Warga Ring 1 Hanya Jadi Penonton: Sawit PT KSM Subur, Masyarakat Tetap Miskin

“PT KSM Diduga Ingkar Kewajiban Plasma 20%, Warga Pauh Terenja Tuntut Keadilan”

Mukomuko, Word Pers Indonesia – PT Karya Sawitindo Mas (KSM), perusahaan kelapa sawit yang beroperasi di Desa Tanjung Alai, Kecamatan Lubuk Pinang, dan berbatasan langsung dengan Desa Pauh Terenja, Kecamatan XIV Koto, Kabupaten Mukomuko, Bengkulu, kembali disorot publik. Pasalnya, sejak berdiri hingga kini, perusahaan tersebut diduga tidak pernah merealisasikan kewajiban plasma 20 persen bagi masyarakat sekitar.

Padahal, aturan soal plasma telah diatur tegas dalam UU No. 39 Tahun 2014 dan PP No. 26 Tahun 2021, yang mewajibkan setiap perusahaan perkebunan dengan Hak Guna Usaha (HGU) untuk menyediakan lahan minimal 20% bagi masyarakat. Jika kewajiban ini tidak dipenuhi, sanksinya jelas: mulai dari teguran tertulis, penghentian usaha, pencabutan izin, hingga pidana penjara maksimal 5 tahun dengan denda Rp5 miliar.

Kepala Desa Pauh Terenja, Rodi Hartono, SH, mengaku warganya tidak pernah menikmati manfaat dari keberadaan PT KSM.

“Dari awal berdiri sampai saya menjabat, tidak pernah ada kesepakatan atau realisasi plasma 20%. CSR pun tidak jelas, bahkan kompensasi terkait cangkang juga nihil. Perusahaan seakan menutup mata terhadap kewajiban mereka,” tegas Rodi.

Nada serupa datang dari Ketua BPD Pauh Terenja, Lirit, yang menyebut PT KSM abai terhadap aturan negara.

“Sejak awal berdiri tidak ada sosialisasi soal plasma. Sampai hari ini pun tidak ada tindak lanjut. Kami hanya meminta perusahaan memenuhi kewajiban 20% plasma. Desa kami berada di ring 1 perusahaan, jangan sampai hak masyarakat terus dipinggirkan,” ujarnya dengan nada kecewa.

Pemerintah daerah sendiri mengaku belum mendapat laporan resmi dari perusahaan. Kepala Bidang Perkebunan Dinas Pertanian Mukomuko, Iwan Cahaya, mengatakan pihaknya masih menunggu konfirmasi.

“Belum ada pemberitahuan resmi dari PT KSM soal plasma. Namun monitoring dan evaluasi tetap berjalan agar semua perusahaan mematuhi aturan,” ungkapnya.

Sementara itu, Camat XIV Koto, Singgih Promono, MH, yang baru saja dilantik, memperingatkan PT KSM untuk tidak mengabaikan kewajiban plasma.

“Plasma adalah instrumen untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar. Kalau diabaikan, sanksinya jelas hingga pencabutan izin. Dalam waktu dekat, pemerintah kabupaten akan mengevaluasi perizinan perkebunan,” tegas Singgih.

Sorotan juga datang dari pemerintah pusat. Menteri ATR/BPN Nusron Wahid menegaskan plasma adalah bagian dari kontrak sosial perusahaan dengan rakyat.

“Ketentuannya jelas. Kalau ada perusahaan yang tidak mau buat plasma, HGU-nya bisa kami cabut. Ini aturan, bukan tawar-menawar,” tandas Nusron.

Seorang pakar hukum agraria dari Bengkulu menilai, kasus PT KSM mencerminkan lemahnya pengawasan pemerintah.

“Plasma bukan formalitas administratif, tapi hak rakyat. Kalau diabaikan, itu pelanggaran serius. Pemerintah jangan diam. Kalau perlu, cabut HGU-nya,” kritiknya.

Bahkan Ketua Umum PPWI, Wilson Lalengke, menekankan aparat penegak hukum harus bertindak.

“Kalau ada kesengajaan, ini bukan sekadar pelanggaran administratif. Ada ancaman pidana sesuai Pasal 107 UU Perkebunan. Jaksa dan kepolisian jangan tunggu konflik horizontal dulu baru bergerak,” pungkas Wilson.

Hingga kini, warga Desa Pauh Terenja masih menunggu langkah tegas pemerintah. Mereka berharap aturan tidak hanya berhenti di atas kertas, tetapi benar-benar ditegakkan agar keberadaan perusahaan sawit tidak hanya menguntungkan investor, melainkan juga memberi dampak nyata bagi kesejahteraan rakyat.(***)

Editor: ANasril

Posting Terkait

Jangan Lewatkan