Rejang dan Jawa, Perkawinan Budaya yang Saling Menghormati

Rejang dan Jawa, perkawinan budaya yang saling menghormati

Air Terjun atau Curug Papat yang ada di dusun Sumpel dalam kabupaten Curup ini masih sangat asing di telinga masyarakat Bengkulu, bahkan warga Curup itu sendiri.

Tidak heran karena memang masih sangat jarang pengunjungnya. Padahal air terjun dengan ketinggian sekitar 20 meter ini lumayan bagus lingkungannya.

Di tempuh dari kota Curup ke dusun Sumpel paling lama 1 jam dengan mengendarai mobil. Jika pakai motor akan lebih cepat lagi karena bisa parkir lebih dekat dengan lokasi air terjun.

LIHAT JUGA CANEL YOUTUBE INI YA GAES ” Jalur Terjal dan Licin, Sport Mancing Liar, Air Terjun Sumpel”

Dari tempat parkir mobil dilanjutkan jalan kaki ke lokasi juga tidak mencapai waktu 1 jam.

Tanggal 24 Juli 2021 lalu, saya dan kawan-kawan yang terdiri dari youtuber Bung Koni yang membawa istri, instagram ‘knowing_bengkulu’, ‘slebagus’ dan seorang pemandu mendatangi air terjun tersebut.

Pemandu kami, Anca adalah seorang pemuda asli kota Curup. Orangnya sangat asyik juga sigap dalam membantu. Jika tertarik menggunakan jasa Anca sebagai pemandu, silahkan hubungi nomor hp atau WA +62 857-5802-2223.

Selepas dari tempat memarkirkan mobil, kami berjalan kaki di jalan yang sudah berbatu yang ditutupi oleh rumput sebagai pengikat alami. Jalan yang datar hingga pondok petani kopi.

Andai tidak terhalang oleh satu bagian jalan yang rusak, mobil bisa masuk hingga pondok ini.

Selanjutnya masuk ke jalan yang ada di samping pondok. Masih datar. Medan mulai menurun kurang lebih 100 meter dari awal masuk.

Tanjakan cukup curam. Tapi masih sangat aman bagi yang bertubuh gendut ataupun ibu-ibu. Jalan setapaknya sudah ada anak tangga ataupun akar yang bisa digunakan sebagai pijakan.

Jalan setapak ini merupakan perlintasan para pemancing di kolam-kolam area air terjun.

Lingkungan jalan cukup terang, karena vegetasi hutannya bukan lagi hutan primer. Cahaya matahari masuk hingga ke tanah.

Lepas tanjakan jalan melandai hingga ke air terjun, berjalan sekitar 50 meter menyusuri bibir sisi sungai. Hati-hati menjejakkan kaki. Salah-salah nanti badan meluncur ke sungai di bawah sekitar ketinggian 3 meter.

Sepanjang jalan ini dihiasi oleh tumbuhan khas daerah yang lembab (saya tidak tahu jenis dan nama tumbuhan tersebut) dan juga lumut aneka jenis.

Tempat pijakan adalah napal pasir kasar dan bebatuan yang berlumut tipis.

Semakin dekat air terjun kaki mulai melangkah di antara batu-batu besar dan juga licin. Tapi tidak selicin bebatuan di air terjun Curug Sembilan Tanah Hitam, Bengkulu Utara (baca Air Terjun Curug Sembilan ‘bangsadh’ dan Tebing Tinggi dan Lumut Licin).

Bagi saya yang biasa mencapai air terjun berjam-jam, sampai di air terjun Papat ini bagai tamasya biasa. Tidak capek seperti biasanya ke air terjun lain.

Daya tarik Curug Papat ini adanya kolam-kolam kecil. Sepertinya untuk mandi di kolam-kolam tersebut bisa di sebut aman. Tidak terlalu dalam dan arus tidak terlalu kuat.

BACA JUGA:  Penembang Festival, Mengenang 100 Besar Desa Wisata Nasional

Selama ini ‘penampungan’ air tersebut hanya dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar sebagai tempat memancing untuk mendapatkan ikan putih. Saat kami datang ada seorang pemancing yang lagi memancing.

Beberapa rembesan mata air yang membentuk air terjun yang halus di beberapa sisi dinding Curug Papat juga jadi daya tarik sendiri.

Ditambah dengan lingkungan yang hijau keseluruhan, menjadikan nilai plus dari rangkaian akhir dari 4 air terjun ini. 3 lagi masih di atas sana dan jarang di datangi karena ketinggian dari tingkat-tingkatannya sekitar 1 -2 meter.

Jika mengunjungi Curug Papat membawa bekal, nikmatilah makanan tersebut sebelum main air. Karena airnya sangat dingin dan hawa sejuk di sini menimbulkan lapar. Jika main air dalam keadaan perut kosong dikhawatirkan akan menimbulkan masuk angin.

Tapi ingat, semua sampah anda harus dibawa pulang lagi. Untuk menjaga agar lingkungan indah ini tidak dikotori oleh sampah anda. Jangan sampai anda dicap tidak terdidik oleh para pemancing.

Selain air terjun Papat yang indah, ada lagi yang sangat menarik di Dusun Sumpel ini. Yaitu menyatunya antara masyarakat Jawa dan Rejang. Mereka saling bahu membahu dalam membangun dusun yang berada di wilayah paling ujung desa Kayu Manis.

Menurut Darsen Saputra, pemuda dusun Sumpel yang saat ini kembali ke desa untuk rencananya membangun desa, masyarakat dusun Sumpel merupakan pecahan dari desa Kayu manis. Sedangkan desa Kayu Manis sendiri awalnya adalah bagian dari desa tua Cawang Lama. Berpisah membentuk desa sendiri sejak tahun 80an.

Dusun Sumpel didiami sekitar 270 KK sedangkan desa Kayu Manis memiliki sekitar 700 KK dengan persentase suku Jawa dan Rejang hampir imbang.

Hal yang patut diacungi jempol adalah perkawinan kebiasaan dan budaya. Salah satunya masyarakat Jawa di desa Kayu Manis ataupun di dusun Sumpel menggunakan bahasa suku Rejang dalam komunikasi sehari-hari.

Penamaan nama air terjun yang menggunakan bahasa Jawa merupakan penghormatan masyarakat Rejang kepada bahasa Jawa.

Untuk informasi desa ataupun air terjun Curug Papat bisa menghubungi Darsen di nomor telpon ataupun WA +62 823-7353-6392.

Oh, iya. Setelah masuk dari Simpang SMEA yang berada di tengah-tengah kota Curup, sepanjang jalan menuju desa Kayu Manis Hingga dusun Sumpel, perjalanan anda tidak akan membosankan. Kiri kanan jalan selalu disuguhi pemandangan lembah dan perbukitan yang indah dan dipastikan akan menjadi moment yang akan diabadikan dan dipamerkan dalam bentuk video ataupun foto-foto di media sosial anda.

Jalan aspal hot mix dari awal masuk simpang hingga ujung desa Kayu Manis dan berliku tajam juga sangat bagus dijadikan objek foto.

Pada suatu sisi jalan, gunung Bungkuk sangat jelas terlihat nun jauh di sana jika hari cerah.

Cerita perjalanan ini juga bisa ditonton di chanel Bung Koni di youtube dan bisa dilihat di akun IG ‘knowing_bengkulu’

*Bagus SLE Production*

Posting Terkait

Jangan Lewatkan