Bengkulu, Word Pers Indonesia – Sebuah ironi besar tengah terungkap di jantung Kota Bengkulu. Di atas tanah yang mestinya menjadi aset publik berdiri megah Mega Mall Bengkulu, simbol kemajuan yang kini berubah menjadi lambang kerakusan dan penyimpangan.
Kejaksaan Negeri (Kejari) Bengkulu resmi melimpahkan tujuh terdakwa dugaan korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) pengelolaan tanah milik Pemerintah Kota Bengkulu ke Pengadilan Tipikor Kelas IA Bengkulu.
Lahan bernilai miliaran rupiah itu sejak 2004 dikelola melalui kerja sama antara PT Tigadi Lestari – Dwisha Joint Operation (JO) dan Pemkot Bengkulu. Namun, dari hasil penyidikan, kerja sama tersebut ternyata menyisakan jejak hitam: indikasi kuat penyalahgunaan kewenangan, manipulasi kontrak, dan pengaburan aliran dana.
“Langkah pelimpahan ini merupakan tanggung jawab moral dan hukum Kejaksaan untuk memastikan aset publik tidak dijadikan sapi perah segelintir pihak,” tegas Kasi Intel Kejari Bengkulu, Fri Wisdom S. Sumbayak, S.H., M.H., kepada wartawan, Kamis (30/10/2025).
Kejari Bengkulu menetapkan tujuh orang sebagai terdakwa. Mereka berasal dari unsur birokrat, pengusaha, hingga pihak swasta yang diduga menjadi penerima manfaat langsung dari pengelolaan Mega Mall.
Nama-nama besar yang kini duduk di kursi pesakitan antara lain: Ir. Harriadi Benggawan, Satriadi Benggawan, Kurniadi Benggawan, Ir. Budi Santoso, H. Ahmad Kanedi, Chandra D. Putra, dan Wahyu Laksono.
Ketujuhnya dijerat dengan Pasal 2 dan 3 Undang-Undang Tipikor serta Pasal 3 dan 4 Undang-Undang TPPU, yang ancamannya mencapai 20 tahun penjara.
Menurut penyidik, modus yang digunakan antara lain manipulasi nilai kerja sama, pemindahan dana ke rekening pribadi, serta penyamaran aset hasil kejahatan melalui pembelian properti dan investasi digital.
Dalam pelimpahan berkas, Kejari Bengkulu menyerahkan ratusan bundel dokumen, unit komputer, serta data transaksi keuangan lintas bank yang memperlihatkan pola pencucian uang yang terstruktur.
Salah satu terdakwa, H. Ahmad Kanedi, bahkan tercatat memiliki 357 bundel dokumen bukti yang kini menjadi fokus pemeriksaan pengadilan.
“Semua alat bukti sudah diverifikasi dan siap diuji di pengadilan. Kami memastikan tidak ada satu pun aset publik yang dibiarkan hilang tanpa pertanggungjawaban,” tambah Fri Wisdom.
Kasus ini menjadi pengingat pahit bagi masyarakat Bengkulu. Mega Mall yang semula digadang-gadang sebagai ikon ekonomi daerah, kini justru menjadi cermin buram pengelolaan aset negara.
Menurut sumber internal Kejari, kasus ini merupakan salah satu perkara paling kompleks selama satu dekade terakhir karena melibatkan kerja sama publik-swasta, aset pemerintah, serta aliran dana antar rekening dalam jumlah fantastis.
Kini, bola panas ada di tangan majelis hakim Pengadilan Tipikor Bengkulu. Publik menanti bukan sekadar vonis, melainkan juga transparansi penuh terhadap bagaimana aset rakyat bisa beralih menjadi keuntungan pribadi.
“Rakyat menunggu keadilan yang sesungguhnya, bukan formalitas hukum. Aset publik harus dikembalikan untuk kepentingan rakyat Bengkulu,” ujar salah satu pengamat kebijakan Publik di Bengkulu.
Mega Mall Bengkulu kini menjadi simbol ujian moral dan hukum: apakah aset negara akan kembali ke rakyat, atau terkubur di bawah beton keserakahan.
Reporter: M. Yunus
Editor: Redaksi































