Mukomuko, Word Pers Indonesia – Dugaan pemungutan di luar prosedural yang dilakukan oleh oknum dokter spesialis berinisial S di RSUD Mukomuko sempat menghebohkan jagat maya. Kejadian ini, diduga bukan yang pertama kali, reputasi dokter tercoreng dan melanggar kode etik serta sumpah profesi.
Direktur RSUD Mukomuko, Syafriadi Taher, M.Kes., saat dimintai tanggapan oleh awak media melalui telepon, membenarkan kejadian tersebut.
“Dirinya sangat menyayangkan tindakan oknum dokter di RSUD Mukomuko yang tidak mengikuti prosedur (inprosedural) dalam pelayanan terhadap pasien. Pihak manajemen RSUD telah memanggil oknum dokter berinisial S untuk dimintai klarifikasi dan keterangan terkait dugaan inprosedural yang dilakukan terhadap pasien,” ujar Syafriadi, Jumat (2/8/2024).
Lebih lanjut, Syafriadi menambahkan, Tindakan oknum dokter tersebut sangat mencoreng nama RSUD Mukomuko.
“Kami telah berupaya melakukan pembenahan, namun perbuatan oknum dokter tersebut merusak reputasi kami. Jika masalah ini berkembang lebih lanjut, kami dari pihak RSUD Mukomuko tidak akan ikut campur, karena kejadian tersebut dilakukan oleh pribadi oknum dokter tersebut.” imbuhnya.
Di tempat terpisah, pasien bernama Ika, yang terlibat dalam kasus ini, memberikan klarifikasi terkait pembayaran biaya operasi.
“Saya tidak pernah menawarkan dana tersebut kepada dokter S. Saya kaget saat membaca berita di salah satu media online yang menyatakan bahwa saya menawarkan dana tersebut kepada dokter S,” ungkap Ika.
Menanggapi perihal ini, Ketua Front Pembela Rakyat (FPR) Kabupaten Mukomuko, Saprin Efendi, S.Pd., memberikan sorotan tajam terhadap oknum pelaku.
“Miris, dalam rangka menyambut HUT Kemerdekaan RI, rakyat masih terjajah dengan adanya dugaan pemerasan terhadap pasien peserta BPJS. Jika benar terjadi, kita seharusnya bergembira karena menyambut kemerdekaan RI dan karena terbebas dari penjajahan. Namun, kenyataannya sangat berbanding terbalik. Oleh karena itu, kita meminta pemerintah mengambil sikap tegas terhadap oknum yang bekerja non-prosedural. Jika perlu, libatkan Saber Pungli dalam setiap pengawasan,” tegas Saprin.
Saprin juga menambahkan bahwa pihak Aparat Penegak Hukum (APH) harus turun untuk menyelidiki kejadian ini.
“Jika benar dan ada pidana, silakan diproses sesuai hukum yang berlaku. Tentunya masyarakat harus ikut mendukung agar hal seperti ini tidak terulang kembali. Selain itu, kita juga meminta DPRD melakukan RDP (Rapat Dengar Pendapat) terhadap pengelolaan manajemen rumah sakit untuk dimintai keterangan yang sebenarnya, karena DPRD memiliki tugas dan fungsi pengawasan,” pungkasnya.
Untuk diketahui, Pungli adalah salah satu tindakan melawan hukum yang diatur dalam undang-undang nomor 31 tahun 1999 junto. Undang-undang nomor 22 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. Pungutan liar adalah termasuk tindakan korupsi dan merupakan kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) yang harus diberantas. (Red/Bbg)