Nonjob ASN di Bengkulu: Penegakan Disiplin atau Eliminasi Lawan Politik?

Bengkulu, Wordpers.id – Sedikitnya 14 pejabat eselon II di lingkungan Pemerintah Provinsi Bengkulu resmi dinonaktifkan dari jabatannya. Keputusan mengejutkan ini diambil Gubernur Bengkulu dengan alasan pelanggaran netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam kontestasi Pilkada Serentak 2024.

Ke-14 pejabat tersebut dijatuhi sanksi administratif berupa pembebasan dari jabatan struktural dan dikembalikan sebagai pelaksana selama 12 bulan. Dalam dokumen resmi yang diterima redaksi, sanksi dijatuhkan karena mereka terbukti menunjukkan keberpihakan terhadap calon kepala daerah tertentu, baik melalui ajakan, kehadiran dalam pertemuan politik, maupun pemberian barang.

Langkah ini diambil berdasarkan ketentuan Pasal 5 angka 6 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil, yang secara tegas mengatur larangan bagi ASN untuk berpihak dalam kontestasi politik.

Namun demikian, kebijakan ini menuai kritik tajam lantaran dinilai tidak konsisten dan berpotensi diskriminatif. Pasalnya, sejumlah pejabat lain yang juga sempat terseret dalam kasus serupa justru tidak ikut tersentuh gelombang nonjob.

Seorang sumber internal di lingkungan Pemprov Bengkulu yang enggan disebutkan namanya menyebutkan adanya ketimpangan dalam penerapan sanksi tersebut.

“Ada beberapa nama yang jelas-jelas pernah dibawa dan diperiksa KPK, namun hingga kini tetap duduk manis di jabatan strategis. Ini menimbulkan pertanyaan besar di kalangan pegawai,” ujarnya kepada wartawan, Jumat (13/6/2025).

Nama-nama seperti Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Syarifudin, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Syafriandi, serta Kepala Dinas PUPR Tejo Suroso disebut sempat menjalani pemeriksaan di KPK, namun hingga kini belum terdampak kebijakan nonjob.

Sementara itu, sorotan tajam juga mengarah pada Plt Sekretaris Daerah Provinsi Bengkulu, Herwan Antoni. Dalam sidang kasus yang menyeret mantan Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah, Herwan menjadi salah satu saksi kunci. Ia bahkan secara terbuka mengakui adanya komunikasi politik jelang Pilkada lalu.

BACA JUGA:  Angkatan Muda IKM bersama Gubernur Kunjungi dan Beri bantuan Korban Kebakaran

“Iya, dia (Pak Rohidin) WA saya. Tapi saya orangnya komitmen. Kalau saya bilang tidak, ya tidak. Saya tidak takut dicopot. Bahkan saya sudah menyiapkan diri untuk di-nonjob,” ungkap Herwan kepada wartawan saat ditanya soal hubungannya dengan kandidat yang kini menjadi Gubernur Bengkulu, Helmi Hasan.

Saat ditanya soal hasil Pilkada 2024, Herwan hanya menjawab singkat, “Alhamdulillah.”

Pernyataan tersebut semakin memperkuat dugaan publik bahwa kebijakan nonaktif jabatan ini sarat kepentingan dan tidak berjalan sesuai asas keadilan serta prinsip netralitas ASN.

“Netralitas ASN itu amanat konstitusi. Kalau hanya ditegakkan pada mereka yang bukan bagian dari lingkar kekuasaan, ini berbahaya dan menciptakan preseden buruk bagi birokrasi,” ujar seorang pengamat kebijakan publik di Bengkulu.

Hingga berita ini diturunkan, Gubernur Bengkulu dan Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) belum memberikan keterangan resmi terkait dasar pertimbangan selektif dalam penonaktifan pejabat tersebut.

Fenomena ini pun menjadi alarm serius bagi publik akan potensi politisasi birokrasi yang merusak prinsip meritokrasi dan profesionalisme ASN. (*)

Posting Terkait

Jangan Lewatkan

News Feed