Aceh Barat||Word Pers – Indonesia :Dugaan pemerasan bermula ketika Suci (Guru MIN 3 Aceh Barat) melanjutkan Pendidikan pada tahun 2022, dia meminta izin kepada kepala sekolah untuk mengupload berkas pendaftaran kuliah S2. Kepala sekolah menyetujui dan menandatangani berkas tersebut tanpa memberikan larangan apa pun, bahkan menyatakan dukungan. Setelah dinyatakan diterima di kampus, Suci membayar uang pendaftaran sebesar Rp8 juta dan kembali menemui kepala sekolah untuk membahas izin belajar lebih lanjut. Namun, secara mendadak, kepala sekolah berubah pikiran dan tidak mengizinkan Suci melanjutkan kuliah S2 dengan alasan jadwal belajar guru tidak memungkinkan.
Keesokan harinya, kepala sekolah bersama operator sekolah (yang kini menjabat sebagai bendahara) menawarkan Solusi, Suci diizinkan kuliah dengan syarat uang harian dipotong dan diberikan kepada operator, absensi diatur dan diminta untuk tidak diketahui oleh pihak Kementrian Agama (Kemenag) Aceh Barat. Karena mempertimbangkan telah membayar uang pendaftaran kuliah dan juga tidak ada Solusi lainnya, Suci terpaksa menerima solusi tersebut. Uang harian sebesar Rp35.000 per hari selama 7-8 hari per bulan, baik secara tunai maupun transfer selama menempuh Pendidikan diberikan kepada operator.
Dugaan selanjutnya terjadi pada salah satu guru lainnya, yang saat itu berduka karena ayahnya meninggal dunia. Rumahnya yang jauh dari sekolah (Pante Cereumen) membuatnya menitipkan absensi sementara waktu, mengikuti contoh seorang guru lain yang pernah melakukan hal serupa. Namun, kepala sekolah memanggil dan memarahi guru tersebut karena hal ini. Pada pemanggilan berikutnya, kepala sekolah menawarkan solusi serupa dengan kasus Suci, yaitu menitipkan absensi kepada bendahara (Sebelumnya operator sekolah) dengan memberikan uang bulanan.
Selain itu, terdapat pula dugaan pungutan uang sebesar Rp1,5 juta yang diminta bendahara untuk memproses mutasi E-Kinerja seorang guru yang dipindahkan dari sekolah lain, dengan alasan bahwa uang tersebut digunakan untuk membayar jasa proses mutasi.
Awal mula Bongkar-Bongkaran
Perselisihan mulai mencuat ketika Suci menegur bendahara melalui grup komunikasi sekolah karena sering tidak masuk kelas tanpa memberikan kabar. Teguran ini ditujukan agar bendahara lebih bertanggung jawab dan memberi informasi jika berhalangan hadir, sehingga tugas kelas bisa ditangani oleh piket. Namun, kejadian serupa terulang, dan Suci kembali mengingatkan dengan kalimat “jangan semena-mena,”.
Selang beberapa hari, Suci menginformasikan di grup bahwa ia telah mengupload E-Kinerja guru. Bendahara menanggapi dengan mengaitkan hal tersebut dengan teguran “semena-mena” yang pernah disampaikan Suci sebelumnya. Merasa tidak terima, Suci merespons dengan tegas, hingga menyebutkan “apa perlu saya beberkan disini? Modus cek finger si A, si B, begitu dikasih uang langsung diam seribu bahasa”. Pernyataan ini memicu pihak sekolah untuk berusaha menyelesaikan masalah secara internal. Namun, karena tidak kunjung tuntas, kasus ini sampai di telinga Wahana Generasi Aceh (Wangsa).
Respon Wahana Generasi Aceh Jhony Howord, Ketua Wahana Generasi Aceh (Wangsa) mengecam keras dugaan pemerasan di Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) 3 Aceh Barat. Menurutnya Hak-hak ASN, termasuk gaji dan tunjangan, dilindungi undang-undang tidak dapat dipotong tanpa dasar hukum yang sah. Sehingga Pemotongan gaji harian tanpa dasar hukum yang jelas dapat dikategorikan sebagai penyalahgunaan wewenang atau bahkan pemerasan.
“Dugaan Pungutan biaya pemindahan data guru dan modus fingerprint masuk dalam kategori pungutan liar (pungli). Memang ada potensi untuk mengamankan diri agar keluar dari jalur pungli, tetapi itu akan masuk kedalam unsur Gratifikasi, pemberi dan penerima sama-sama terjerat hukum” Tegas Jhony Howord
Jhony mengatakan, sesuai dengan Pasal 35 UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) jelas mengatakan, Manipulasi data elektronik, termasuk data absensi, dapat dikenai sanksi pidana.
Selain itu, dia juga menyoroti tentang dugaan yang membatasi Guru untuk melanjutkan Pendidikan, menurutnya kepala sekolah seharusnya sudah paham terhadap regulasi terkait guru yang melanjutkan Pendidikan, bukan memberikan Solusi yang melawan hukum.
“UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Pasal 14, Guru berhak melanjutkan pengembangan kompetensi melalui pendidikan lanjutan, dan Pasal 40 ayat 2, Guru dapat memperoleh cuti untuk studi dengan tetap memperoleh hak gaji penuh. Tidak memberikan izin formal melanjutkan S2, jelas melanggar hak guru”
Dugaan kasus yang terjadi mencakup berbagai pelanggaran serius terhadap regulasi dan undang-undang, termasuk pemerasan, pungutan liar, manipulasi data, dan pelanggaran hak guru. Wangsa meminta Kemenag Aceh Barat untuk segera merespon persoalan ini secara transparan. Sebelumnya Kemenag Aceh Barat juga pernah mendapatkan perhatian serius dari Wangsa.