Empat Hal Penting Bagi Orang Tua Saat Pandemi

wordpers.id – Empat hal penting bagi orangtua saat pandemi Covid-19 menjadi topik bahasan dalam Halal bi Halal Virtual SD Muhammadiyah Manyar (SDMM) Gresik, Sabtu (13/6/20).

Direktur Eksekutif Kualita Pendidikan Indonesia (KPI) Misbakhul Munir mengatakan, masa pandemi ini merupakan goncangan untuk kita dan menjadi krisis yang tidak mudah. Bahkan, ia dan timnya di KPI juga sangat merasakan imbas dari Corona ini.

“Salah satu tim kami di KPI juga kena langsung dan mohon doanya semoga almarhum diterima di sisi Allah, mendapatkan tempat kesyahidan yang terbaik di sisi Allah. Jadi ini hal yang tidak bisa kita remehkan,” paparnya.

Misbakhul Munir kemudian meminta para orangtua SDMM untuk menjawab pertanyaan terkait perasaan mereka terhadap pandemi Covid-19. Jawaban itu diketikkan di tautan link mentimeter yang telah disediakan di fitur chat Zoom.

Pada layar Zoom kemudian muncul banyak kata yang telah dituliskan para partisipan. Kata ‘sedih’ muncul paling besar ukurannya, menunjukkan jawaban terbanyak. Ada juga yang menjawab bingung, khawatir, keep spirit (tetap semangat), prihatin, tawakkal, berharap terus sehat, meresahkan, dan lain-lain.

Dari sharing yang telah dituliskan itu, Coach Misbakh—sapaan Misbakhul Munir—menjelaskan tahapan social shifting (pergeseran sosial) ketika Covid terjadi. “Pertama di anxious (keraguan), kebingungan, lalu muncul ketakutan dan kepanikan,” Ujarnya.

Pemaksaan New Normal

Belum lagi kalau kita lihat hari ini, lanjutnya, ada pemaksaan dalam new normal. Nah sementara Menteri PMK Muhadjir Effendi sudah menyampaikan, anak usia sekolah sangat rentan di mana angkanya tidak main-main, Indonesia ada sekitar 76 juta siswa.

“Anda bisa bayangkan bagaimana kalau sampai di sekolah yang mungkin anak belum ada aspek awarness-nya yang cukup tinggi. Ini tentu bermasalah,” jelasnya.

Menurutnya, dengan new normal yang dipaksakan tadi, kata dia, kita akan butuh waktu sekitar tiga-empat bulan untuk konek dengan kondisi ini. “Sampai nanti kita akan punya the new world order, suatu tatanan dunia baru,” tegasnya.

Empat Makna Ujian Sesungguhnya

Kepada sekitar 180 partisipan, Misbakh mengingatkan, boleh kita semua fokus dalam kesempatan ini untuk berbicara tentang imunitas kita, ketahanan kita. “Tetapi saya juga ingin sharing tentang satu ini yang juga tidak boleh kita tanggalkan, yaitu iman kita,” tuturnya.

Ia menjelaskan, ujian yang datang itu sifat yang pertama sebagai bentuk ampunan dosa. Maka kalau dalam satu kondisi daerahnya kena wabah, dalam hadits disampaikan, jangan kita mendekat dan yang di dalam jangan keluar, tapi bersabar. “Dan dengan kesabaran yang ada itu menjadi wasilah jalan Allah memberikan ampunan,” ujarnya.

Kedua, upaya untuk menaikkan derajat. Misbakh menceritakan, di desa tempat ia tinggal, ibu-ibu kalau mau masak itu biasa meletakkan beras di tempeh, tempat bundar dari anyaman bambu. Lalu diputar-putar sampai terpilah mana yang batu dan beras.

Maka sesungguhnya, kata dia, ujian yang datang itu seperti beras di tempeh, sebagai bentuk cara Allah untuk memilih orang-orang terpilih, yang betul-betul bisa dinaikkan derajatnya. “Sebagaimana anak-anak kita kalau ingin masuk ke SMP diuji dulu, masuk ke SMA diuji dulu, seperti itulah ujian yang hadir dalam kehidupan kita,” jelasnya.

Ketiga, sesuai kemampuan. Konteks ketika berbicara sesuai kemampuan ini memang sifat manusianya adalah mengeluh. “Tetapi kalau kemudian kita mau merenung, apa pun yang menimpa kita itu sudah diukur oleh Allah, makanya kita mengenal istilah the power of kepepet,” ungkapnya disambut tawa partisipan.

Ketika kita dalam kondisi kepepet itu, kata dia, tiba-tiba ide atau kreativitas yang tidak pernah terlintas, muncul. “Dan itulah sesungguhnya riil kemampuan yang disiapkan Allah untuk kita,” ujarnya.

Level Jalan Keluar

Keempat, ada jalan keluar. Misbakh mengatakan, dalam aspek jalan keluar ini ada empat sifat atau level. Level pertama, jalan keluar itu datang setelah kesulitan. Level kedua, jalan keluar itu hadir bersamaan dengan kesulitan.

Menurutnya, bagi beberapa orang, masa pandemi ini masuk level kedua. Artinya, di masa pandemi ini kita akhirnya belajar bagaimana menggunakan IT dan dipaksa untuk berkembang di sana.

Level yang ketiga, di dalam kesulitan juga ada kemudahan. Dia mengatakan, pandemi ini mungkin bisa masuk level tiga juga.

BACA JUGA:  Kodim Kendari Maksimalkan Personil Dukung Persiapan New Normal

“Makanya meskipun kita dalam kondisi yang gak enak sekali pun, ternyata senyum itu diberikan kepada kita. Ternyata rasa syukur itu muncul dalam diri kita. Ini level yang bagus untuk kita pertahankan,” tuturnya.

Level menarik itu yang keempat, yaitu melihat kesulitan sebagai kemudahan. Jadi kesulitan yang datang itu adalah bagian dari jalan keluar.

Hal itu, lanjutnya, karena boleh jadi apa yang menurut kita tidak baik, sesungguhnya di sisi Allah adalah baik. “Nah ini yang kemudian harus menjadi keimanan kita yang tidak boleh luntur, sehingga imun kita tingkatkan, imannya pun juga kita tingkatkan,” jelasnya.

Empat Hal Penting bagi Orangtua saat Pandemi

Dengan menggunakan fitur polls pada ruang Zoom, Misbakh meminta partisipan mengisi poling terkait kapan berakhirnya Covid-19. Hasilnya, lima puluh tiga persen menjawab satu tahun.

Meski menurutnya hanya Allah yang tahu kapan berakhir Covid-19, ia mengajak para orangtua melakukan empat hal di masa pandemi ini.

Pertama, change your mindset, mental dan spiritual harus siap. Sebagai orangtua yang biasanya 80 persen pendidikan anak kita serahkan ke sekolah, dengan kondisi ini sekarang dikembalikan kepada kita. “Ini kan tentu bukan hal mudah kalau mindset-nya tidak ditata,” ujarnya.

Karenanya ia mengingatkan untuk lebih berhati-hati. “Dijaga, jangan memastikan bahwa mindset kita itu statis, ada di comfort zone-nya,” tegasnya.

Dia menuturkan, orangtua harus mengubah menjadi good mindset, menjadi orangtua yang suka tantangan. Keinginan untuk melihat bahwa perubahan itu sifatnya pasti datang dan kita selalu siap bertahan untuk menghadapi semua rintangan.

Kedua update capacityresources learning tidak terbatas. Menurutnya, orangtua harus punya kekuatan untuk terus belajar, punya keinginan untuk terus menambah diri. “Ini penting!” tegasnya.

Ia kemudian meminta peserta menuliskan pada fitur chat Zoom, apa mindset positif sebagai orangtua dan apa yang sudah dipelajari selama kita di rumah saat pandemi ini.

Hasilnya, ada yang menjawab semakin dekat dengan keluarga, belajar bersabar, belajar menjadi guru, dan menyadari bahwa kesehatan itu nikmat yang utama. Bahkan ada yang menulis anak menjadi tambah gemuk.

Pentingnya Fleksibilitas dan Kolaborasi

Ketiga, flexible, kelenturan dalam bersikap. Lentur di sini bukan berarti plin plan, tetapi bagaimana kita mampu segera beradaptasi dengan lingkungan, tuntutan perubahan yang ada.

“Misalnya kalau kita dikatakan imigran digital, maka anak-anak kita yang native digital ini, kita harus segera mampu untuk belajar di sana. Tidak hanya menjadi ahli sejarah, dulu dulu dulu,” kritiknya.

Keempat, jangan tinggalkan collaboration, kesiapan kerja sama dengan semua pihak. Coach Misbakh menjelaskan, kita akan bisa berkolaborasi kalau sisi yang paradoks ini selesai pada diri kita.

Paradoks pertama adalah kepercayaan diri dan yang kedua kerendahan hati. Maka sekolah dan orangtua tidak boleh sewenang-wenang. “Di sini dibutuhkan saling kolaborasi, saling mengisi,” tegasnya.

Tips Menaklukkan Anak

Guru di sekolah merupakan sosok yang sangat komitmen terhadap peraturannya. Misbakh memberikan tips supaya orangtua bisa komitmen terhadap peraturannya di rumah.

Pertama, pastikan peraturan itu benar-benar dimengerti oleh anak. Kedua, sepakati alur bagaimana menerapkan peraturan itu.

Is mencontohkan, peraturannya bangun tidur menata tempat tidur, lalu segera mandi. “Nah itu runtutannya seperti apa. Ajari anak cara menata tempat tidur, dan lain-lain,” tuturnya.

Ketiga, lakukan kontrol dari seluruh aktivitas yang sudah disepakati. Menurutnya, kontrol ini membutuhkan seni tersendiri.

Dia menjelaskan, KPAI menyampaikan 87 persen anak bosan belajar secara daring di rumah. Menurutnya, salah satu yang membuat anak bosan itu mereka tidak nyaman dengan pola kontrol yang dilakukan orangtua. “Lihatlah yang dilakukan guru-guru, sabarnya, telatennya,” ujarnya.

Terakhir, tegakkan konsekuensi. Di sekolah guru bisa. Di rumah, orangtua terkadang tidak melakukannya.

Di akhir paparannya, Misbakh berpesan, yakinlah karena mau tidak mau, suka tidak suka, sesuatu yang baru harus kita coba. Butuh waktu, kesabaran, dan keuletan di sana. “Maka tata mindset kita, update terus keilmuan kita, lalu bersikaplah lentur dan fleksibel, dan siap berkolaborasi di mana pun berada,” tuturnya. (*)

Penulis Ria Pusvita Sari. Editor Mohammad Nurfatoni.