Mukomuko, Word Pers Indonesia – Program replanting sawit tahun 2024 di Kabupaten Mukomuko yang didanai oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) menuai sorotan tajam. Beberapa Kelompok Tani (Poktan) penerima bantuan sebesar Rp30 juta per hektar diduga tidak menjalankan program sesuai dengan aturan teknis yang ditetapkan.
Berdasarkan temuan di lapangan, bibit sawit yang digunakan dalam replanting ini baru berumur sekitar 10 bulan, tidak memenuhi standar ideal. Selain itu, ditemukan banyak lahan kosong dan praktik penumbangan di lokasi yang tidak sesuai ketentuan.
Keempat Poktan yang tengah melaksanakan program replanting ini adalah:
- KRP Mukomuko di Kecamatan Kota Mukomuko
- KRP Tunas Harapan di Kecamatan Air Manjuto
- KRP Masat Jaya di Kecamatan Malin Deman
- KRP Tanera Sejahtera di Desa Bunga Tanjung
Namun, pelaksanaan program di lapangan memunculkan berbagai kejanggalan, seperti lahan yang seharusnya ditanami sawit justru berupa semak belukar atau kebun karet.
LSM NCW Desak Transparansi
Ketua LSM National Corruption Watch (NCW) Mukomuko, Zlatan Asikin, menilai ada potensi penyalahgunaan dana replanting yang merugikan negara dan petani.
“Dari temuan kami di Kecamatan Kota Mukomuko dan Air Manjuto, banyak lahan yang tidak sesuai standar replanting. Bahkan, ada lahan yang seharusnya ditanami sawit, tetapi justru berisi semak belukar dan kebun karet. Ini menunjukkan indikasi dana bantuan dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi,” ungkap Zlatan, Kamis (19/11/2024).
Zlatan menjelaskan bahwa aturan replanting mensyaratkan lahan harus memiliki minimal 70% tanaman sawit yang kurang produktif, dengan usia pohon lebih dari 25 tahun. Namun, kondisi di lapangan jauh dari ketentuan ini.
“Kami akan meminta klarifikasi dari Dinas Pertanian dan Perkebunan Mukomuko. Proses verifikasi data penerima bantuan ini tidak boleh sembarangan. Kami juga akan mengirimkan surat resmi kepada BPDPKS untuk mengevaluasi kembali program replanting di Mukomuko,” tegas Zlatan.
Tanggapan Dinas Pertanian Mukomuko
Menanggapi hal ini, Kepala Bidang Pertanian Mukomuko, Iwan, menyebutkan bahwa penggunaan bibit berusia 10 bulan sudah sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No. 131 Tahun 2013.
“Bibit yang digunakan sudah sesuai standar. Hal ini juga didasarkan pada berita acara dari BP2MB (Balai Pengawasan dan Pengujian Mutu Benih),” jelas Iwan.
Terkait lahan kosong yang ditemukan, Iwan mengakui bahwa kondisi tersebut disebabkan oleh ketersediaan bibit yang baru tersedia pada Desember 2024.
“Saat proses awal, seluruh lahan sudah diverifikasi melalui citra satelit dan pengecekan lapangan oleh tim Ditjenbun. Namun, jika ada lahan kosong saat ini, itu karena keterlambatan pasokan bibit dari pihak pembibitan,” tambahnya.
Transparansi dan Pengawasan Diperlukan
Permasalahan ini menunjukkan pentingnya transparansi dan pengawasan ketat dalam pelaksanaan program replanting sawit. Zlatan Asikin berharap, evaluasi menyeluruh dilakukan agar dana yang dialokasikan benar-benar tepat sasaran dan memberikan manfaat bagi petani.
“Jika ada indikasi penyimpangan, aparat hukum harus segera bertindak. Ini demi menjaga kredibilitas program pemerintah dan melindungi hak-hak petani di Mukomuko,” pungkas Zlatan. (Red/Bbg)