanggungjawabkan. Sehingga, kami pun membalas surat somasi ini, yang menandaskan juga akan mengkaji lebih dalam atas sikap diskriminasi pers yang dilakukan oleh oknum Ustad cabul melalui kuasa hukumnya tersebut,” demikian Ediyanto dan Roni.
Sementara itu, Nuroni selaku kuasa hukum oknum Ustad ini ditemui awak media di kantornya, menerangkan bahwa pihaknya hanya menjalankan profesi guna menyampaikan aspirasi keberatan dari kliennya atas pemberitaan yang dilakukan oleh Media Online Kilasbengkulu.com dan Media online Penarakyat.id. Dimana, dalam somasi yang ia kirimkan kliennya sangat keberatan gambar di dua media online tersebut terpampang jelas tanpa di blur sedikit pun. Hal ini dinilai kliennya sudah menjatuhkan dan merusak nama baiknya.
“Kami menerima kuasa untuk menyampaikan keberatan klien kami terhadap pemberitaan dua media online ini, iya kami selaku advokat tentunya menindakalnjutinya. Saya akui, klien kami mendatangi kami ketika pemberitaan ini sudah berlangsung, dan kami langsung melayangkan somasi. Berangkat dari kode etik jurnalis, bahwa klien kami (Ustadz AS,red) keberatan foto pemberitaan di media online tersebut, tidak diblur. Kemudian, bahasa didalamnya pun telah menjudge dan memvonis. Tanpa adanya bukti otentik, kalau memang adanya dugaan persetubuhan atau cabul. Hal itu yang disampaikan klien kami,” ujar Roni.
Disinggung, mengapa soal somasi yang dilayangkannya selaku kuasa hukum Ustadz AS, tanpa didahului dengan surat klarifikasi dan permintaan hak jawab, yang tentunya hal tersebut menyalahi kode etik lawyear serta kode etik jurnalistik, sehingga timbul kesan mendiskriminasi pers. Roni menjelaskan, pihaknya mengakui bawa belum pernah sama sekali melayangkan klarifikasi. Dimana, langkah langsung somasi yang ia lakukan berdasarkan kajian atas pemberitaan dua media online tersebut.
“Kami akui, untuk klarifikasi itu belum kami lakukan, tapi berdasarkan pemberitaan itu mulai tanggal 21 sampai dengan 28 April, beritanya terus. Isinya tetap itulah, tapi judulnya itu luar biasa, sehingga klien kami melawan dengan pemberitaan ini. Yang meminta, agar hal ini ditindaklanjuti melalui somasi hingga bersurat ke dewan pers. Lantaran, somasi kami telah dijawab, untuk melangkah ke jenjang selanjutnya, kita akan pelajari terlebih dahulu balasan surat dari media Kilasbengkulu.com dan Penarakyat.id ini,” tandasnya.
Laporan : Redaksi