Word Pers Indonesia – Dalam menjalankan pembangunan menjelang 1 tahun atau beberapa bulan jelang tahun politik pilkada 2024, kepala daerah secara umumnya di Negara Kesatuan Republik Indonesia, tanpa terkecuali berlaku bagi Gubernur, Walikota dan Bupati di Provinsi Bengkulu perlu memperhatikan prinsip-prinsip integritas, transparansi, partisipasi publik, dan keberlanjutan.
Mereka harus berkomitmen untuk mengutamakan kepentingan masyarakat dan menghindari kekuasaan atau politisasi pembangunan. Selain itu, penting bagi kepala daerah untuk memiliki visi jangka panjang, memperhatikan keadilan antarwilayah, dan menyimpan kepentingan masyarakat secara menyeluruh.
Dalam menjalankan pembangunan menjelang 1 tahun atau beberapa bulan jelang tahun politik pilkada 2024, sangat penting bagi Gubernur, Walikota dan Bupati di Provinisi Bengkulu untuk tetap memperhatikan kebutuhan riil masyarakat, memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam penggunaan dana publik, serta memperhatikan aspek keberlanjutan pembangunan yang dilakukan dapat memberikan manfaat jangka panjang bagi masyarakat dan wilayah yang mereka pimpin.
Dalam catatan redaksi media online wordpres.id yang dirangkum dari berbagai sumber.
Beberapa prespektif sebagi potensi dampak buruk dari Kepala Daerah yang rajin dan gencar membangun menjelang tahun politik Pilkada 2024. Sebagai berikut;
Pengabaian masalah struktural yang lebih mendasar:
Dalam upaya membangun secara intensif menjelang tahun politik, kepala daerah mungkin cenderung mengabaikan masalah struktural yang lebih mendasar. Masalah seperti kemiskinan, kelemahan sosial, ketimpangan ekonomi, atau masalah-masalah sistemik lainnya yang memerlukan perhatian mendalam dan pendekatan yang holistik. Konsentrasi yang berlebihan pada pembangunan fisik dapat mengalihkan perhatian dari penyelesaian masalah-masalah ini, sehingga potensi untuk mencapai pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan dapat terlewatkan.
Motivasi politik yang kuat
Kepala daerah yang giat membangun pada tahun politik mungkin memiliki motivasi politik yang kuat untuk mempertahankan atau meningkatkan dukungan politik mereka. Hal ini dapat menyebabkan keputusan pembangunan yang mungkin tidak sepenuhnya didasarkan pada kebutuhan riil masyarakat, tetapi lebih pada kepentingan politik mereka sendiri.
Potensi Show Off Power, Kekuasaan Yang Mengancam:
Saat kepala daerah rajin dan gencar membangun menjelang tahun politik, terdapat risiko sebagai ancaman kekuatan dan kekuasaan. Kepala daerah dapat menggunakan proyek-proyek pembangunan sebagai alat politik untuk mempengaruhi opini publik, memperoleh dukungan politik, atau memanipulasi hasil Pilkada. Hal ini bisa berdampak negatif pada integritas dan demokrasi dalam proses politik.
Politisasi pembangunan:
Ketika kepala daerah rajin dan gencar membangun menjelang tahun politik, ada risiko terjadinya politisasi pembangunan. Proyek-proyek pembangunan dapat digunakan sebagai alat untuk memperoleh dukungan politik dan mempengaruhi pemilih. Hal ini dapat menutupi tujuan pembangunan yang seharusnya berfokus pada kepentingan masyarakat secara keseluruhan.
Rencana jangka panjang yang tidak terarah:
Kepala daerah yang terlalu terikat pada persiapan dan pelaksanaan kampanye politik seringkali kehilangan fokus pada perencanaan jangka panjang. Mereka mungkin cenderung membuat keputusan dan kebijakan yang hanya berorientasi pada pemenuhan janji-janji kampanye dan popularitas dalam jangka pendek, tanpa mempertimbangkan jangka panjang dan keberlanjutan pembangunan.
Ketergantungan pada proyek individu:
Kepala daerah yang rajin dan gencar membangun menjelang tahun politik sering kali terjebak dalam ketergantungan pada proyek-proyek individu yang memberikan keuntungan politik dalam jangka pendek. Mereka mungkin lebih memilih proyek-proyek yang terlihat besar dan mencolok secara visual, tanpa mempertimbangkan kebutuhan yang lebih mendalam dan terintegrasi dari wilayah tersebut. Hal ini dapat mengarah pada ketimpangan pembangunan antara daerah-daerah atau sektor-sektor yang kurang mendapatkan perhatian.
Strategi pengabaian isu-isu:
Fokus yang terlalu besar pada pembangunan menjelang tahun politik dapat mengabaikan strategi isu-isu yang membutuhkan perhatian serius. Misalnya, isu lingkungan, perubahan iklim, keberlanjutan ekonomi, atau masalah sosial yang mendalam. Kepala daerah yang hanya berfokus pada pembangunan fisik mungkin mengabaikan isu-isu ini yang memiliki jangka panjang bagi masyarakat dan wilayah.
Ketimpangan pembangunan antarwilayah:
Fokus intensif pada pembangunan menjelang Pilkada dapat menyebabkan ketimpangan pembangunan antarwilayah. Kepala daerah mungkin lebih condong untuk memprioritaskan pembangunan di daerah-daerah yang dianggap strategis secara politik, sedangkan daerah lain dengan kebutuhan yang mendesak dapat terabaikan. Hal ini dapat memperkuat ketegangan pembangunan antara wilayah yang sudah maju dan yang tertinggal.
Proyek yang terburu-buru:
Ketika kepala daerah ingin membangun dengan cepat dalam rangka kampanye politik, ada risiko bahwa proyek-proyek pembangunan dapat dilakukan dengan terburu-buru. Hal ini dapat mengakibatkan pengabaian terhadap standar kualitas, pengawasan yang kurang baik, atau bahkan praktik korupsi. Alhasil, pembangunan yang dilakukan mungkin tidak tahan lama atau tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Prioritas yang tidak seimbang:
Fokus yang terlalu besar pada pembangunan fisik dan infrastruktur dapat menyebabkan penetrasi terhadap sektor-sektor lain yang juga penting, seperti kesehatan, pendidikan, lingkungan, dan pemberdayaan masyarakat. Kepala daerah mungkin lebih memilih proyek-proyek yang terlihat secara visual untuk mendapatkan dukungan politik, sementara kebutuhan-kebutuhan lain yang lebih mendasar dapat diabaikan.
Penggunaan dana publik yang tidak efisien:
Kepala daerah yang rajin dan gencar membangun dalam tahun politik mungkin cenderung mengalokasikan dana publik secara tidak efisien. Terkadang, proyek-proyek yang dibangun dalam upaya kampanye politik bisa menjadi lebih mahal dari yang seharusnya atau tidak memberikan manfaat yang sebanding. Hal ini dapat mengakibatkan pemborosan dana publik yang seharusnya dapat digunakan untuk kepentingan yang lebih mendesak dan bermanfaat bagi masyarakat.
Ketidakberlanjutan pembangunan:
Kepala daerah yang fokus pada pembangunan intensif menjelang tahun politik mungkin tidak mengabaikan aspek keberlanjutan. Mereka mungkin hanya memperhatikan penawaran jangka pendek dan tidak mempertimbangkan jangka panjang dari proyek-proyek pembangunan yang dilakukan. Akibatnya, pembangunan yang dilakukan tidak berkelanjutan secara ekonomi, sosial, atau lingkungan, dan dapat meninggalkan masalah jangka panjang bagi penerus kepala daerah selanjutnya.
Redaksi
Editor : Anasril A/Freddy W