… Dan Waktu Itu Telah Tiba…
Pagi yang dilembabkan oleh rinai hujan. Dua orang laki-laki, Ryu dan Tegar, sedang sibuk, siap untuk perjalanan jauh. Mereka akan ke Lombok, mengambil penerbangan pertama, transit di Soekarno Hatta.
Sementara Jago akan menyusul pada penerbangan sore, karena masih akan menyelesaikan beberapa hal di cafe, sambil menunggu kedatangan Kelvin, sebagai pengelola sementara mereka tidak ada.
Tiga wajah ini memancarkan aura kebahagiaan. Mereka bukan mau berlibur, atau urusan cafe. Tapi lebih dari itu. Urusan keutuhan sebuah keluarga.
Setelah beberapa kali terhalang oleh peristiwa yang ‘menakjubkan’, Ryu akhirnya akan menikah juga. Wanita hebat yang bisa menguasai luasnya hati Ryu itu, adalah Claire, gadis Australia yang sudah mengabdikan hatinya pada Ryu. Walaupun sempat tertunda beberapa kali oleh banyak hal, akhirnya mereka dapat mencapai kata mufakat, bahwa hari ikrar suci di depan penghulu akan di langsungkan di Lombok, negeri Seribu Mesjid.
“Cek lagi apa yang penting, yah, jangan sampai ada yang lupa.”
Jago mengingatkan ayah dan adiknya, terhadap bawaan mereka. Terutama surat-surat yang berhubungan dengan hari spesial sang ayah.
“Cerewet, disiapkan dari kemaren!” Jawab Ryu gemas. Karena Jago yang paling antusias mengingatkan semua hal tentang persiapan pernikahannya.
“Dek, cek lagi. Jangan sampai ada yg belum masuk tas.” Perintah sang kakak pada si adik.
“Abang aja yang cek lagi. Adek sudah bosan bongkar-bongkar lagi.” Jawab si adik, kesal.
“Ayo, berangkat… ” Perintah Ryu sambil memanggul tas Punggungnya dan segera melangkah, diikuti oleh Tegar.
Setelah mengantar dua orang yang akan berangkat di pintu check in, Jago segera menuju samping gedung utama dan melongok ke arah landasan pacu. Memperhatikan Ayah dan adiknya berjalan menuju pesawat.
Dua orang ini melambaikan tangan pada Jago, bagaikan pertama orang naik pesawat atau ingin bepergian jatuh dalam waktu yang lama.
Pagi ini Jago ingin sekali melihat mereka hingga masuk pintu pesawat. Di samping Jago, berdiri Agung yang menunggu penumpangnya untuk di antar pulang.
Pesawat pagi yang membawa banyak penumpang, sudah mengambil ancang-ancang di ujung landasan siap untuk meninggalkan daratan, dan telah take off dengan baik.
Jago tidak melepaskan pandangan dari tubuh pesawat yang semakin lama semakin mengecil. Blarr! Bola api besar terbentuk dari badan pesawat yang membuat semua orang tercengang sesaat, lagu kehebohan terdengar begitu mereka menyadari apa yang terjadi.
Pesawat yang ditumpangi oleh orang-orang tercinta mereka meledak di udara dan membuat kepingan-kepingan badan pesawat berhamburan ke berbagai arah.
“Ayaaaaahhhh…. Adeeeekkk….!” Jago berteriak kalap! Tubuh yang muda ini segera memanjati pagar pemisah dan meloncat ke dalam. Dia segera berlari sekencang-kencangnya menuju arah pesawat yang terbakar. Hampir semua orang melakukan apa yang di lakukan oleh Jago, termasuk Agung.
Di ujung landasan, mereka semua berhenti, karena apa yang mereka lihat, sebenarnya telah menjauhi tempat di mana mereka berada saat ini.
“Ayah bang… Adek bang…. ” Jago menggantungkan tubuhnya pada tubuh kurus Agung. Dia tidak punya kekuatan lagi untuk berdiri. Tangisnya menyayat hati siapa saja yang mendengar. Tangis akan kehilangan orang-orang yang sangat dia cintai dan teramat sangat dia sayangi.
Jauh di luar bandara, suara sirine ambulan, pemadam kebakaran, polisi memekakkan telinga di sepanjang jalan yang mereka lewati. Sontak pagi yang tenang menjadi hingar-bingar.
Malam ini cafe sangat ramai. Bukan oleh pelanggan, tapi oleh hampir seluruh keluarga besar Ryu, sahabat-sahabat, maupun orang-orang yang selama ini sangat peduli dengan sosok yang belum tahu kabar beritanya saat ini, juga teman-teman sekolah Tegar.
Empat saudara perempuan Ryu tidak henti-hentinya mengalirkan air mata. Sedangkan Jago berkali-kali pingsan. Peristiwa pagi tadi telah membuat pertahanan jiwanya menjadi sangat lemah.
Di pantai belakang cafe terlihat kesibukan para pencari korban. Beb