Trenggalek, Word Pers Indonesia – Ratusan siswa SMA Negeri 1 Kampak, Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur, menggelar aksi unjuk rasa di halaman sekolah, Selasa (26/8/2025). Para pelajar menuntut transparansi penggunaan dana komite serta berbagai pungutan lain yang selama ini dibebankan kepada siswa.
Dalam aksi tersebut, para siswa membentangkan spanduk dan poster berisi kecaman. Beberapa di antaranya bertuliskan “Posisi bukan kesempatan untuk korupsi” dan “Tempat koruptor di penjara, bukan di sekolah”.
Suci, salah seorang perwakilan siswa, mengungkapkan keresahan mereka terkait iuran yang kerap dipungut dengan beragam istilah, mulai dari “amal jariyah”, “infak Jumat”, hingga “tabungan pembangunan masjid”. Menurutnya, tidak ada laporan yang jelas terkait alokasi dana tersebut.
“Kami hanya meminta transparansi. Bahkan ketika kami minta data siapa yang sudah membayar dan siapa yang belum, tidak diberikan dengan alasan takut ketahuan LSM. Padahal itu hak kami sebagai siswa untuk tahu,” kata Suci.
Ia juga mempertanyakan manfaat dana komite bagi pengembangan pendidikan di sekolah. Pasalnya, meski iuran rutin ditarik, siswa tetap harus menanggung biaya sendiri saat mengikuti perlombaan maupun kegiatan sekolah lainnya.
“Banyak teman yang ikut lomba harus membayar konsumsi dan transportasi dari uang pribadi, bahkan ada guru yang ikut menalangi. Jadi sebenarnya uang komite itu dipakai untuk apa? Kami tidak tahu,” tambahnya.
Lebih jauh, Suci menyoroti dugaan pemotongan dana bantuan pemerintah melalui Program Indonesia Pintar (PIP). Ia menyebut sejumlah siswa hanya menerima sebagian kecil dari dana yang seharusnya diterima.
“Teman saya dapat PIP Rp1,8 juta, tapi yang diterima hanya Rp200 ribu. Sisanya dipotong untuk SPP satu tahun dan amal jariyah. Padahal PIP itu hak siswa, bukan untuk menutup iuran,” tegasnya.
Selain itu, menurut para siswa, ada berbagai pungutan lain seperti seragam, SPP bulanan, tabungan akhirat (tabarot), serta iuran pembangunan masjid. Namun, rincian penggunaan dana tersebut tidak pernah diumumkan secara terbuka.
Di sisi lain, Kepala SMAN 1 Kampak, Bahtiar Kholili, mengakui adanya pungutan di sekolah. Namun ia menegaskan, semua kebijakan itu dilakukan oleh komite sekolah dengan persetujuan orang tua siswa.
“Sumbangan sukarela memang ada, untuk dua keperluan. Pertama peningkatan mutu pendidikan, kedua amal jariyah dalam bentuk pembangunan fisik seperti masjid. Itu hasil musyawarah pengurus komite bersama orang tua, sifatnya sukarela,” ujar Bahtiar.
Terkait dugaan pemotongan dana PIP, Bahtiar juga menyebut hal itu merupakan kebijakan komite. Ia membantah adanya praktik penyelewengan, meskipun mengakui buku tabungan siswa memang dititipkan di ruang komite.
“Buku tabungan memang ada di ruang komite, tapi tetap bisa diambil oleh siswa sendiri. Setelah itu, mereka disarankan memberi sumbangan sukarela, jumlahnya pun berbeda-beda. Jadi bukan kewajiban, tapi murni sukarela,” jelasnya.
Hingga kini, desakan transparansi dari siswa masih bergulir. Mereka menuntut agar setiap pungutan yang diberlakukan di sekolah disertai laporan terbuka sehingga tidak menimbulkan kecurigaan adanya penyelewengan dana.(**)
Reporter: Agris