Wordpers.id, Jakarta – Musim kemarau segera dihadapi dalam beberapa bulan ke depan. Anggaran Kementerian Pertanian pun dipertanyakan. Banyak program pertanian ke depan kemungkinan tidak bisa dijalankan karena pemangkasan anggaran. Anggota Komisi IV DPR RI Hamid Noor Yasin menilai program dan kebijakan anggaran tidak sinkron.
“Saya memperhatikan, Presiden minta musim kemarau dan peringatan FAO (Organisasi Pangan Dunia) soal krisis pangan mesti diantisipasi. Menko Perekonomian juga minta ekstensifikasi pertanian. Tapi kebijakan anggarannya, kok, enggak nyambung,” kritik Hamid dalam siaran persnya, Jumat (8/5/2020).
Legislator dapil Jawa Tengah IV ini mengungkapkan, anggaran Kementan semula sekitar Rp 21 triliun, kini jadi sekitar Rp 14 triliun. Alokasi cetak sawah baru yang tadinya sekitar Rp 209 miliar berubah menjadi Rp 10 miliar dan terakhir hilang dari mata anggaran alias nol rupiah. Ini sebuah paradoks. Apa yang bisa diperbuat menyambut musim kemarau dengan realitas anggaran seperti itu.
Politisi PKS ini mengatakan, sebetulnya niatan Pemerintah sudah baik dengan mempercepat musim tanam untuk antisipasi dampak kekeringan. Bila musim tanam diundur tentu semakin mengganggu. Saat ini, perubahan iklim semakin tidak menentu terhadap ketersediaan air alami. Hamid melanjutkan, tiga perintah Presiden terkait antisipasi dampak kekeringan akibat perubahan iklim yang membuat 30 persen wilayah Indonesia lebih kering dari sebelumnya, mesti didukung dengan pengawasan berbagai pihak.
Dukungan itu, ujar Hamid, berupa regulasi yang sejalan seperti anggaran di semua sektor pendukung termasuk berupa stimulus kepada petani yang tepat sasaran, tepat jumlah, dan tepat waktu.
“Semua kebijakan berupa ketersediaan air yang cukup, percepatan musim tanam, dan manajemen pengelolaan stok, merupakan tiga perintah presiden yang butuh biaya dan tenaga SDM. Bila salah satu tidak dipenuhi, itu perintah hanya asbun (asal bunyi),” kritis Hamid.
Selain koordinasi intensif dengan kepala daerah untuk mencegah puso atau gagal panen di masa yang akan datang, ia berharap ada ruang penguatan anggaran di sektor pertanian dan pangan. Penguatan anggaran yang ia maksud adalah memang benar-benar untuk penguatan stabilisasi pangan baik pertanian, peternakan, maupun perikanan.
“Bukan penguatan anggaran untuk mempermudah impor pangan,” tandasnya.
Ia sangat mendukung upaya Pemerintah memperkuat SDM pertanian terutama pada masa pandemi Covid-19 yang sebentar lagi berbarengan dengan musim kemarau.
“Saya berharap Pemerintah menjalankan kesepakatan dan berkomitmen mengeksekusi Rp 600.000 per orang untuk 2,4 juta petani berupa BLT dan sarana prasarana pertanian. Selama anggaran ini tepat sasaran dan jumlahnya tidak dikorup, saya yakin ada keseimbangan antara harapan dan kenyataan,” imbuhnya.
Pada kondisi kekeringan yang dihadapi, lanjut Hamid, upaya keseriusan pemerintah untuk mengurangi impor adalah menjaga rantai pasok dan memperkuat satgas pangan. Hubungannya adalah, selama ini yang mempermainkan harga, memanipulasi stok dengan menahan atau menimbun, adalah prilaku oknum pedagang nakal dalam skala besar.
Mereka biasanya memanfaatkan kondisi kekeringan dan mengkondisikan ketersediaan pangan yang langka di pasar, sehingga ada alasan untuk impor.
“Saya minta kepada Pemerintah, agar penguatan kinerja satgas pangan di masa datang, diperkuat selain upaya antisipasi dampak kekeringan. Karena bila Impor dalam jumlah besar tetap dilakukan, itu sama saja menyakiti petani dan keluarganya,” tutup Hamid.
Humas DPR RI