Bengkulu, Wordpers.id – Ketua Pengadilan Tinggi Bengkulu Moh Eka Kartika, Kamis 25 Maret 2021 mengambil sumpah 26 Advokat dari Kongres Advokat Indonesia wilayah Bengkulu.
Pengambilan sumpah dilaksanakan setelah pelantikan Kongres Advokat Indonesia wilayah Bengkulu, oleh Presiden Kongres Advokat Indonesia Erman Umar.
Dari ke-26 tersebut ada di antaranya Advokat Hadymon, Emil Nopri dan Imam Rocky yang bergabung Hady Chaniago and Partners.
Dalam sambutannya, Ketua Pengadilan Tinggi Bengkulu mengingatkan para advokat yang baru diambil sumpahnya agar dapat bekerja dengan profesional, menjaga harkat, martabat dan integritasnya.
Selain itu, Eka Kartika mengingatkan, bahwa advokat itu bisa sebagai penasehat hukum. Bila bantuan hukum cukup sampai pemberian nasehat atau advice hukum, maka jangan menyarankan masyarakat untuk mengajukan perkara ke pengadilan.
Selain itu Ketua Pengadilan Tinggi Bengkulu mengajak para pengacara untuk mendorong keberhasilan mediasi dalam penyelesaian perkaranya, serta mensukseskan peradilan moderen dengan mendaftarkan perkara secara elektronik.
Siap Dampingi Masalah Hukum
Tiga sekawan dari kantor lembaga pendampingan hukum Hady Chaniago and Partners; Hadymon Chaniago, Emil Nopri dan Imam Rocky siap mendampingi permasalahan hukum yang terjadi di tengah-tengah masyarakat.
Hady Chaniago berasal dari keluarga sederhana, meski tertatih akhirnya dapat menyelesaikan studynya hingga ke Level Magister yg kini telah resmi dilantik dan disumpah oleh Pengadilan Tinggi Bengkulu sebagai Advokat dari Kongres Advokat Indonesia. Hady Chaniago sudah sejak tahun 2010 menggeluti dunia praktisi hukum.
Emil Nopri berasal dari keluarga yang sederhana, merintis dari nol ikut keluarga besar Najamudin dari tahun 2005 hingga sekarang berhasil menyelesaikan studi S1-nya di Unihaz Bengkulu.
Imam Roki juga demikian, anak muda yang berasal dari keluarga kurang mampu bisa sukses mencapai karir sebagai advokat.
Saat ini banyak sekali permasalahan hukum dan advokat di negara ini. Salah satu aspek yang diukur adalah penegakan hukum dan proses peradilan, baik perdata maupun pidana. Merujuk hasil survei yang diterbitkan Indonesia Political Opinion pada Oktober 2020, angka ketidakpuasan publik terhadap penegakan hukum di Indonesia mencapai 64 persen.
Hady Chaniago and Patner menilai kasus advokat yang melakukan suap atau disuap seharusnya tidak boleh terjadi. Terkait hal tersebut, para pengacara atau advokat harus kembali kepada kode etik.
“Pengawasan perlu dilakukan tapi bentuknya tinggal kembali kepada aturan dasar organisasi masing-masing dimana dia bergabung, kode etik harus dilakukan oleh pengacara baik secara aktif ataupun pasif karena kode etik pengacara sudah cukup jelas dalam mengatur apa yang perlu dilakukan seorang pengacara dalam pekerjaannya”, jelasnya.
Ia berharap agar pengacara juga membela kliennya sebagai mana selaku kuasa hukum yang tidak boleh main uang dan main hukum.
Untuk itu, ia menilai sudah ada aturan dalam menjalankan profesi sebagai pengacara atau penegak hukum.
Berlokasi kantor di Kelurahan Pintu Batu, ketiganya menerima aduan dan konsultasi juga pendampingan dari masyarakat umum di hari kerja dari Senin hingga Jumat.