Blitar, Word Pers Indonesia — Kepolisian Resor (Polres) Blitar, Jawa Timur, menegaskan komitmennya terhadap prinsip transparansi dan profesionalisme dalam menangani dugaan pelanggaran prosedur oleh oknum anggotanya. Kasus ini mencuat setelah seorang warga bernama FE, asal Desa Mandesan, Kecamatan Selopuro, mengaku menjadi korban salah tangkap dan perlakuan tidak layak saat proses penyelidikan kasus dugaan asusila yang ditangani Unit Opsnal Sat Reskrim Polres Blitar.
Kapolres Blitar, AKBP Arif Fazlurrahman, menegaskan bahwa pihaknya telah melakukan penyelidikan internal melalui Seksi Pengamanan Internal (Paminal) dan Seksi Propam Polres Blitar secara terbuka dan berimbang.
“Kami menegaskan, tidak ada toleransi bagi setiap bentuk pelanggaran disiplin ataupun penyalahgunaan wewenang di tubuh Polri. Bila terbukti ada pelanggaran prosedur, kami akan tindak tegas sesuai aturan,” ujar AKBP Arif Fazlurrahman, Selasa (11/11/2025).
Menurut Kapolres, hasil penyelidikan Propam menunjukkan bahwa dugaan kekerasan fisik dan verbal terhadap FE tidak terbukti, berdasarkan keterangan saksi-saksi serta hasil visum et repertum. Meski begitu, pihaknya mengakui adanya indikasi kesalahan prosedur dalam proses membawa FE ke kantor polisi, yang kini tengah dievaluasi secara mendalam oleh Unit Provos.
“Kami tidak menutup mata. Jika ada kesalahan prosedur, tentu akan dikoreksi dan ditindaklanjuti. Proses pemeriksaan pendahuluan sudah diserahkan ke Unit Provos,” tambahnya.
Kapolres juga meluruskan isu liar yang beredar di media sosial terkait foto korban. Menurutnya, tidak ada foto FE dalam keadaan tanpa busana, sebagaimana dituding dalam unggahan di Facebook. Foto yang diambil oleh petugas hanyalah barang bukti berupa pakaian dan celana dalam untuk keperluan uji laboratorium forensik (Labfor Polda Jatim).
“FE diminta berganti pakaian karena diketahui tidak mengganti baju selama dua hari. Pakaian yang dikenakan diperlukan sebagai barang bukti pemeriksaan. Tidak ada tindakan di luar prosedur maupun pelanggaran etika,” jelas Arif.
Sebagai bentuk transparansi, Polres Blitar telah mengirimkan SP2HP (Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan) tahap II kepada pelapor FE. Langkah ini menunjukkan komitmen Polres Blitar dalam menegakkan prinsip presisi, akuntabilitas, dan keterbukaan informasi kepada publik.
“Kami ingin memastikan kepada masyarakat bahwa Polres Blitar bekerja secara profesional dan berkeadilan. Tidak ada yang kami tutupi. Jika anggota melanggar, pasti akan kami proses sesuai mekanisme yang berlaku,” tegas AKBP Arif Fazlurrahman.
Kasus ini berawal dari aduan seorang perempuan berusia 52 tahun, yang mengaku menjadi korban asusila dan melaporkan peristiwa itu ke Polres Blitar. FE kemudian dibawa untuk dimintai keterangan pada 21 Agustus 2025, namun belakangan mengaku melalui media sosial bahwa dirinya diperlakukan tidak semestinya.
Polres Blitar kini menegaskan akan terus menegakkan disiplin dan integritas anggota Polri, sekaligus memperkuat kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian melalui penanganan kasus yang transparan dan berkeadilan.
Reporter: Agris
Editor: Anasril































