Sengketa Tapal Batas Bandar Ratu dan Rawa Mulya Memanas, Warga Desak Penegasan Wilayah Berdasarkan Peta Resmi BPS

Mukomuko, Wordpers.id – Konflik tapal batas antara warga Kelurahan Bandar Ratu, Kecamatan Kota Mukomuko dan sebagian warga SP 7 Desa Rawa Mulya, Kecamatan XIV Koto kembali mencuat. Perseteruan ini dipicu oleh dugaan pemasangan patok batas desa oleh warga SP 7 di luar wilayah administratif sah yang telah ditetapkan dalam peta resmi Badan Pusat Statistik (BPS).

Menurut data BPS, luas wilayah Desa Rawa Mulya hanya 8 km², yang berarti klaim sepihak atas lahan di luar batas tersebut dianggap tidak memiliki dasar hukum administratif.

“Kalau memang ini murni gerakan dari warga SP 7, maka perangkat Desa Rawa Mulya harus bertanggung jawab jika terjadi gesekan atau bahkan korban jiwa,” ujar Bismarifni, Penghulu Adat Bandar Ratu, Senin (15/7/2025).

Sertifikat Lama Tanpa Penguasaan Fisik, Diduga Cacat Hukum

Warga SP 7 mengklaim memiliki sertifikat tanah terbitan tahun 1990 atas lahan yang diklaim masuk wilayah Desa Rawa Mulya. Namun berdasarkan fakta administratif, wilayah yang diklaim itu sebenarnya berada di dalam wilayah Kelurahan Bandar Ratu, yang hanya berbatasan dengan Desa Pasar Sebelah dan Dusun Baru Pelokan.

“Selama lebih dari 30 tahun, tidak pernah ada penguasaan fisik atas lahan itu. Ini bisa dikategorikan sebagai pelantaran lahan, sesuai PP No. 20 Tahun 2021 tentang Ketertiban Kawasan Tanah Terlantar,” lanjut Bismarifni.

Ia juga menyebut adanya dugaan perusakan tanaman sawit milik pemilik sah dengan cara penyuntikan racun kimia, yang memperkuat indikasi adanya praktek mafia tanah di wilayah itu.

Pemerintah Diduga Lemah, Warga Desak Penetapan Ulang Batas Administratif

Dalam mediasi yang digelar di ruang Asisten I beberapa waktu lalu, Kepala Desa Rawa Mulya, Nodo, bahkan mengakui bahwa secara administratif Desa Rawa Mulya tidak berbatasan langsung dengan Bandar Ratu, mengingat keduanya berada di kecamatan berbeda.

Sementara itu, Ketua LP K-P-K Komcab Mukomuko, M. Toha, mendesak Pemerintah Kabupaten Mukomuko dan kementerian terkait untuk segera menetapkan ulang batas administratif desa berdasarkan peta resmi BPS dan dokumen yang sah secara hukum.

BACA JUGA:  Dibebaskan, Warga Ketahun dan Talang Baru: Terima Kasih Pak Gubernur dan LIRA

“Jangan sampai konflik ini berkepanjangan hanya karena penundaan penyelesaian administratif. Ini bukan soal tanah saja, tapi soal keadilan dan ketertiban wilayah,” tegas M. Toha.

Ia mengungkap, LP K-P-K telah mengantongi nama-nama oknum yang diduga melakukan transaksi jual beli lahan secara ilegal di RT 5 Kelurahan Bandar Ratu, tanpa dasar hukum yang jelas terkait Surat Hak Milik (SHM).

Pandangan Hukum: Klaim Sepihak Cacat Hukum

Ketua LSM Koalisi Rakyat Menggugat (KRM), Junaidi, S.AP, menilai bahwa klaim sepihak oleh warga SP 7 terhadap wilayah administratif Bandar Ratu tidak memiliki dasar hukum yang kuat.

“Secara prinsip hukum tata pemerintahan dan agraria, batas wilayah yang sah adalah yang ditetapkan negara melalui peta resmi BPS. Kalau ada sertifikat tapi berada di luar wilayah administratif dan tanpa penguasaan fisik, maka itu cacat hukum dan dapat digugat,” ujarnya.

Junaidi menambahkan, berdasarkan UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, segala bentuk keputusan harus mengacu pada peraturan terbaru, bukan pada dokumen lama yang sudah tidak sesuai dengan kondisi administratif terkini.

Penegasan: Hukum Baru Mengesampingkan yang Lama

Sengketa ini menggarisbawahi pentingnya asas lex posterior derogat legi priori, yakni peraturan baru mengesampingkan peraturan lama. Dengan demikian, penyelesaian konflik batas wilayah harus berdasar pada data terbaru dan legalitas peta administratif yang sah, bukan berdasarkan klaim personal ataupun sertifikat yang tidak disesuaikan dengan peraturan terbaru.

Warga Bandar Ratu dan Ujung Padang menyatakan siap menempuh jalur hukum untuk mempertahankan hak ulayat mereka yang telah diwariskan secara turun-temurun.

Writer: Zul
Editor: ANasril

Posting Terkait

Jangan Lewatkan