Pemerintah Harus Matangkan Perencanaan Bangkitkan Komoditi Gula

Wordpers.id, Jakarta – Anggota Komisi VI DPR RI Nusron Wahid mendorong pemerintah mempunyai target ketahanan pangan terutama di bidang komoditi gula. Hal ini diungkapkannya saat mengikuti kunjungan kerja Komisi VI DPR RI ke Jawa Tengah, Rabu (22/7/2020).

“Secara historis Indonesia pada jaman Belanda menjadi salah satu penghasil dan eksportir gula terbesar di dunia. Tapi sejak Indonesia merdeka malah jadi importir gula terbesar. Impor gula kita saat ini mencapai 4,2 juta ton pertahun dari kebutuhan sekitar 6,3 juta ton,” ungkapnya.

Politisi Fraksi Partai Golkar ini menambahkan, 3,3 juta ton adalah gula konsumsi langsung masyarakat, sisanya 3 juta ton adalah untuk gula industri makanan dan minuman. Dalam konteks ketahanan pangan nasional maka impor yang terlalu besar itu sangat berbahaya.

Ia menekankan, negara boleh impor, namun tidak terlalu banyak. Jika keberlanjutan pasokan bergantung pada dunia luar dan kemudian terjadi sesuatu semisal perang atau pandemi Covid-19 seperti ini, masing-masing negara itu mengutamakan nasional security-nya. Pada akhirnya meskipun negara punya uang namun komoditas yang akan dibeli tidak tersedia.

“Dari sisi ekonomi, praktek impor akan menggerus cadangan devisa negara, kita ingin surplus transaksi berjalan dan perdagangan di non migas, tapi pada sisi lain malah hobinya melakukan impor dan tidak melakukan penataan di hulu maupun dalam negerinya. Menurut saya soal impor gula ini sudah lampu merah,” tandas Nusron.

Dari sisi on farm dan off farm harus terpadu, dimana pada penanaman tebu oleh petani harus meningkat melalui upaya intensifikasi dan ekstensifikasi lahannya. Mulai dari irigasi, budidaya bibit tebu yang baik sehingga menghasilkan tebu yang maksimal. Pada sisi off farm pabriknya harus ditingkatkan, rendemennya harus diperbaiki.

BACA JUGA:  Dinkes Mukomuko Matangkan Rencana Pembangunan Rumah Sakit Pratama di Air Buluh

“Petani juga berfikir jika lahannya ditanami tebu yang masa panennya setahun sekali, berapa yang dihasilkan. Sebaliknya jika ditanami jagung bisa panen setahun tiga kali berapa pula hasilnya. Jika komoditas yang lain lebih menghasilkan, maka petani akan beralih tapi jika sama hasilnya maka petani akan memilih tebu karena lebih mudah perawatannya lebih mudah ketimbang tanaman lainnya,” jelasnya.

Soal impor gula yang menyebabkan harga tebu di petani anjlok, Nusron beranggapan itu akibat ketidakdisiplinan pemerintah terutama menteri perdagangan yang kurang memahami masa panen tebu petani. Komoditas yang tergantung pada cuaca atau musim tanam maka ketika musim panen pemerintah jangan lakukan impor, tapi ketika paceklik bolehlah impor.

Nusron berpendapat, pemerintah perlu menjaga keseimbangan pasar (market), saat paceklik impor untuk menjaga stabilitas harga. Lalu saat panen, pemerintah perlu menahan agar tidak impor, dengan harapan komoditi petani terserap ke pasar dengan harga yang pantas sehingga rantai suplai dan demand selalu terjaga