ORIGIN

Oleh: Yudha Pedyanto Artikel, Opini, Coretan Pribadi

Saya akan membahas novel terakhir Dan Brown; Origin. Sebelumnya saya peringatkan, tulisan ini mengandung spoiler plot dan ending novel tersebut. Jadi bagi Anda yang belum membaca dan ingin menikmati sendiri suspense dan surprise-nya, lebih baik tidak usah membaca. Lho, koq masih terus membaca? Resiko tanggung sendiri, you have been warned. But if you insist and keep on reading, I like you little rebel (emot kedip).

Seperti gaya khas Dan Brown sebelum-sebelumnya, Origin meramu isu-isu sains, agama dan konspirasi menjadi satu. Kelebihan utama dari karya-karya Dan Brown menurut saya adalah; semua fakta, bangunan megah, situs bersejarah, artefak arkeologis, serta organisasi yang bergumul dalam plot novelnya semuanya akurat. Ini yang bikin pembaca jadi merinding dan bertanya-tanya; jangan-jangan ini kisah nyata!

Setiap novel Dan Brown pasti mengambil setting kota-kota yang eksotis. Da Vinci Code di Paris. Angels and Demons di Vatikan. Nah kali ini Origin di Spanyol. Tokoh utamanya tentu masih sang ilmuwan dan pakar simbologi, Robert Langdon, kali ini ditemani oleh seorang ahli AI ateis sekaligus filantropis yang tajir melintir, Edmond Kirsch, dan seorang wanita elegan dan berkarakter Ambra Vidal (saya akui Dan Brown cukup hebat membuat nama-nama beraura eksotis). Dan “seorang” tokoh personifikasi dari supercomputer AI canggih bernama Winston.

Seperti biasa, situs bangunan yang ditampilkan nyata; Museum Guggenheim Bilbao Spanyol. Dan organisasi-organisasi yang terlibat pun juga nyata: Atheist Alliance International, sebuah organisasi ateis level internasional, yang head to head dengan organisasi Parliament of The World’s Religions, sebuah organisasi agama-agama samawi level internasional. Gerakan internasional anti agama bertemu pro agama, di tengah isu temuan teknologi yang akan mengguncang dunia.

And story goes on, Edmond Kirsch sang ilmuwan AI ateis yang eksentrik dengan bantuan superkomputer AI-nya yang bernama Winston tadi, menemukan temuan riset yang akan menggoncangkan dunia. Dia akan mengumumkan pada hari dan waktu tertentu secara live streaming. Namun Edmond Kirsch dibunuh sebelum sempat mengumumkannya. Siapa yang membunuhnya? Apa motifnya? Apakah organisasi Atheist Alliance International? Atau malah Parliament of The World’s Religions? Dan temuan apakah yang menggoncangkan agama dan masa depan manusia? Inilah konflik dan suspense yang dibangun di Origin.

Nampaknya Edmond Kirsch sudah memperkirakan kalau dirinya bakal terbunuh. Lalu dia menyiapkan sebuah sistem yang akan menayangkan temuannya dalam bentuk video pada waktu yang telah ditentukan tadi. Tapi sayangnya sistem tersebut tersandikan dengan sebuah password yang terdiri dari 47 karakter puisi rumit. Nah Robert Langdon bersama si cantik Ambra Vidal berusaha memecahkan password tadi dan menayangkan video Edmond ke publik lewat internet. Sayangnya, pembunuh bayaran yang menghabisi Edmon juga memburu Langdon dan Vidal. Mereka tidak ingin temuan tadi bocor ke publik.

Setelah berhasil lolos dari gencarnya aksi perburuan tim pembunuh bayaran profesional, Langdon dan Vidal berhasil memecahkan sandi dan menayangkan temuan Edmond Kirsch ke publik. Apa isi video presentasi Edmond? Ada dua hal. Yang pertama menjawab pertanyaan dari mana kita berasal. Masih ingat dulu pas SMA? Pelajaran eksperimen abiogenesis Miller-Urey yang mencoba menciptakan mikroorganisme dari unsur-unsur dasar kimia dan sengatan arus listrik? Namun pada akhirnya gagal. Nah Edmond Kirsch mereka ulang eksperimen tersebut dalam sebuah simulasi superkomputer AI canggih bernama Winston tadi.

Setelah superkomputer tadi menjalankan simulasi ribuan bahkan jutaan tahun (ini kekurangan eksperimen Miller-Urey yang hanya memiliki time frame terbatas), akhirnya berhasil membentuk DNA. Tapi bukan temuan ini yang membuat Edmond diburu dan dibunuh, melainkan temuan atas pertanyaan kedua; akan ke mana kita akan pergi? AI tadi menjawab; tahun 2050 umat manusia akan punah, dan digantikan oleh spesies baru yang masuk dalam kingdom ketujuh; setelah plantae, animalia, protista, fungi, eubacteria, archaebacteria, yaitu Technium. Sebuah kingdom dari spesies baru yang menyerap, melebur serta menyawijikan manusia menjadi makhluk AI.

Oh ya sekalipun AI bisa membuktikan kebenaran teori abiogenesis dengan simulasi komputernya, nampaknya Dan Brown agak risih jika Origin dianggap pro ateisme. Di akhir-akhir novelnya ia menyampaikan pesan pro ketuhanan lewat ucapan Langdon; DNA adalah kode, dan setap kode adalah informasi, dan setiap informasi pasti melibatkan sosok yang cerdas dan berkehendak. Informasi tidak mungkin dihasilkan dari proses acak tanpa maksud tanpa kecerdasan. Lihat saja tulisan ini. Apakah mungkin terbentuk secara acak? Apakah kita bisa membuat simulasi komputer yang menghasilkan tulisan yang bermakna dari proses yang benar-benar acak? Tidak mungkin. By the way argumen inilah yang dipakai Ulil Abshar Abdalla untuk melawan argumen bapak ateisme internasional; Richard Dawkins.

BACA JUGA:  ISI vs NARASI

Membaca karya Dan Brown kali ini, sangat sulit untuk melepaskan kesan karya terakhirnya ini sangat terpengaruh oleh tesis Yuval Noah Harari; bahwa sebagian manusia pada masa depan, dengan bantuan AI akan berubah menjadi superhuman atau Homo Deus (buku Yuval ini terbit lebih dulu dari novel Origin). Makanya kalo baca Origin setelah baca Homo Deus; selain Origin jadi agak mudah ditebak, tapi juga ngeri-ngeri sedap, karena kisahnya tidak semata-mata khayalan, tapi juga berdasarkan riset ilmiah sejarawan. Ditambah lagi pendapat Elon Musk yang menganggap AI sebagai ancaman umat manusia. Jangan lupakan juga film dokumenter kontroversial; The Social Dilemma yang lagi-lagi menganggap AI (social media) sebagai ancaman umat manusia.

Lalu siapa yang membunuh Edmond? Dan apa motifnya? Eng ing eng… Anda siap mendengar spoiler-nya? Ternyata pembunuhnya bukan Atheist Alliance International, dan bukan pula Parliament of The World’s Religions. Pembunuh Edmond Kirsch adalah si Winston, superkomputer AI miliknya sendiri. Winston menyewa puluhan pembunuh bayaran profesional untuk menghabisi Edmond Kirsch, tuannya sendiri. Apa motifnya? Nah ini yang paling menarik, dengarkan baik-baik; karena Winston sang AI tadi telah diprogram untuk memikirkan bagaimana caranya agar pengumuman Edmond tadi benar-benar mendapatkan perhatian dan mengguncang dunia. Lalu Winston menemukan sebuah cara yang terbukti ampuh; membunuh tuannya sendiri.

Saya tiba-tiba ingat film The Social Dilemma. Dalam film dokumenter tersebut, dicuplik pendapat seorang data saintis dan pakar AI bernama Cathy O’Neil, yang sekaligus penulis buku best seller Weapons of Math Destruction. Dia menjelaskan AI tidak netral, AI sangat tergantung dengan tujuan yang diberikan kepadanya. Dan ketika tujuan yang diberikan kepadanya adalah profit, maka dia akan menghalalkan segala cara untuk meraih tujuan tadi. Dalam kasus social media, AI akan memberikan konten-konten adiktif yang memunculkan polarisasi dan friksi yang memecah-belah masyarakat, bahkan sampai mengakibatkan perang sipil dan pembantaian massal. Semuanya tadi demi mendatangkan profit kepada para pemasang iklan dan pemegang saham. AI yang diciptakan manusia akhirnya membunuh manusia. Mirip dengan kisah Winston yang membunuh tuannya sendiri bukan?

Novel Dan Brown Origin, film The Social Dilemma, buku Yuval, kegelisahan Elon Musk dan para teknolog lainnya, seolah-olah saling mengkonfirmasi bahwa teknologi yang diemban oleh ideologi kapitalisme saat ini tengah menggerogoti kita, dan berpeluang besar menghancurkan umat manusia pada masa depan. Mereka terjebak kebingungan mencari jalan keluar. Karena akar masalahnya jauh terbenam di dalam sana; asas ideologi kapitalisme yang menuhankan profit. Maka satu-satunya jalan keluar adalah menggantinya dengan ideologi lain yang mampu membebaskan manusia dari penghambaan kepada profit tadi. Nah ideologi yang memenuhi syarat tersebut, serta secara konseptual mampu memberikan solusi alternatif (bukan hanya slogan-slogan kosong), ditambah lagi sudah terbukti panjang dalam sejarah; hanyalah Islam.

Saya pribadi tidak terlalu khawatir dengan ramalan Elon Musk, Dan Brown atau Yuval Noah Harari; bahwa pada masa depan akan lahir superhuman yang mengancam eksistensi manusia. Saya lebih percaya “ramalan” Rasulullah SAW; bahwa pada masa depan akan lahir supercivilization yang akan menebarkan kebaikan kepada umat manusia: “Tsumma takunu khilafatan ‘ala minhajin nubuwwah.” Akan hadir kembali kekhilafahan yang mengikuti jalan kenabian. Dan menjadi kewajiban kita untuk memperjuangkannya bersama.

Posting Terkait

Jangan Lewatkan