Pringsewu Langganan Banjir, Sawah dan Rumah Tergenang, Butuh Tindakan Nyata

PRINGSEWU, WordPers.ID – Jika setiap tahun sawah petani tergenang, rumah warga kebanjiran, dan pemerintah hanya hadir sebatas spanduk “tanggap bencana”, maka jelas ada yang salah bukan hanya pada sungai yang dangkal, tapi pada pemimpin yang terlalu datar menanggapi jeritan rakyat.

Kali ini, Kecamatan Ambarawa di Kabupaten Pringsewu kembali dilanda banjir, Sabtu malam hingga Minggu pagi, 6 Juli 2025. Ratusan hektare lahan pertanian amblas terendam, memupus harapan petani yang sejak awal musim tanam sudah berjibaku dengan biaya pupuk, tenaga, dan cuaca ekstrem.

Daerah terdampak paling parah mencakup Pekon Ambarawa, Ambarawa Barat, dan Ambarawa Timur. Sungai Way Napal dan Way Bulok yang sudah “lumpuh” fungsinya akibat sedimentasi, tak lagi mampu menampung derasnya curah hujan. Akibatnya, air meluber ke lahan pertanian dan permukiman warga.

Dan ini bukan sekali dua kali. “Way Napal dan Way Bulok tak pernah dinormalisasi. Sungai tak bisa lagi menampung air. Ini bukan baru terjadi, tapi yang terparah dalam beberapa tahun terakhir,” ujar Kepala Pekon Ambarawa, Alhuda, dengan nada kecewa yang seharusnya membuat telinga Bupati Pringsewu panas.

Sayangnya, harapan petani dan warga seolah terus dilempar ke langit. Padahal, infrastruktur yang layak, seperti normalisasi sungai, penguatan tanggul, hingga optimalisasi Bendungan Way Gatel bukan barang mewah tapi kebutuhan mendasar di wilayah yang sejak dulu dikenal rawan banjir.

“Bendungan Way Gatel harus dievaluasi. Fungsi teknisnya sudah tidak relevan lagi, apalagi dalam kondisi ekstrem seperti ini,” kata Alhuda, yang mewakili suara mayoritas petani yang sudah kehabisan cara untuk tetap bertahan hidup di tengah bencana berulang.

Pak Bupati Riyanto Pamungkas, dengar suara rakyat! Anda sekarang pemegang tongkat komando, bukan lagi anggota dewan yang bisa sekadar berkomentar. Di tangan Anda ada harapan ribuan keluarga petani yang hari ini melihat padinya membusuk dalam kubangan.

BACA JUGA:  Polres Tulang Bawang Gelar Rakor Jelang Operasi Ketupat Krakatau 2021, Ini Hasilnya

Bambang, salah satu petani, hanya bisa pasrah. “Sawah saya kebanjiran lagi. Air dari sungai terlalu mudah masuk ke area pertanian. Mungkin sungai harus dilebarkan, atau diperdalam,” keluhnya. Tapi sampai kapan petani harus terus “mungkin-mungkin”? Bukankah itu tugas Anda untuk memastikan?

Lebih pedih lagi, warga menyebut pemerintah hanya hadir saat panen suara. “Kami disuruh tanam tepat waktu, jaga produksi. Tapi giliran gagal panen, siapa yang peduli? Jangan datang hanya bawa kamera saat panen raya, lalu menghilang saat banjir,” sindir salah satu warga, yang tidak ingin disebutkan namanya.

Warga kini hanya bisa berharap ada tindakan nyata, bukan narasi normatif. Mereka menuntut pendataan kerugian, bantuan darurat, perbaikan saluran irigasi, normalisasi sungai, dan pemeliharaan bendungan. Semua itu bukan permintaan mewah, tapi hak dasar warga negara yang membayar pajak.

Banjir di Pringsewu bukan hanya persoalan air, tapi simbol dari pembiaran sistematis selama puluhan tahun. Apakah Anda, Pak Riyanto Pamungkas, akan mengulang kesalahan kepala daerah sebelumnya? Atau Anda akan mencatat sejarah sebagai pemimpin yang benar-benar hadir dan mencari solusi?

Jika tidak ada gerak cepat dan terencana, maka bersiaplah bukan hanya sawah yang akan tenggelam, tapi juga kepercayaan rakyat pada pemerintah.  (*/vit)

Jangan Lewatkan